16. HE LIKES HER

141 26 5
                                    

Gracie.

Pagi kembali menyingsing. Sinar oranye cerah menyapa, menusuk kedua netra Gracie. Tak lama, terdengar pula suara motor besar yang kian lama terdengar sangat dekat lalu meredup.

"selamat pagi, Gracie Talassha Cantik." sapaan manis sekaligus mengerikan itu masuk ke dalam telinganya bersamaan eksistensi seorang laki-laki berseragam sekolah yang memiliki corak sama dengan miliknya.

"pagi juga, Jeno Kenziero Jelek." balasan yang bertolak belakang itu terlontarkan dari bibir kecil Gracie. Saling menambahkan suku ketiga pada nama masing-masing. Aksi jahil penuh kesederhanaan itu pun menjadi pengawal hari yang cukup menyenangkan.

Di malam sebelumnya. Gracie mengajak Jeno untuk berangkat sekolah bersama. Anggap saja sebagai ganti tawaran yang dia tolak waktu itu. Keduanya mencapai kesepakatan. Berangkat bersama menggunakan bus sekolah. Karena menurut Gracie berangkat bersama menggunakan motor kurang memberi kesan. Walaupun kata Jeno segala hal tetap berkesan selagi bersamanya.

Setelah menunggu kurang lebih lima menit. Bus sekolah datang, berhenti tepat di depan keduanya dan membukakan pintu, mempersilakan masuk. Keadaan di bus sedikit menyesakkan. Sampai memaksakan mereka harus berdiri sepanjang perjalanan. 

Gracie dan Jeno berdiri berhadapan. Sangat dekat. Bahkan bisa dibilang terlalu dekat karena dapat merasakan hembusan napas masing-masing. Posisi Gracie pun serba salah. Ia merasa kurang nyaman, takut-takut bisa dilecehkan tanpa sadar di tengah kepadatan ini.

Bak seorang cenayang. Jeno melepaskan jaket yang biasa laki-laki itu pakai. Tanpa mengucapkan sepatah kata, dia mengikatkan jaket pada pinggang ramping Gracie sehingga menutupi bagian pahanya yang tidak cukup tertutupi dengan rok.

Keduanya tetap berada di posisi yang sama, sebelum salah satu penumpang turun. Dengan gerakan secepat kilat, Jeno menarik pelan tubuh Gracie untuk segera mengisi kekosongan bangku itu. Terdengar decakan sebal begitu dia mengklaim salah satu kursi. Rasa bersalah dan rasa tak enak hati pun kian menggerogoti. 

"maaf ya guys, kaki dia lagi sakit, soalnya baru jatuh dari Kayangan."

Ujar Jeno. Memberi penjelasan pada penumpang lain yang tidak mendapat kursi untuk mengistirahatkan kaki mereka. 

"Jeno??!" Gracie mendesis. Memberi peringatan tersirat pada laki-laki itu agar tidak semakin  bertingkah bodoh dan berakhir mempermalukan diri sendiri. 

"kenapa sih? emang bener kan? oh bidarari jatuh dari surga. Tepat di hatiku. Eaaa~"

Jangan tanyakan perasaan Gracie. Dia langsung membuang muka, menatap keluar jendela. Ingin pura-pura tidak mengenali Jeno tapi seragam sekolah tidak bisa bohong. Seandainya diperbolehkan, dia akan turun dari bus saat ini juga.

Semakin dikenal lebih dalam. Gracie semakin mempertanyakan kemana perginya martabat seorang Jeno Kenziero. Murid paling cemerlang di jurusan MIPA. Murid yang paling banyak menyumbang piagam dan prestasi untuk sekolah. Karena sejauh ini. Dia hanya melihat Jeno yang seringkali bersikap konyol, melontarkan candaan, juga omong kosong. Apa Jeno memiliki dua kepribadian?

***

Jeno.

Begitu turun dari bus. Gracie langsung melepaskan jaket Jeno dan mengembalikannya pada sang pemilik. Namun Jeno menolak. Sambil berbisik. "ada bercak merah di rok lo."

Buru-buru Gracie kembali mengikatkan jaket kulit itu pada pinggangnya. Beruntung, jaketnya dapat menutupi bercak merah samar-samar di belakang rok si gadis. "thanks." ujar Gracie.

"sama-sama, cantik."

Ujar Jeno. Menggoda lagi. Namun, kali ini Gracie tidak protes seperti sebelum-sebelumnya. Mungkin saja gadis itu sudah lelah. Tidak punya tenaga lagi untuk sekedar mendesis, berdecak, dan melemparkan tatapan sinis.

Dengan berat hati, Jeno memisahkan diri dari Gracie. Dia memperhatikan punggung kecil itu sampai hilang dari pandangannya. Sebelum akhirnya dia juga memasuki kelas.

Tatapan sendu, bak turut bersedih menusuk mata Jeno begitu dia mendudukkan dirinya di kursi kelas.

Jen, are you okay?

im sorry for your lost.

“turut berduka cita ya.”

Telinganya disuguhi oleh ucapan-ucapan yang terkesan hangat namun tidak terasa hangat sama sekali. Jeno juga tidak bisa menghakimi mana yang tulus, mana yang tidak. Dia hanya mengulas senyum sebagai respon dan berkata. “ya, makasih.”

Kriinggg!

Pembelajaran pun dimulai. Seperti biasa. Jeno masih menyandang sebagai murid yang paling aktif dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan. Sekaligus menyelamatkan teman sekelasnya dari pertanyaan yang sangat bisa membuat mati kutu.

“baik. Pembelajaran kita cukup sampai sini. Bapak harap kalian mempersiapkan Penilaian Akhir Semester dengan sebaik-baiknya. Dilanjutkan dengan pendaftaran SNMPTN 2021. Semangat terus. Selamat siang.”

Pak Eddy. Guru fisika sekaligus wali kelas XII MIPA 1 itu pamit undur diri. Meninggalkan ruang kelas. Seketika kelas langsung ramai membicarakan ujian-ujian yang akan menghadang di hari esok. Ada yang membicarakan rencana untuk belajar bersama. Membicarakan metode belajar yang sekiranya paling efektif, dan sebagainya.

Sedangkan Jeno hanya terus sibuk membaca buku, juga latihan soal-soal sembari menunggu bel pulang sekolah berbunyi.

“eh Jenong. Lo pacaran sama Gracie?” tanya Jeremy. Si sahabat karib sekaligus teman sebangkunya.

“denger dari mana?”

“dari orang-orang lah, masa dari rumput yang bergoyang!”

Jeno tidak menaruh perhatian pada topik pembicaraan Jeremy. Dia lebih menaruh minat pada soal-soal rumit di bukunya. Dan hanya berkata. “nggak.” tanpa memberi penjelasan lebih lanjut.

“ooh kirain iya. Soalnya gue have crush on her.” ujar Jeremy. Tanpa mengetahui kepada siapa dia mengungkapkan rahasia yang seharusnya tidak diucapkan.

***

Jeno be like :

Jeno be like :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Thankew for reading <3

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Thankew for reading <3

Have a nice dayyy ~

Our Happy Ending | Jeno-Karina ( ✔ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang