EPILOUGE

395 30 7
                                    

“Cantik, bagaimana pun akhir cerita kita. Satu yang perlu kamu tahu, bisa memiliki kamu aja, aku udah merasa jadi manusia paling bahagia sedunia.

Kalo seandainya hubungan kita nggak bertahan selamanya, dan berakhir berpisah pun. Aku tetap bahagia. Seenggaknya kita pernah bersama, walaupun cuma sementara.”

***

Di malamnya gelap, serta dinginnya angin malam, diiringi suara deburan ombak. Seorang gadis berdiri diam. Menggigil kedinginan, namun tidak kunjung beranjak, pergi mencari kehangatan.

Malah, dia melepas sepatunya, memilih bertelanjang kaki. Seraya ingin meninggalkan jejak, kalau di sinilah tempat terakhir keberadaannya. Sebelum menghilang, tertelan oleh laut dalam.

Sekali lagi. Dia menghirup napas, merasakan angin bumi, yang sebentar lagi dia tinggalkan. Setidaknya ingin mengambil napas dalam-dalam, sebelum merasakan dinginnya lautan. Kepalanya mengadah, melihat hamparan bintang kecil, dengan bulan penuh, berbentuk bulat sempurna sebagai pusatnya. Bulat. Seperti tekadnya. Seperti keyakinannya. Untuk segera pergi meninggalkan dunia.

Gracie. Gadis itu mulai melangkah maju, berlari menuju ombak yang kian meninggi, bagai sudah siap menyambut kedatangannya. Kaki mulusnya menapaki hamparan pasir, melawan arah angin yang berlawanan dengannya.

Sedikit lagi.

Dia hanya butuh berlari sedikit lagi.

“Cantik!!!!!”

Deg!

Suara lantang itu menginstrupsi. Terdengar sempurna di rungunya. Membuat langkah pastinya terhenti. Meluluh-lantahkan keinginan dan keyakinannya untuk menerjang ombak, datang pada penguasa laut, menyerahkan diri.

Suaranya kian mendekat, namun Gracie tidak cukup berani untuk menengok ke belakang. Dia takut kecewa. Kecewa karena suara itu bukan dari orang yang selama ini diharapkan. Orang yang selalu ditunggu kepulangannya.

Dunia, Semesta,
Berhenti ya, main-mainnya?








“Gracie Talassha Cantik!”








***

Kalau ada kata yang menggambarkan lebih dari bahagia. Biarkan kata itu yang mengatakannya. Sebuah pertemuan kembali setelah berpikir maut sudah memisahkan keduanya.

Tapi Tuhan masih memberi kesempatan, membiarkan dua manusia-Nya untuk melanjutkan kisah mereka lebih lama lagi. Lebih panjang lagi.

Kini Gracie dan Jeno berdiri berhadapan. Gracie tampak elegan memakai gaun putih, dengan tundung yang menutupi kepala, juga wajahnya. Sedangkan Jeno tampak menawan dengan setelan jas hitam dan putihnya. Lalu perlahan, tangan kekar milik laki-laki itu membuka tudung Gracie, menyingkap wajah cantik itu yang sedari tadi tertutup. Mendekatkan badan, kemudian mengecup kening wanitanya.

Tidak lama, terdengar riuhnya tepuk tangan, diikuti suara sorakan para tamu. Turut bahagia, dan memeriahkan hubungan dua insan yang kini resmi menjadi pasangan suami istri. Keduanya saling menautkan tangan, dengan cincin di jemari masing-masing. Sebagai tanda, keduanya sudah saling menautkan hidup antara satu dengan yang lain.

Cantik, i love you still, and i always will.” ujar Jeno dengan suara pelan, namun masih terdengar jelas oleh Gracie.

Pernyataan tiba-tiba dari sang lelaki tidak bisa membuat wanitanya menahan senyum. Dengan malu-malu, Gracie membalas. “Jeno, thank you for your unending love.”

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

❝ We are not a happy ending,
We are a never ending ❞

❝ We are not a happy ending, We are a never ending ❞

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Our Happy Ending | Jeno-Karina ( ✔ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang