19. FRIEND TO LOVER

125 28 10
                                    

I want your feelings
Mine will never change
I'm gonna say it
I don't want another day to pass

I can see you coming, coming
I'm already burning, burning
How about turning, turning
From a friend to lover?

Friend to Lover - Standing Egg

***

Gracie.

Di salah satu kafe tidak jauh dari sekolah. Gracie melepas penat di sana setelah menyelesaikan Ujian Sekolah dan Ujian Praktik. Dan tentu saja dia tidak datang seorang diri. Ada manusia lainnya yang agaknya sangat betah berada di dekatnya.

Jeno Kenziero.

Laki-laki itu mengambil posisi duduk tepat di hadapannya sambil membawa dua gelas americano dan dua sandwich tuna. “kok Cantik doyan Americano? Kan rasanya pahit kayak kehidupan.” celetuk Jeno. Menyebut namanya dengan sebutan Cantik. Awalnya Gracie merasa risih. Namun laki-laki itu terlalu keras kepala dan berakhir sang empunya nama yang mengalah.

“ya karena enak. Lo sendiri? Lo kan juga suka Americano.”

Jeno mengerjap beberapa kali. Lalu menggelengkan kepala kecil. “gue nggak suka Americano. Sukanya Gracie Talassha Cantik.”

As always.

Telinga sensitif Gracie semakin lama semakin terbiasa mendengar kata-kata mengerikan dari mulut Jeno. Penuh kekosongan. Tanpa makna. Hanya sekedar guyonan semata. Namun terkadang cukup menggelitik perut.

“gimana SNMPTN?” tanya Gracie. Mengalihkan pembicaraan. Lebih tepatnya memang ingin menanyakan terkait kelanjutan pendidikan.

“keterima, di Universitas Indonesia. Tapi gue nggak mau, gue mau di Universitas lain.”

Gracie memasang raut wajah bingung. Penuh tanda tanya. “emangnya lo mau kuliah di mana?” tanya Gracie. Kebingungan karena bisa-bisanya Jeno menolak kesempatan emas yang dirinya sendiri gagal untuk mendapatkannya.

University of Oxford, Inggris. Jurusan kedokteran mereka bagus. Gue juga incer beasiswa penuh biar nggak dipungut biaya.”

Inggris, katanya.

“lo mau ninggalin gue?”

Jeno diam membisu. Membuang mukanya, memandang ke arah lain. Tidak menatap Gracie seperti yang biasa laki-laki itu lakukan. “Jeno Kenziero.” ujar Gracie. Menyebut nama manusia tampan itu dengan lengkap.

“nggak mau. Tapi itu keinginan ayah. Gue mau bikin bangga, walaupun ayah udah keburu pergi.”

Melihat air wajah Jeno yang kian lama tampak sedih membuat Gracie merasa bersalah karena sifat egois sesaat tadi. “maaf. Gue nggak bermaksud gitu. Gue cuma merasa belum siap lo pergi buat waktu yang lama. Sesuatu yang biasanya selalu ada, terus tiba-tiba nggak ada. Hari gue pasti jadi kosong banget.”

Jeno mengulas senyum. Tangannya terulur, mencubit pelan pipi mulus Gracie. “kan bisa teleponan. Lagian gue perginya masih lama. Cantik bisa siap-siap juga dari sekarang.”

Perihal perpisahan. Gue nggak mau. Gue nggak siap. Atau bahkan nggak akan pernah bisa siap.

Rasanya Gracie ingin mengutarakan itu, tapi sulit. Lidahnya kelu. Dirinya juga tidak ingin menghalangi Jeno untuk pergi. Menjelajah dunia luar dan menggapai mimpi yang ada di atas langit sana. Akhirnya dia hanya bisa mengatakan. “good luck. May your dream come true.”

thanks. You too.”

***

Jeno.

Tangan kekar laki-laki itu mengusap surai hitam Gracie yang tengah menaruh kepala di paha miliknya. Gadis itu menutup kedua mata cantiknya. Namun tidak tertidur.

“Cantik...” panggil Jeno. Memecah keheningan di antara keduanya yang tengah berada di atas ranjang Jeno dengan hembusan semilir angin dari jendela terbuka.

“hmmm?”

“lo deket sama Jeremy?”

Gracie membuka matanya. Bertatapan langsung dengan mata tajam Jeno. Lalu menggeleng. Menggesek-gesek kepalanya di atas paha laki-laki itu. “nggak. Gue kan deketnya sama lo.”

Perkataan Gracie membuat Jeno terkekeh pelan. “kalo gue sama Jeremy ngajakin nikah, Cantik bakal milih siapa?” tanya Jeno. Melemparkan pertanyaan yang terdengar tidak masuk akal.

“emangnya kalian berdua pengen ngajak gue nikah?” Gracie balik melemparkan pertanyaan.

“seandainya aja sih. Tapi gue juga ada rencana kok buat ngajak lo nikah ehehehe.”

Ujaran Jeno barusan hanya diberi respon kekehan. Tawaan renyah dari Gracie. Mungkin dianggap sebagai lelucon atau candaan. Tapi kemudian dia mengambil tangan gadis itu. Lalu mengusapkannya pada pipi.

Cantik. To the moon and back, i will love you more than that.”

Cup.

Jeno mengecup punggung tangan mulus yang sedari tadi dia gesekkan pada pipinya. “You're special than love, you more precious than myself.
I don't wanna say we're just friends. That's not enough.

Gracie menatap matanya, sambil mengulas senyum tipis. Kemudian berkata. “Jen. How about turning? Turning from a friend to lover.

;; kaitorainer ;;

***

Thankew for reading <3

Have a great day all~

Next Chapter; 20. PAPA

Our Happy Ending | Jeno-Karina ( ✔ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang