PtL (11)

745 103 3
                                    

Selama ini hubunganku dengan ibu selayaknya hubungan anak dan orangtua pada umumnya.

Aku tipikal orang yang terbuka. Namun tak jarang aku memendam masalah yang kupikir bisa kuselesaikan seorang diri. Termasuk soal hubungan. Aku tidak seterbuka itu pada ibu.

Sejak ayahku meninggal saat usiaku delapan tahun, ibu mengurusku dan kak Min Young seorang diri. Membuka restoran dengan uang asuransi ayah, nyatanya dia bisa membuat kedua putrinya lulus sekolah mengenah atas.

Kak Min Young meneruskan pendidikan sampai S1 dan memilih untuk mengabdikan hidupnya sebagai tenaga pengajar. Sementara aku yang kala itu sedang berada dalam kondisi ekonomi keluarga yang cukup buruk, memutuskan untuk mencari kerja setelah lulus SMA.

Semasa sekolah aku menjalin hubungan beberapa kali, namun tidak pernah menceritakannya pada ibu. Sesekali ibu menggodaku, tapi juga bukan berarti dia memperbolehkanku.

Dengan alasan tugas kelompok, sekali aku pernah mengajak Taehyung ke rumah. Tentu saja aku tidak memperkenalkannya sebagai pacarku, melainkan sebagai teman sebangku. Dulu, saat aku masih menjalin hubungan dengannya di tingkat akhir SMA. Ibu tidak bertanya macam-macam dan tidak membahas apapun setelahnya. Aku juga demikian, tidak menjabarkan lebih detil soal Taehyung.

Jadi, setelah sekian tahun berlalu, aku cukup terkejut jika ibu masih mengingat sosoknya.

Aku tahu ibu tidak bermaksud buruk, dia hanya ingin mengingatkan tentang posisiku saat ini. Aku mengerti. Tapi untuk memberitahukan pada Jimin, kurasa nanti saja. Akan kupikirkan lagi.

Menghenyakkan diri seraya memberi senyum manis, rasanya aku sedang menghadapi Kim Taehyung dengan seragam SMA. Pandangan ibu dari balik konter dapur masih menggangguku. Sebisa mungkin aku mengabaikannya. Tidak mungkin aku mengusir Taehyung setelah menyanggupi untuk mentraktir.

"Kau tidak makan juga?" tanya Taehyung.

"Sudah."

Senyum Taehyung miring. "Lalu kau disini untuk menyaksikanku makan? Apa ada kamera tersembunyi di sekitar sini?"

Aku tidak bisa menahan tawa. Aku hampir melupakan pandangan pengunjung di sekitarku. Cepat-cepat kulambaikan tangan di depan wajah sambil berusaha menahan tawa.

"Tidak ada. Sungguh. Makanlah. Aku akan temani."

Sedikit segan, itu yang kutangkap dari gelagat Taehyung yang tengah mengamati menu makanan di hadapannya. Mencebikkan bibir, pemuda itu lantas mengangkat sumpit dan mulai untuk mencicipi. Ada gumam nikmat saat ia mencicipi tumis dagingnya.

"Bagaimana ini bisa seenak ini? Masakan ibumu tidak pernah berubah, ya?" komentarnya.

"Tentu saja. Ini dibuat dengan resep rahasia dan hari ini kuberikan gratis untukmu." gurauku.

"Kalau begitu aku akan membayar mahal untuk ini lain kali."

Lain kali?

Kapan itu?

Akan ada rencana apalagi kedepannya? Debar jantungku tak dapat di bohongi saat merespon kalimat Taehyung. Aku ingin membuatnya berhenti membuatku berhalusinasi lebuh jauh lagi. Benakku tidak sanggup. Ragaku pantang melakukannya. Kendati aku terus memikirkan posisiku, tapi pikiran iblis telah menguasai kewarasanku.

"Bagaimana makanannya?"

Agaknya, ibu sungguh-sungguh mencemaskanku. Di tengah ramainya pengunjung, ibu menyempatkan diri meninggalkan posnya. Tentu saja bukan untuk menyambut tamu tak di undang ini. Melainkan, ia memiliki maksud lain. Aku tahu itu.

Taehyung tampak gelagapan ketika ibu tahu-tahu menimpali. Ia memutar tubuhnya sambil menutup mulut untuk mengunyah makanannya sampai habis sebelum ia membalas.

Permission to Love (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang