•
Untuk seseorang yang pernah merindukanku,
Yang sempat menyisipkan namaku dalam mimpimu,
Aku ucapkan terima kasih.•
Kebas. Sekujur tubuhku terasa kebas.
Keringat menghujani seluruh tubuh. Lengket. Basah. Namun panas.
Angin yang berasal dari balkon kamar yang sengaja dibiarkan terbuka seolah hanya melewatiku saja. Sementara tubuhku tak hentinya menerima segala bentuk sentuhan secara posesif.
Bukannya terpaksa. Namun hujaman dalam inti diriku seolah memiliki arti lain. Aku merasakan gairah yang membakar, namun juga merasakan sepenggal amarah yang berkobar.
Dua sesi dengan masing-masing durasi hampir duapuluh menit, aku mati-matian menguras oksigen di sekitarku. Rasanya seperti oksigen lenyap dari ruangan ini sebab kami mengurasnya dengan rakus sejak tadi.
Aku mengamati wajah Jimin dalam temaram. Satu-satunya sumber cahaya berasal dari balkon hanya menjatuhi satu sisi ranjang tempat kami bercinta. Wajahnya basah oleh keringat, terlihat lengket. Kedua matanya terpejam. Dan untuk beberapa waktu terakhir ia mulai dapat bernapas secara teratur setelah pelepasan keduanya.
Kuusap pipi priaku dengan ibu jari yang sama sekali tidak membuatnya terusik. Hembusan napasnya yang lembut menyapu ujung bulu mataku.
Untuk beberapa alasan, aku suka memandangi wajah Jimin saat terpejam. Terlihat amat damai dan seolah membalikkan fakta tentang sosok Park Jimin si Bos Onlineshoping yang gila kerja. Dia akan terlihat bijaksana, kritis, dan berwibawa jika sudah mengenakan jas kebanggaanya dan berjalan penuh aura mengagumkan.
Tetapi ketika ia hanya memakai kaos oblong dan celana olahraga diatas lutut, atau hanya dengan telanjang bulat seperti ini, sekejab ia akan berubah menjadi bayi besarku.
Seperti saat ini. Entah kapan terakhir kali kami bercinta dengan double atau triple round. Biasanya kami hanya melakukan satu sesi dengan banyak gaya dan ritme yang memang sengaja di perlama guna penikmatan. Tidak jarang kami juga bercinta secara dadakan di dapur atau ruang tengah. Aku pernah berpikir untuk bercinta di ruang kerjanya tapi sayangnya dia akan berubah menjadi pohon anti badai saat sedang menghadap laptop dan mengenakan kacamata. Alis berkerut, mata bak elang, serta gesturnya saat bekerja membuatku ingin menariknya di bawahku.
Dalam keheningan malam, aku terus memperhatikan wajah Jimin. Seraut wajahnya kini seolah hanya berupa garis tipis yang dengan suka rela membentuk bingkai untuk mata, hidung, serta bibir bervolum. Sungguh, aku tidak mengerti lagi bagaimana devinisi menawan untuk di ungkapkan. Tetiba aku teringat masalalu.
Masa dimana kami hanya dua orang asing yang tidak sengaja bertemu beberapa kalo di suatu tempat random yang bahkan tidak pernah terduga sebelumnya seperti; kereta api bawah tanah, kafe, pusat perbelanjaan, sampai toserba dimana akhirnya kami memutuskan untuk saling mengenal.
Lucunya, jika dia sudah menjadi seorang CEO kala itu, kenapa urutannya acak sekali? Maksudku, tempat pertemuan kami yang tidak lazim. Sedang apa seorang CEO mengantri untuk naik kereta bawah tanah? Atau kenapa dia bisa sampai kehujanan dan berteduh di toserba sembari memakan ramen instan?
Kala aku tengah sibuk berkutat dengan pikiranku sendiri, mata Jimin terbuka. Manik matanya bersinar dalam minimnya cahaya.
"Sayang, boleh aku tanya sesuatu?" ungkapku dengan suara sedikit serak.
Jimin tak bersuara. Aku yakin tenggorokannya terlalu kering untuk mengeluarkan suara. Jadi ia hanya menatapku intens sebagai ganti persetujuan atas permintaanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Permission to Love (21+)
RomansaApa arti masa lalu bagimu? Sesuatu yang memberikan bekas luka pada hati dan enggan untuk di sembuhkan. Atau sesuatu yang membuatmu bahagia sampai tiap lembar kenangan usang itu masih tersimpan rapi dalam relung hati? Masa Lalu memiliki arti tersendi...