24. Kebenaran yang disembunyikan

18 5 0
                                    

Happy reading ♥

***

Kayla berjalan cepat melewati beberapa koridor, mengabaikan seluruh tatapan aneh yang dilayangkan beberapa murid. Ia hanya ingin sendiri, karena sekarang Rafa tengah mengejarnya entah untuk apa.

"Kayla, tunggu!!"

Tak mau mendengar, Kayla malah lebih mempercepat langkahnya. Tapi secepat apapun kakinya berjalan, Rafa masih bisa menghadangnya seperti sekarang.

"Kayla!!"

Gadis itu menunduk tak mau melihat wajah Rafa. Ia tengah menahan air matanya yang hendak turun saat kembali mengingat bagaimana perlakuan lelaki itu akhir-akhir kemarin.

"Lihat aku!!" Rafa mengangkat dagu Kayla agar gadis itu menatapnya.

"Apa?!" Tanyanya, "Kamu mau apa lagi? Mau bentak aku lagi?! Silahkan!!"

"Bukan gitu, Kay. Aku cuman pengen minta maaf soal perlakuan aku kemarin," jelasnya.

Nafas gadis itu kian memburu, entah karena kesal atau marah. Kayla sungguh tak ingin bertemu Rafa untuk sekarang.

"Kamu gak salah," ucapnya.

"Aku minta maaf kemarin bentak kamu, aku gak sengaja. Aku mohon jangan hindarin aku kayak begini,"

Mendengar ucapan Rafa membuat kekesalan Kayla kian membara, gadis itu menatap Rafa dengan nyalang dan tajam. "Kamu bilang gak sengaja? Come on, Rafa! Aku gak sebodoh itu."

"Bukan gitu maksud aku, Kay."

"Terus kemarin buat apa kamu datangin aku waktu di rumah sakit? Maksud kamu apa? Mau nolongin aku? Kamu seneng 'kan lihat aku terlihat lemah di depan semua orang?!" Tuduhnya beruntut.

Rafa terdiam saat Kayla menanyakan hal itu padanya. Jujur, dalam hatinya tidak pernah sekali pun ia menginginkan Kayla marah seperti ini, apalagi padanya.

"Kenapa diem? Kamu buntutin aku 'kan?!"

Lagi-lagi lelaki itu terdiam, tak tahu harus menjawab apa. "Kamu tuh kenapa, sih?!"

"Aku?" Tanya Rafa menunjuk dirinya sendiri.

"Sifat kamu tuh gampang berubah banget, Rafa! Padahal dulu kamu gak pernah begini,"

"Aku gak berubah, Kayla."

"Terus kemarin apa?! Kesurupan?!" Tanyanya sarkas.

"Kalian!!" Sebuah suara seketika membuat perdebatan mereka teralihkan. Dari sana terlihat sosok ketua Osis yang berjalan kearah mereka.

"Gak denger bel masuk udah bunyi?" Tanya Rayn sinis. "Bukannya masuk kelas, malah pacaran lagi. Sekarang ikut gue!"

***

Sial. Sungguh hari ini adalah hari paling sial dalam hidup Kayla. Setelah menghabiskan waktu untuk berdebat dengan Rafa, sekarang ia harus membersihkan kamar mandi bersama lelaki itu.

Mengapa ia harus dipersatukan dengan orang yang saat ini ingin dirinya hindari? Ternyata benar bahwa keinginan kita tidak akan selamanya terpenuhi.

Kayla yang tengah mengepel lantai dengan sengaja melakukannya secara kasar. Ia melakukannya untuk menumpahkan semua kekesalannya pada cowok di sampingnya yang kini malah berdiri sambil melipat kedua tangannya dan memperhatikannya.

"Pelan-pelan dong, sayang." Ucapnya.

Kayla mendengus kesal, "Jangan komentar kalau gak mau bantu! Udah kerjaannya jadi mandor, banyak komplen lagi!"

"Jangan galak-galak dong, kamu makin cantik soalnya."

Mendengar perkataan Rafa yang berlebihan itu membuat Kayla berlagak seperti ingin muntah. Ia tidak pernah sekali pun mendengar lelaki itu mengatakan hal yang menjijikan seperti itu.

"Jijik," ucapnya.

"Beneran, kamu tuh kalau lagi ngambek emang tambah cantik. Makannya aku harus pintar ngendaliin diri."

Kayla menghentikan kegiatannya dan menatap Rafa datar, "Masih mau ngomong? Aku bersihin muka kamu."

"Jangan dong, nanti ketampanan aku bisa bertambah."

Oh tidak. Mengapa hari ini Rafa begitu percaya diri? Sepertinya beberapa hari terakhir ini urat malunya sudah putus. Bahkan lelaki itu tidak malu meminta maaf padanya setelah melakukan kesalahan yang cukup fatal.

"PD boros!"

"Biarin,"

"Terserah."

Kayla memutar bola matanya malas, ia kembali mengepel lantai kamar mandi dengan peluh yang mulai bercucuran di dahinya.

"Biar aku aja, kamu istirahat dulu."

Rafa mengambil alih alat pel di tangan Kayla dan menatap gadis itu, "Sana beli minum."

"Fine! "

***

Rafa menyandarkan diri diatas kursi kayu dekat toilet. Ia menatap Kayla yang kini tengah tertidur dengan posisi tak nyaman di sampingnya. Dengan inisiatifnya, Rafa membawa kepala gadis itu untuk menjadikan pahanya sebagai bantalan.

Lelaki itu mengambil alih botol minum yang berada dalam genggaman Kayla. Terlihat air di dalamnya hanya tersisa setengah lagi, dan Rafa memilih untuk meneguknya hingga habis.

Setelah selesai, tangannya beralih mengusap kepala Kayla dengan lembut. Membelai setiap inci wajah cantik itu, dan mengecup keningnya.

Kayla terlihat begitu tenang dalam tidurnya, gadis itu bagai sebuah kertas kosong tanpa coretan apapun. Tapi jika ia membuka mata, semua orang akan mengetahui jika hidupnya sangat berat.

Tekanan masa lalu itu membuat kesehatan mental Kayla sedikit terganggu. Tapi Rafa sangat mengerti akan trauma yang dialami gadis itu. Karena itulah dirinya selalu ingin berada di samping Kayla dan menemaninya.

"Aku yakin kamu bakal sedih saat mendengar kebenarannya. Aku gak mau lihat kamu sedih, tapi aku juga gak punya hak buat sembunyiin ini dari kamu."

"Aku harap kamu bakal menerima semua yang terjadi," gumam Rafa.

***

See you!!!

GARIS TAK BERUJUNG ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang