30. Selesai

58 5 0
                                    

Happy reading ♥

***

Kayla menatap gundukan tanah di hadapannya. Setelah satu bulan kepergiannya, penghuni rumah termasuk mama nya baru memberi tahunya jika lelaki itu telah pergi.

Ingatannya kembali memutar kejadian satu bulan yang lalu. Dimana lelaki itu datang ke rumah dan meminta maaf kepadanya dengan wajah pucat ketara.

Sayang, belum sempat Kayla menerima permintaan maafnya, belum sempat dirinya menyembuhkan traumanya, lelaki itu telah pergi menghadap Tuhan.

Air matanya kini telah meluncur membasahi pipinya yang putih bersih. Diletakkannya bunga mawar diatas makam seraya mengusap nisan itu dengan senyuman mirisnya.

"Pa, maafin Kayla, ya? Kayla baru tau kalau papa udah gak ada. Mama baru ngasih tau aku kemarin, jadi Kayla baru bisa datang sekarang." Kayla merasakan sesak perlahan mulai mengisi seluruh dadanya mengingat dirinya belum sempat bertemu dengan sang Ayah.

"Maafin juga, Kayla belum sempat menerima permintaan maaf papa. Tapi sekarang, walaupun udah terlambat, Kayla udah maafin papa sepenuhnya. Sekarang gak ada lagi orang yang nyakitin papa disana, semoga papa tenang, ya?" Lirihnya.

"Kayla," sebuah suara yang familiar memanggil namanya dengan begitu lembut, bahkan selembut sutra.

Kayla menatap lelaki itu, sedetik kemudian senyum terukir di bibirnya. "Hai."

"Kita pulang, ya? Udah sore," ajak Rafa seraya mengulurkan tangannya ke hadapan gadisnya.

Menerima uluran tangan itu, Kayla bangkit dengan dibantu Rafa. Sebelum benar-benar pergi, sekali lagi ia menatap nisan itu, "Pa, Kayla pergi dulu, ya?"

Keduanya berjalan keluar dari area pemakaman yang hening. Kayla tak berniat membuka suaranya karena pikirannya masih tertuju pada Adi.

Sebuah perasaan lega menghinggapi hatinya. Ternyata benar, setelah mengikhlaskan semua yang terjadi pada kita, hidup akan lebih tenang bagai air yang menggenang.

Kayla tahu, mengikhlaskan segalanya bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Dirinya harus bergelut dengan perasaan marah yang tak mau mengalah. Jangankan untuk melupakan, mengikhlaskan saja sangat sulit untuknya.

Tapi setelah mengikhlaskan, ia merasa semua yang hilang dalam hidupnya telah kembali dalam genggamannya. Kekosongan yang selama ini menemaninya telah terisi oleh orang-orang yang menyayanginya.

***

"Tante!!" Kayla berhambur dalam dekapan Rani yang sudah lama ia rindukan. Dekapan yang menghangatkan, menenangkan dan memabukkan.

"Sayang, tante kangen banget."

Pilihan Rafa tepat sekali untuk membawa Kayla ke rumahnya. Ia tahu, gadis itu merindukan Ibunya. Begitu juga Rani yang berkali-kali menyuruhnya untuk membawa Kayla ke rumah.

"Tante, papa..." Perkataan Kayla seakan tercekat di tenggorokannya, "Udah meninggal."

Dengan selembut angin, Rani mengusap punggung Kayla dan mencium keningnya. "Kamu kuat, sayang. Tante yakin kamu pasti bisa melewati semuanya."

Air matanya mengalir di pelupuk mata Kayla yang masih menyembunyikan wajahnya dalam dekapan Rani. Jujur, ia sungguh tak ingin melepaskan pelukannya jika bukan karena wanita itu yang melepaskannya.

"Waktu denger kamu mau kesini, tante udah masak banyak banget. Kita makan dulu, ya?" Ajak Rani tersenyum dibalas anggukan mantap oleh Kayla.

Mereka berjalan menuju ruang makan, Rani dengan lincah mengisi piring kosong dengan nasi dan teman-temannya untuk Kayla. "Makasih tante."

GARIS TAK BERUJUNG ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang