Chapter I : Le Début d'une Fin

312 29 0
                                    

Siang itu Sang Permaisuri sedang menikmati tehnya di dalam ruang kerjanya di Menara. Para murid penyihir diliburkan hari itu dan Menara ditutup untuk sementara, jadi hanya ada dirinya di dalam Menara. Saat dirinya merasa bosan berada di dalam Istana terus menerus, Menara adalah tempat pelarian yang sempurna baginya. Paling tidak di Menara, dia memiliki otoritas tertinggi dan Raja tidak bisa ikut campur dalam urusan Menara.

Belum habis cangkir pertamanya, seseorang mengetuk pintu ruang kerjanya. Hal itu tentu saja merusak suasana hatinya. Tapi dia memang sedang menanti kedatangan seseorang yang dia kirim sebagai mata-mata untuk mengawasi Istana Putra Mahkota. Jadi dia mengizinkan orang itu masuk dengan membuka pintu itu menggunakan sihirnya.

Pintu terbuka lebar, memperlihatkan seorang wanita yang mengenakan tudung kepala yang membuat wajahnya tak terlihat jelas. Tapi Sang Permaisuri sudah tahu siapa orang itu. Itu adalah mata-mata yang dia kirimkan ke Istana Putra Mahkota. Dayang Putri Mahkota, Jane.

Wanita itu berlutut di hadapan Sang Permaisuri. "Saya menghadap Yang Mulia Permaisuri Selena."

"Silahkan bicara." Kata Selena tanpa benar-benar memperhatikan.

"Saya mendengar berita yang menarik pagi ini, Yang Mulia." Kata Jane.

"Apa yang lebih menarik dari berita kematian Putra Mahkota kesayangan kita semua?" Tanya Selena sambil tersenyum memperhatikan cangkir tehnya. Pengumuman terkait berita kematian Putra Mahkota semalam membuatnya sangat gembira sehingga dia merasa yakin tidak ada hal yang dapat merubah kegembiraannya hari itu.

"Yang Mulia Putri Mahkota sepertinya sedang mengandung bayi laki-laki."

Mendengar itu, cangkir teh yang sedang dipandanginya mendadak pecah berkeping-keping. "Apa? Bayi laki-laki?" Selena tampak histeris. "Kupikir selama ini mereka hanya berpura-pura dekat di hadapan umum. Tapi mereka punya bayi sebelum resmi menikah?"

Saat semuanya tampak berjalan dengan lancar bagi Selena, saat rencana yang sudah disusunnya selama bertahun-tahun ini hampir sepenuhnya terwujud, berita tentang kemungkinan adanya bayi laki-laki yang sedang dikandung oleh Putri Mahkota seolah meruntuhkan semuanya.

"Benar, Yang Mulia. Begitulah yang saya dengar." Kata wanita itu, tampak tenang saat mengatakannya meski Selena di hadapannya tampak siap meruntuhkan seisi Menara kapan saja.

Selena berdiri dari tempat duduknya dan menghirup napas panjang serta menghembuskannya perlahan. Belakangan ini cara tersebut selalu efektif untuk mengatur emosinya yang selalu meluap-luap. Putra keduanya lah yang mengajarkan cara mengatur emosinya. "Baiklah. Kau boleh pergi." Kata Selena.

Wanita itu membungkuk rendah sebelum pergi meninggalkan ruangan itu.

"Argus!" Panggil Selena. Suaranya menggema ke seluruh Menara.

"Saya menghadap Yang Mul-"

Kata-katanya langsung terhenti saat teko teh yang tadinya ada di meja Sang Permaisuri dilemparkan ke arah pria yang baru datang itu. Tapi tentu saja Sang Permaisuri tidak berniat mengenainya, jadi teko teh itu menghantam pintu masuk dan hancur. Hal itu berhasil membuat Argus, yang sedang menggunakan sihir transformasi menjadi Jendral Orthion, tampak terkejut dan tidak berani berkata-kata. Dia tahu suasana hati Sang Permaisuri sedang tidak baik.

"Apa ini! Kau bilang budak itu sudah merayu Putri Mahkota. Tapi kenapa aku mendengar berita yang tidak ingin kudengar?" Sang Permaisuri meluapkan amarahnya. Matanya melotot seperti hampir keluar saat menatap Argus.

Argus berlutut. "Maafkan saya, Yang Mulia. Saya juga tidak tahu akan-"

"Cukup! Aku tidak ingin mendengar permintaan maafmu. Bawa budak itu ke sini!"

The Rose of The SouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang