Chapter X : Arc et Des Flèches

177 18 0
                                    

Anna terbangun keesokan harinya karena mencium aroma yang menggiurkan. Rusa bakar. Dia tidak ingat kapan tepatnya dia benar-benar tertidur semalam, tapi dia ingat merasakan sakit di kakinya hingga tertidur. Rasa sakit itu tidak berkurang pagi ini, tapi dia sudah mulai terbiasa. Bersahabat dengan rasa sakit tidak seburuk itu.

Anna berbaring menatap bagian dalam tenda mereka sambil menyiapkan diri untuk kembali berpura-pura baik-baik saja, berpura-pura kakinya tidak sakit, berpura-pura hatinya tidak sakit setiap melihat Leon, atau pun berpura-pura dirinya tidak mengingat masa lalu yang menjungkirbalikkan hatinya setiap melihat Xavier. Tapi kemudian terdengar sebuah suara dari luar tenda.

"Yang Mulia, apakah kau sudah bangun?"

Itu suara Leon. Anna ingin segera bangun dan keluar menyambutnya, tapi rasa sakit di kakinya menyulitkan semua itu.

"Sudah." Jawab Anna.

"Boleh aku masuk?"

"Masuklah, Leon."

Leon membuka tirai tenda dan membawa masuk udara pagi membekukan dari luar. "Selamat pagi, Yang Mulia. Sarapan pagi ini adalah-"

"Rusa bakar." Jawab Anna langsung, sambil mencoba untuk duduk. Leon segera menghampirinya untuk membantunya agar dapat duduk tanpa menggerakkan kakinya yang masih terluka. "Aku dapat mencium aromanya. Kau yang membuatnya? Tidak mungkin kan?"

Leon tertawa, membuat jantung Anna hampir melompat keluar. "Kau meremehkan kemampuanku, Yang Mulia. Louis sempat mengajariku caranya sebelum pergi tadi pagi-pagi sekali." Leon duduk di samping Anna dan memeriksa lukanya. "Bagaimana kondisimu pagi ini?"

"Sudah jauh lebih baik."

"Kau tahu kan, aku bisa tahu jika kau berbohong. Aku akan menanyakannya pada Xavier."

Anna menghela napas. Dia baru ingat kalau Xavier juga bisa merasakan rasa sakitnya dan akan memberi tahu Leon jika dia berbohong. Anna berpikir untuk mulai membuat kesepakatan rahasia dengan Xavier agar pria itu tidak memberi tahu siapa pun terkait apa yang dia rasakan. Tapi Anna sendiri ragu Xavier akan menyetujuinya.

"Aku mulai terbiasa dengan rasa sakitnya. Kurasa akan jauh lebih baik setelah kita makan." Kata Anna.

Leon tersenyum mendengarnya. "Ayo, kita sarapan."

Di luar tenda, Ratu Isabella dan Xavier sedang menyiapkan daging rusa yang sudah dibakar untuk dimakan bersama.

"Saya baru tahu Baginda Ratu bisa memanah sebaik itu." Kata Xavier.

"Semua wanita di keluargaku adalah pemanah yang handal. Untunglah kalian punya busur panah ini. Jadi aku bisa memakainya. Untuk selanjutnya, biar aku saja yang berburu."

"Aku meminta Leon membelikan busur itu untuk kugunakan. Tapi aku sendiri belum mahir memanah."

"Kau pemanah terburuk, Putriku." Ratu Isabella membeberkan fakta. "Leon, kau ingat apa yang terjadi saat dia mulai belajar memanah untuk pertama kali?"

"Ibu, jangan mulai lagi-"

"Yang Mulia Putri hampir membunuh delegasi dari Orient yang sedang berkunjung ke Istana."

Xavier tampak terkejut. "Bagaimana bisa?"

"Dia lewat dalam jarak pandangku saat aku sedang berusaha membidik apel. Bukan salahku."

Leon mengangguk sambil menahan senyum, "Tentu saja. Yang salah adalah angin yang tiba-tiba berhembus atau anak panah yang tidak menuruti perintah Yang Mulia. Tentu saja, Yang Mulai Putri tidak salah apa pun. Anak panah itu harusnya dihukum mati karena menentang kehendak Yang Mulia."

The Rose of The SouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang