Chapter VI : Nouvelles Choquantes

197 18 0
                                    


Naga Api Agung membawa Anna terbang jauh dari tebing itu. Saat melihat ke bawah, Anna dapat melihat hamparan luas pepohonan yang tertutup salju. Semua daratan di Nordhalbinsel adalah salju putih bersih. Dan semua perairan seperti danau dan sungainya beku membentuk hamparan es yang memantulkan sinar matahari menyilaukan, hampir membutakan. Anna melihat pemandangan keseluruhan Nordhalbinsel di bawah kakinya. Kerajaan yang besar itu, Kerajaan yang telah mengambil alih Kerajaannya itu, tampak kecil jika dia melihatnya dari atas sana. Nordhalbinsel tampak seperti kapas kecil yang putih dan bersinar terkena pantulan sinar matahari.

Naga Api Agung membawanya jauh ke atas ke puncak sebuah gunung yang sangat tinggi. Saking tingginya gunung itu, puncaknya tak dapat dilihat karena tertutup oleh awan. Mereka terbang terus tinggi hingga melewati—menghindari—kumpulan awan hingga akhirnya puncak gunung itu terlihat. Naga Api Agung mendarat di puncak gunung itu dan menurunkan Anna.

Anna mundur beberapa langkah untuk melihat sosok di hadapannya. Naga itu masih sama seperti yang terakhir kali Anna lihat. Tapi kali ini tidak ada bekas luka satu pun di tubuhnya. Naga itu memandangi Anna dengan matanya yang semerah kobaran api. Untuk beberapa saat tidak ada satu pun yang bergerak atau pun bicara. Hingga akhirnya Anna memutuskan untuk menyentuh Naga Api Agung. Kulitnya yang tebal dan bersisik terasa hangat. Tidak membakar, tapi hangat. Anna yang kedinginan berada di puncak gunung tertinggi di Nordhalbinsel itu, mendekat ke arah Sang Naga untuk menghangatkan diri. Tapi Naga itu mendengus kesal mengeluarkan kepulan asap yang hangat. Anna tidak bisa menahan senyumannya karena Naga itu, seberapa kesalnya pun dia sekarang, membuat tubuhnya lebih hangat.

“Aku akan sangat berterima kasih kalau kau mengizinkanku untuk lebih dekat denganmu. Di atas sini terlalu dingin. Aku bisa mati membeku.” Ucap Anna sambil menggigil.

Tapi Naga itu mundur beberapa langkah. Saat Anna mendekatinya lagi, Naga itu mundur kembali beberapa langkah. Hingga akhirnya Anna menyerah. Anna hanya berdiri diam menatap Naga itu dari jarak yang cukup jauh.

"Kalau begitu, ayo bicara Xavier."

Cahaya yang sangat terang bersinar di sekitar Sang Naga. Tak lama kemudian, sosok Naga itu hilang digantikan dengan Xavier.

“Itu tadi sangat berbahaya! Kenapa kau sampai senekat itu?” Kata Xavier. Napasnya terengah. Dia masih terkejut dengan aksi Anna tadi. “Jantungku rasanya hampir berhenti berdetak.”

"Jadi aku benar selama ini. Kau adalah Naga Api Agung." Kata Anna, masih memperhatikan Xavier dengan takjub. "Matamu... merah." Warna mata Xavier masih belum kembali menjadi Emerald, masih semerah api. Persis seperti yang ada di ingatan Anna.

Xavier memejamkan matanya, menghindari tatapan Anna dan berusaha mengatur napasnya serta ritme detak jantungnya. Agak sulit karena Anna masih menatapnya. Dia mengerjap beberapa kali setelah napasnya kembali teratur, mata Emerald nya kembali meski jantungnya masih berdetak lebih kencang dari biasanya. Tapi Xavier sudah terbiasa akan hal itu.

"Kalau begitu, aku..." Anna berhenti sesaat, tidak yakin apakah dia harus mengatakannya atau tidak. Ini agak memalukan jika dugaannya salah. Tapi Anna yakin dia tidak salah. Dia jelas mengingatnya. "Aku adalah Ratu Agung Zhera. Benar kan?

“Sejak kapan kau mulai tahu?" Tanya Xavier sebisa mungkin menghindari tatapan Anna.

"Tahu tentang apa? Bahwa kau adalah Naga Api Agung atau bahwa aku adalah Ratu Agung Zhera?"

"Dua-duanya."

"Belakangan ini aku selalu bermimpi tentang mereka—tentang kita di masa lalu." Koreksi Anna. "Aku juga mengingat hal-hal yang seharusnya tidak dapat aku ingat. Kenangan dari masa seribu tahun yang lalu. Itu sangat aneh... Tapi aku tahu semua kenangan itu adalah milikku."

The Rose of The SouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang