4. Elang Yang Misterius

1K 224 43
                                    

Hai, Deers,  jangan lupa vote n komennya yak.

💕Happy Reading💕

Jangan menilai orang dari penampilan luarnya. 

Sepertinya ungkapan itu benar adanya. Aku selama ini menganggap Mas Elang adalah lelaki yang alim. Tapi entah kenapa, ada berjuta misteri yang aku tak tahu.

Apakah keputusanku sudah benar saat ingin menikahinya? Tapi, sekarang aku tak bisa berpikir lagi. Rasa sejuk di mulut menjalarkan panas di tubuh dan membekukan otakku hingga aku hanya bisa pasrah dalam rengkuhannya.

Semua sensasi terasa asing, saat bibir bawahku mendapat lumatan kecil. Sensasi yang membuat aku mabuk dan terlena. 

Namun, aku mendorong dada Mas Elang hingga pagutan bibir kami terurai.

"Dhes?"

"Sori. Aku … takut." Wajahku memerah karena panas akibat kecupan Mas Elang.

"Takut kenapa?" Mas Elang mengernyitkan alis.

"I-itu …" Aku menggigit bibir bawah seraya membuang muka. "ciuman pertamaku."

Mas Elang hanya mengerjap, lalu mengulum senyum sembari mengacak rambutku yang dicepol atas. "Berarti aku dapat ciuman pertamamu?"

Aku mengerucutkan bibir hingga maju beberapa centimeter ke depan, sambil mengerling. Ish, senyuman itu selalu bikin hatiku meleleh seperti es krim di dalam gelas plastik itu.

"Tenang. Aku nggak akan gegabah kali ini."

Seketika aku mengernyit. "Apa maksudnya, Mas?"

"Enggak." Lagi-lagi gigi taring menonjol di bagian kanan itu menyembul kala bibirnya tertarik. "Aku pulang, ya?" 

Mas Elang lalu bangkit. "Nggak usah nganter. Langsung kunci pintu. Oke?"

Aku masih duduk, menatap tubuh yang semakin terlihat menjulang saat berdiri. Aku heran kenapa dia begitu perhatian, tapi tak ada kata cinta yang pernah terucap dari bibirnya.

Namun, aku tak merisaukannya lagi. Keputusanku sudah bulat untuk menikahinya, karena kupikir Yangkung dan Yangti pasti akan memilihkan lelaki terbaik untukku.

***
Tak terasa pernikahan kami akan dilangsungkan dua minggu lagi. Aku sangat sibuk menyiapkan semua sendiri bersama Mama dan ibu Mas Elang yang selalu membantu. 

Seperti hari ini, Mas Elang bersama Ibu dan Mama sudah ada di rumah, untuk mengecek undangan yang akan dikirim.

"Dhes, ada dua undangan yang tersisa satu. Ini buat siapa?" tanya Mama padaku.

"Ah, aku mau mengundang sahabatku," ujarku saat memilah undangan yang bisa dikirim langsung atau dengan pos.

"Salwa?" tanya Mama lagi. 

Aku mengangguk. 

"Salwa?" Mas Elang mengerutkan alis.

"Iya. Teman baikku. Lama nggak bisa dikontak sejak lima tahun lalu. Rumahnya dulu di sebelah. Tapi sejak ayahnya bangkrut dan meninggal, rumah itu dijual. Salwa lalu merantau ke Jakarta buat cari kerja karena harus melunasi utang ayahnya. Kasihan … padahal dia pinter. Kami akselerasi barengan loh," kataku panjang lebar.

Mas Elang tampak memperhatikan ceritaku seperti biasa. Namun, kali ini entah kenapa wajahnya memucat.

"Mas Elang sakit?" tanyaku mendapati Mas Elang yang tiba-tiba mengelap wajahnya dengan sapu tangan dari saku celana.

"Nggak." Suara serak itu bergetar. "Dia yang dibilang Yangti sahabat kamu yang hilang?"

Kembali aku mengangguk. "Dia sahabat terbaikku. Anaknya alim banget. Halus pula."

My Husband's ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang