9. Kejutan Lain

1.5K 246 15
                                    

Hai, Deers, aku up Gandhes n Mas Elang lagi. Buat yang penasaran lanjutannya, silakan mampir di Karyakarsa. Udah sampe part 23. Semoga kalian terhibur. Jangan lupa vote dan komen. Makasih ya😘

💕💕💕

Hatiku seperti diremas-remas. Ingin rasanya aku menggigit kuku untuk menyalurkan rasa kecewa yang berkecamuk di dada. Dengan tangan bergetar, aku berjongkok pelan. Kepala yang menunduk, menyembunyikan ekspresi kusut dengan wajah yang menguap ronanya serta mata yang berkaca. 

Dalam hati aku berseru pada diriku agar tetap memancang nalar. Apakah aku harus lari ke gereja untuk mengurus anulasi, dan menyerahkan berkas perceraian ke pengadilan agar tak lagi terluka? 

Ah, lagi-lagi sisi diriku yang selalu ingin tampil sempurna di depan orang, memberontak! Aku tidak ingin terlihat mengenaskan karena menjadi janda kembang setelah satu malam menikah.

Aku menggigit bibir untuk menghindari isakan. Tanganku yang bergetar merambat ke seluruh tubuh. Pandanganku mengabur kala mengambil satu persatu pecahan mangkok yang berserak, hingga tak sengaja ujung runcing kaca menggores permukaan jari. 

Tidak ada suara rintihan yang mengalun dari mulutku. Semua tertelan kembali begitu tiba di ujung lidah. Aku hanya mengerutkan hidung. Rasa perih di jariku tak bisa menandingi batin yang ngilu bagai tercabik sembilu.

Cairan merah menetes dari ujung jempolku. Kini bulir bening yang kutahan pun ikut gugur membasahi lantai keramik dapur.

"Dhes, tanganmu luka." Suara serak Mas Elang mengagetkanku. Aku tersentak karena tidak menyadari Mas Elang telah berjongkok di depanku.

Tangan besar itu meraih tangan berjari bengkokku, dan menghisapnya. Sensasi basah itu semakin membuatkan terperanjat. Saat aku mendongak, lelaki itu tengah memandangku. Intens … 

Dengan penglihatan yang buram karena air yang menggenangi bola mata, aku berusaha menyelisik mata beriris hitam kelam yang memberi tatapan setajam burung elang yang mengincar mangsa.

Apa arti tatapan itu? 

Aku berusaha menarik tanganku, tapi Mas Elang tak membiarkannya. Tangan kiri besarnya cukup menangkup kedua tanganku, sementara tangan kanannya terulur menyapu bulir bening di wajahku.

"Aku ngerti, ini mesti nggak mudah buat kamu. Tapi aku nggak bisa menghapus jejak Salwa gitu aja."

Suara serak itu justru mengobrak abrik hatiku. Meluluh lantakkan batin yang sedang aku bentengi agar tetap tegar. Namun, satu kalimat itu membuatku hanya menunduk hingga anak rambutku menjuntai karena sisi paling lemahku mencuat ke permukaan.

"Mas bilang ini nggak mudah? Ya, ini nggak mudah! Aku … aku … nyerah! Ini terlalu menyakitkan!"

"Gandhes! Kamu kenapa?" 

Mama yang datang tergopoh ketika mendengar suara mangkok yang jatuh itu lalu berlari dan berjongkok. Beliau ada di sampingku, dan seketika aku menarik tanganku. Namun, darah itu masih mengucur dan membuat mata Mama membulat lebar.

"Ma, tolong diobati Gandhes dulu ya? Saya bereskan pecahan mangkok ini." Entah apakah hanya perasaanku, tapi Mas Elang terdengar cemas.

"Iya. Ayo, Dhes!" Mama buru-buru menarik tanganku agar berdiri, tapi aku bergeming.

"Nggak usah repot-repot. Aku bisa sendiri." Aku menepis tanganku lalu bangkit melalui Mama yang melongo.

My Husband's ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang