بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Memiliki segala kemewahan dan gemerlap dunia tidak menjamin seseorang bahagia, karena kebahagiaan sejati hanya bisa dicapai apabila hidup kita dekat dengan Allah.
~Into Divine Love
Karya : Syahda Khairunnisa ~
♥♥♥
Hujan turun memang tidak deras. Tapi cukup membuat baju basah karena tanpa penghalang apapun naik motor. Bulan ini memang musim penghujan, jadi tidak heran jika air turun dari langit tanpa melihat kondisi. Aku memasukkan motor ke garasi sambil sesekali mengeringkan baju yang basah lalu masuk ke rumah. Ternyata Mama sudah berdiri di ambang pintu dengan berkacak pinggang. Sontak aku dibuat merinding.
"Sudah berapa kali Mama bilang kalo hujan itu jangan diterobos, jadi basah kuyup gini 'kan." Mama menarik telingaku, tidak kuat. Tapi aku pura-pura meringis.
"Aduh, ampun, Mama. Sakit ... telinga Alda bisa lepas ini," imbuhku seraya mencoba melepas tangan Mama dari telinga.
Mama melotot ke arahku. "Kalo kamu masuk angin terus sakit gimana? Siapa yang repot?" omelnya galak. Aku terkekeh melihat ekspresi wanita yang begitu kucinta ini.
"Mama dong yang repot," jawabku tanpa dosa. Sekonyong-konyong aku memeluk tubuh itu, kurasakan hangat menjalar ke seluruh tubuh. Kehangatan seorang ibu yang tidak akan pernah tergantikan.
"Paling bisa kamu, ya. Ya udah mandi terus ganti baju. Mama udah siapin sop hangat di meja," kata Mama melerai pelukan. Aku mencium pipinya tiba-tiba lalu berlari ke kamar. Kudengar teriakan Mama sedikit kesal karena pasti bajunya ikut basah. Aku terkikik dalam hati.
Setelah mandi dan shalat magrib, aku menuju meja makan. Mama sudah duduk manis di sana seraya menuangkan nasi. Aku menarik kursi dan duduk. Memperhatikan Mama yang begitu cekatan menyiapkan makanan.
Terkadang rasa sepi itu selalu menyelusup ke hati. Selalu menyimpan rindu yang teramat dalam pada sosok yang seharusnya mampu menemani Mama di sisa-sisa masa tua. Aku yakin. Mama selalu kesepian jika aku berangkat bekerja. Ya, walau waktu Mama hampir dua belas jam ada di toko kue. Tapi, Mama selalu pulang habis ashar atau kalau ramai pukul lima sore. Dan aku pulang selalu magrib atau sampai larut.
Itu mengapa sebisa mungkin aku selalu pulang cepat untuk menemani Mama. Mama wanita terhebat di dunia. Mampu berdiri sendiri tanpa sosok yang melindunginya. Mama juga bisa membesarkanku seorang diri. Tidak pernah sekalipun aku melihatnya menangis atau bahkan mengeluh. Ini alasan mengapa aku sangat mencintainya. Kebanyakan perempuan mengatakan kalau cinta pertama seorang anak wanita adalah Ayahnya, lain denganku. Mama adalah cinta pertama dan terakhirku.
"Lagi ngelamuni apa? Kerjaan?" Mama melambaikan tangan tepat di depan wajahku. Aku terkesiap dan seolah disadarkan ke dunia nyata.
"Ha? G-gak kok, Ma."
"Mama gak mau nikah lagi?" tanyaku ngawur. Ntah mengapa aku ingin menjadi Mama dan merasakan yang Mama rasakan. Bayangkan. Selama hampir dua puluh lima tahun sendiri tanpa pendamping. Pertanyaannya, alasan apa yang membuatnya tetap bertahan meski diguncang ombak karang?
Mama mendadak diam. Aku jadi merasa bersalah.
"Kalau Papa kamu adalah satu-satunya pria yang terbaik di dunia, lantas di mana lagi Mama akan menemukan pria yang sama?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Into Divine Love (END)
De TodoSpiritual | Romance Sekuel on novel Goresan Hati Cinta yang sesungguhnya adalah ketika hati menaruh harap sepenuhnya pada Sang Pencipta. Tanpa rasa berharap selain kepada-Nya. Sungguh-sungguh melabuhkan perasaan tanpa di ambang rasa bimbang. Ini ki...