Chapter 14 : Moving Out

795 134 19
                                    

hei, sorry for the delay. enjoy!

.

Tepat pukul sembilan pagi, Harry mendengar suara ketukan pintu. Dengan seketika ia menghentikan kegiatannya memilah barang, kemudian bergegas ke pintu depan untuk menyambut tamu yang kemarin malam menghubunginya dan mengatakan bahwa ia bersedia memberikan bantuan pada Harry.

"Morning, Hermione! Welcome!" sambut Harry begitu melihat Hermione di depan pintu masuknya. Wanita itu menggunakan gaun selutut berwarna biru muda dengan motif garis-garis putih di bagian roknya. Harry mempersilakan sahabatnya itu masuk ke dalam rumahnya.

"Pagi, Harry! Kau sudah sarapan?" tanya gadis itu begitu masuk. Ia mengayun-ayunkan sebuah kantong cokelat yang Harry yakini berisi makanan.

"Sejujurnya, belum. Aku kehabisan bahan makanan, dan terlalu malas memesan makanan," ucap Harry sambil menuntun sahabatnya untuk duduk di ruang makan. Ia membuka kulkas, kemudian memberikan sebuah jus dalam kemasan kepada Hermione.

"Kalau begitu, sebaiknya kita sarapan dulu sebelum membereskan tempat ini," sorak wanita itu kemudian mengeluarkan satu per satu makanan yang ada di dalam kantong yang ia bawa. Tidak terlalu banyak, hanya dua buah muffin berry, dua mangkuk kecil buah potong, serta dua botol susu yang iklannya sering Harry lihat di televisi.

Pria berkacamata itu kemudian mengambil kursi lainnya dan bergabung bersama sahabatnya. Hermione mendorong makanan milik Harry ke hadapannya, mempersilakan pria itu untuk memulai sarapannya. "Terima kasih, Mione!"

"Anytime! And Harry, I can't believe you got yourself a magnificent place like this!"

Harry mengulum senyumnya. "Thanks, Mione. But this place won't be mine start from tonight," ucap pria berkacamata itu.

Wanita itu mendengus sebal. "Harusnya kau jual tempat ini padaku saja. Tempatnya bagus, lokasinya strategis, dekat dengan kementerian juga."

Harry tertawa datar. Tidak ada humor sama sekali di tawa kering itu. "Kalau kau tinggal di sini, aku tidak akan pernah mau bertamu. Ku rasa."

Hermione menatap prihatin kepada sahabatnya. Sedangkan Harry yang sedang ditatap intens bertingkah seakan tidak terjadi apa-apa. Ia sibuk menikmati buah-buahan segar yang ada di hadapannya. Terdapat buah potongan buah kiwi, stroberi, serta apel hijau dalam mangkuk kecil itu.

"Kau tahu, Draco sangat suka makan apel hijau," ucap Harry tiba-tiba. Garpu yang sedang ia pegang ia tusukkan ke sepotong apel, kemudian ia memperhatikannya dengan saksama. Memutar-mutar garpu itu untuk melihat setiap sisinya.

Hermione hanya diam, tidak mengatakan dan melakukan apa-apa. Harry terlihat sangat kosong sekarang, dan itu menyakiti hatinya.

Harry memasukkan potongan apel hijau itu ke dalam mulutnya. Mengunyahnya secara perlahan beberapa kali, kemudian mendorong apel yang telah ia kunyah itu ke kerongkongannya.

Setelah ia selesai menelan, tiba-tiba saja kedua mata Harry terbelalak seakan ia baru saja memenangkan lotre. Tidak. Sebenarnya Harry terlihat seperti seseorang yang baru saja meninggalkan rumah dalam keadaan kompor menyala.

"Harry? Minum dulu," ucap Hermione panik sambil menyodorkan susu botolan yang ia beli kepada Harry. "Ada apa?"

Harry menatap ke arah kotak penyimpanan bubuk teh yang terletak di dekat oven. "Aku baru ingat sesuatu. Draco tidak suka teh dengan gula. Bagaimana jika nanti istrinya menyajikannya teh dengan gula?"

Wanita yang telah bertunangan itu menggeleng pelan kepalanya. Ia tidak percaya akan apa yang baru saja ia dengar. Bahkan setelah pria itu menyakiti sahabatnya, Harry masih sempat mengingat hal-hal kecil tentangnya. "Harry, dengar. Kalaupun nanti istrinya membuat teh dengan gula, ia sudah pasti akan mengatakan ia tidak suka teh dengan gula. Itu bukan hal yang harus kau pikirkan," ucap wanita itu menenangkan.

The Day We PromisedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang