Chapter 20 : Before You Go

1.3K 117 23
                                    

Suara gemuruh yang menggelegar memekakkan indra pendengaran Harry. Secara seksama, Harry berusaha mengenali tempat ia berada sekarang. Namun ia tidak tahu ini di mana, dan bagaimana ia bisa berada di tempat ini.

Secara perlahan Harry melangkahkan kedua kakinya keluar dari tempat ini. Hidungnya menangkap aroma lumpur yang pekat. Membuatnya semakin bertanya-tanya sedang berada di mana ia saat ini.

Terus melangkahkan kedua kakinya, hingga Harry kini dapat melihat sebuah halaman luas. Sepertinya sekarang sudah sore. Namun cuaca sedang sangat mendung. Matahari seakan telah pulang kembali ke peraduan sebelum gilirannya berakhir. Langit juga sangat gelap seakan semua orang melempar botol tinta mereka ke langit. Tak hanya itu saja, angin juga bertiup amat kencang membuat jubah yang ia kenakan berkibar secara dramatis.

Harry benar-benar tidak dapat menebak sedang berada di mana ia sekarang. Tempat ini terasa asing sekaligus tidak asing. Tidak ada kubangan lumpur yang terlihat, namun aromanya tercium sangat jelas. Mungkin aroma lumpur dari tempat lain terbawa oleh angin.

Ia berusaha mengingat tempat ini. Harry berbalik kemudian menemukan sebuah bangunan di hadapannya. Bangunan tempat ia berasal tadi terlihat besar dan megah, namun terkesan tidak diurus dengan baik. Jendela-jendelanya ditutupi oleh sulur-sulur tanaman. Seolah menjadi penghalang agar sinar apa pun tidak dapat menembus ke dalam.

Saat kembali berbalik, ia dikejutkan dengan kehadiran beberapa orang yang berdiri berjajar. Lebih tepatnya, lima orang berdiri kaku menghadap ke arah Harry. Ia amat mengenali orang-orang yang berdiri tanpa ekspresi itu. Namun, ia sangat heran bagaimana bisa mereka berada di hadapannya, mengingat sudah sangat lama sekali ia tidak bertemu dengan mereka.

Di tengah-tengah terdapat sosok Dumbledore yang mengenakan jubah biru muda yang sering ia kenakan. Janggutnya dikucir menggunakan sebuah kuciran dengan dua lonceng kecil yang digerakkan oleh angin sehingga menghasilkan suara gemerincing yang seakan menghipnotis.

Di kiri dan kanan Dumbledore kini berdiri dua orang yang belum pernah Harry temui, namun amat sangat ia kenali. Ayah dan Ibunya berdiri menatap tepat ke arahnya, namun tidak menampilkan ekspresi apa pun. Seperti ada kekosongan di balik mata itu. Keduanya terlihat pucat, dan kedinginan. Tidak satu pun di antara mereka yang mengenakan jubah, maupun pakaian hangat lainnya.

Di jajaran paling kanan, Fred Weasley berdiri dengan dua tangan tersembunyi di saku celana kiri dan kanan. Sangat sulit untuk tidak menyadari kehadiran surai merah yang terlihat lebih gelap itu. Jika biasanya wajah itu terlihat penuh keonaran, kali ini tidak ada satu pun kecerahan pada wajahnya. Seakan kepergian matahari ikut membawa pergi keusilan serta keonaran dari dirinya.

Dan yang terakhir, Cedric Diggory berdiri di paling ujung kiri. Tubuh tinggi itu terbalut oleh jubah yang sama dengan yang ia kenakan saat tantangan pertama Triwizard, melawan naga. Ia terlihat sedikit berkeringat, dan ada beberapa noda di wajah dan jubahnya. Harry juga menyadari bahwa sebuah telur emas sedang berada di gendongannya.

Dengan waspada, dan rasa penasaran yang memuncak dalam dirinya, Harry berjalan mendekati mereka. Lebih tepatnya, ia berjalan menuju satu-satunya wanita yang ada di hadapannya. Kedua bola mata ibunya yang berwarna serupa dengan miliknya terus bergerak mengikuti gerakan Harry. Namun tidak ada satu pun ekspresi yang muncul di wajahnya.

Bahkan saat Harry sudah berada kurang dari satu meter di depan ibunya, wanita itu masih tidak mengatakan apa pun seakan bibirnya terkunci dengan rapat. Masih dengan penuh kewaspadaan, Harry mengambil salah satu tangan ibunya. Itu terasa nyata dan juga hangat. Jadi kehadiran orang-orang di hadapannya bukanlah halusinasinya.

Langit semakin bergemuruh dan gelap. Rintik-rintik air juga mulai berjatuhan. Tidak hanya itu, kilatan petir juga mulai muncul dari langit gelap yang menggumpal di atas sana.

The Day We PromisedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang