Ketika Harry membuka matanya, Hector sudah tidak ada di sebelahnya. Namun, sisi tempat tidur yang hangat menandakan bahwa mereka tidur bersebelahan sepanjang malam.
Harry bangkit dari tidurnya, kemudian mendudukkan dirinya di tepi ranjang. Secara perlahan, benaknya mulai mereka ulang hal apa saja yang terjadi. Mereka tidak melakukan hal yang lebih, hanya berbagi kehangatan sambil memberi cumbuan kepada satu sama lain. Tidak ada yang lebih.
Harry merasa bersalah? Sedikit. Terlebih lagi melakukan hal ini pada orang yang ia tidak memiliki perasaan berlebih sama sekali, atau belum setidaknya.
Tapi Harry harus mengakui bahwa ia menyukai apa yang mereka lakukan tadi malam. Terlebih lagi, Hector mengizinkannya untuk memimpin permainan mereka. Meskipun begitu, apa yang terjadi hanya terasa seperti percikan api. Bukan seperti kobaran api yang biasa ia rasakan dan terima.
Mungkin saja, karena ia masih sedikit memikirkan hal yang ia mimpikan sebelum bertamu tengah malam ke rumah ini.
Sibuk dengan pikirannya, hingga Harry tidak menyadari Hector yang sudah masuk ke dalam kamar. Ia masih mengenakan piyama yang sama dengan yang ia kenakan kemarin malam. Di kedua tangannya, terdapat dua mug berisi cairan yang masih mengepulkan asap hangat.
Aroma mint yang menguar membuat Harry tahu itu adalah teh kesukaannya, bukan teh melati yang diberikan Hector padanya tempo hari.
"Selamat pagi," ucap pria berlesung pipi itu kemudian menyerahkan salah satu gelas kepada Harry.
"Pagi," jawab Harry singkat, kemudian menyesap sedikit teh hangatnya.
"Bagaimana tidurmu semalam?" tanya Hector kemudian mengambil posisi duduk di sebelah Harry.
Harry meletakkan cangkirnya ke atas nakas. "Nyaman sekali, terima kasih, ya," ucap Harry sambil menatap lelah ke arah pria di sebelahnya.
Pria itu menangkap kelelahan pada kedua zamrud Harry. "Kau ingin menceritakan sesuatu? Mungkin?" tanya pria bersurai cokelat itu sedikit berbisik.
Harry menggeleng pelan. Kemudian tidak mengatakan apa pun. Sementara Hector, ia juga tidak memaksa Harry untuk bercerita.
Sedetik kemudian, Harry berubah pikiran. "Menurutmu, kalau mimpi buruk terasa sangat nyata, itu tandanya apa?" ucap Harry memecah kesunyian.
"Vivid Dreams?" tanya Hector memastikan.
Harry mengedikkan kedua bahunya. "Entahlah, semacam itu. Tapi terasa sangat nyata," ucap Harry. Ia takut berbagi cerita secara berlebihan, namun jika ia tidak bercerita mungkin pria di sampingnya tidak akan mengerti maksudnya.
Hector terlihat berpikir. "Aku sedang berusaha mencernanya, tapi sepertinya aku tetap tidak mengerti maksudmu," ucap Hector terdengar murung.
Harry memainkan jari telunjuknya, membentuk pola-pola abstrak pada sprei putih yang melekat di ranjang itu. "Aku mengalami mimpi buruk, yang terasa sangat nyata," ucap Harry mulai menceritakan. "Saking nyatanya, kutukan Cruciatus itu seperti benar-benar menghantamku, membuat seluruh tubuhku terasa nyeri," lanjut pria bermanik zamrud itu.
Hector diam mencerna ucapan Harry. "Sebenarnya aku tidak terlalu yakin. Tebakanku, rasa nyeri itu merupakan sugesti belaka," ujar pria itu menanggapi cerita Harry.
"Aku sudah sering mengalami mimpi buruk! Namun yang satu ini, terasa sangat nyata!" sentak Harry tiba-tiba. Emosinya tersulut entah datang dari mana. Dia tidak suka dengan jawaban Hector yang baginya terdengar seperti menganggap remeh apa yang ia rasakan.
Hector terlihat takut karena respons mendadak dari Harry. "Maaf, aku tidak tahu..." cicitnya terdengar menyesal.
Pemuda bersurai hitam itu mendadak menghela nafasnya kasar. Sudut matanya melirik ke arah Hector yang terlihat sedih, serba salah, dan tidak tahu harus melakukan apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Day We Promised
Fanfiction📗BOOK 2 of Day Series📗 [STARTED AT 21st of JULY, 2021] . . Air mata mulai mengalir keluar dari kelabunya, membasahi pipinya. Harry tidak akan tahu Draco menangis kalau tidak melihat wajah pria itu. Suaranya tidak bergetar sama sekali. Harry mengul...