Perasaan bahagia dan haru adalah bentuk perasaan yang seharusnya dirasakan saat seorang teman akan menikah. Namun tidak dengan Harry. Ia tidak merasa bahagia hari ini, ia murung. Amat murung.Mungkin karena Draco bukan seorang teman. Pria itu tidak pernah menjadi teman Harry sebelumnya. Dia lebih dari itu. Draco adalah orang asing yang datang lalu seketika mengambil peran utama dalam hidup Harry. Sebuah peran yang menemani tanpa menjadi teman. Seseorang yang mengasihi karena berperan menjadi kekasih. Atau lebih tepatnya, pernah berperan sebagai kekasih.
Selama hampir setengah jam, Harry menghabiskan waktunya hanya dengan menatap pantulan dirinya di cermin. Tangannya sibuk memainkan cincin pemberian Draco yang masih terkalung di lehernya. Meskipun sekarang ia sudah mengenakan setelan berwarna cokelat mudanya, mendadak ia sangat malas untuk menghadiri acara hari ini. Acara yang hanya akan semakin meremukkan dirinya.
"Kalau kau memang tidak siap, sebaiknya tidak usah hadir," ucap seseorang dari belakang Harry.
Harry berbalik dan menemukan Remus dan Sirius yang sudah dengan setelan berwarna biru tua mereka. Remus mengenakan dasi berwarna biru tua dengan motif bintik-bintik putih, sedangkan Sirius mengenakan dasi kupu-kupu dengan motif yang sama. Pada bagian kiri kerah jas mereka terpasang korsase berupa anyelir putih.
"Aku akan datang," ucap Harry berdiri dari duduknya. Ia berjalan mendekat ke arah keduanya. "Hector sudah dalam perjalanan ke sini."
Remus berjalan mendekat ke arah Harry, kemudian memakaikan dasi berwarna cokelat muda yang tergantung di kerah kemeja Harry tanpa menggunakan sihir. Setelah dasinya selesai, Sirius mengambil korsase anyelir putih Harry yang tergeletak di atas meja rias kemudian memasangkannya pada kerah jas Harry.
"Aku tahu kau sedang tidak baik-baik saja," ujar Sirius dengan tatapan sendu.
Harry lebih memilih untuk tidak menjawab. Tentu saja ia sedang merasa tidak baik-baik saja. Bahkan 'tidak baik-baik saja' terdengar lebih baik. Ia merasa seperti sebuah kertas penuh warna dan tulisan, namun diremukkan oleh orang lain kemudian dilempar ke ujung ruangan. Satu-satunya cara agar kertas itu terlihat rapi kembali adalah dengan membasahinya sehingga remukan itu akan menghilang, namun sekaligus menghancurkan kertas itu juga.
Remus mendaratkan telapak tangannya pada bahu Harry, kemudian meremas pelan bahunya. "Kami akan berangkat lebih dulu kalau begitu," ucapnya dengan senyum sendu, yang kemudian dibalas oleh Harry dengan anggukan pelan. Setelahnya ia beranjak dari hadapan Harry bersama dengan Sirius.
'Lihat sisi baiknya, setidaknya Draco bersanding dengan wanita yang sempurna,' ucap Harry di dalam hatinya. Upaya untuk merapikan kertas yang telah diremuk itu. Meskipun dapat dirapikan kembali, namun tetap memiliki bekas remukan. Ia harap ini bukan upaya merapikan kertas dengan cara membasahinya.
Sekitar dua puluh menit setelah kepergian Sirius dan Remus, terdengar suara ketukan di pintu depan. Dapat Harry pastikan itu adalah Hector yang kemarin malam mengajaknya untuk datang bersama.
"Kau benar-benar yakin akan menghadiri pernikahan mereka?" tanya Hector begitu dirinya masuk ke dalam rumah. Pria itu mengenakan setelan berwarna cokelat hanya saja sedikit lebih gelap dari Harry. Dasi kupu-kupu berwarna emas melengkapi penampilannya, dengan korsase gardenia terpasang di kerah kirinya.
Harry mengangguk pelan. "Kau orang keempat yang mengatakan itu hari ini," ucap Harry dengan sedikit nada candaan pada ucapannya.
"Memangnya siapa saja?" tanya Hector sambil mengikuti Harry ke ruang tengah.
"Hermione tadi pagi, lewat telepon. Kemudian Sirius dan Remus," ucap Harry kemudian mempersiapkan perapian. "Lagi pula menolak untuk hadir ke sebuah pesta setelah diundang adalah hal yang tidak baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Day We Promised
Fanfiction📗BOOK 2 of Day Series📗 [STARTED AT 21st of JULY, 2021] . . Air mata mulai mengalir keluar dari kelabunya, membasahi pipinya. Harry tidak akan tahu Draco menangis kalau tidak melihat wajah pria itu. Suaranya tidak bergetar sama sekali. Harry mengul...