1. Prolog

4.2K 237 134
                                    

Lima Orang Asing

———

Conflower Dirgantari, atau kerap disapa Flo. Gadis 16 tahun dengan stelan seragam putih abu itu memasuki sebuah toko bunga kecil di pinggir jalan. Hari ini Flo akan membeli bunga lili, untuk ulang tahun mendiang sang ibu.

Setelah menunggu buket bunga tersebut Flo segera membayar. Mematri langkah memasuki angkutan umum berwarna biru, walau cukup berdesakan di dalam angkutan itu Flo tidak mempermasalahkannya. Yang terpenting, ia sampai ke tempat tujuan dan tidak sampai ketahuan oleh orang-orang yang selalu mengaku sebagai keluarganya akhir-akhir ini. Bahkan berganti-ganti orang, siapa yang tidak akan takut coba. Sedangkan hal itu terjadi setiap Flo pulang sekolah.

Dimulai, dari empat hari yang lalu ....

"Hai, Flo, perkenalkan saya tante kamu, Tante Shella dan ini Om kamu, Om Ginanjar," dua manusia paruh baya namun masih terlihat awet muda itu tersenyum sumringah di hadapan Flo. Kedua mata mereka begitu bersinar seperti baru saja menemukan sesuatu milik mereka yang hilang.

"Benar, Flo, kami ke sini untuk menjemput kamu pulang." Flo melirik tangan besar yang menepuk bahunya.

Gadis itu tersenyum canggung sembari menggaruk kepalanya dengan satu jari. Berpikir lama sebab mungkin ada sesuatu yang sudah Flo lupakan. "Emm, maaf Om, Tante, saya rasa kalian salah orang. Soalnya seingat saya, saya nggak punya keluarga selain Ibu dan Almarhum Ayah, jadi—" Flo membenarkan tas gendong berwarna kuning miliknya, ia hendak pergi. "Jadi saya harus ..." Pelan Flo berjalan mundur, kedua tangannya memegang erat tali tas gendongnya. Berusaha melindungi diri dari modus penculik yang mengaku-ngaku sebagai keluarganya. "Kabur!!" Gadis itu berteriak sambil berlari terbirit-birit. Meninggalkan dua orang tadi yang lantas menurunkan kedua bahunya bersamaan.

Mereka kira Flo itu bodoh, Flo sudah tahu modus licik para penculik yang ingin menculik seorang anak yatim piatu. Mengaku keluarga, lalu dibawa kabur, nanti disuruh jadi pengemis dan lebih parahnya mungkin akan dijual sama om-om buaya darat. Ih, Flo bergidik ngeri memikirkanya.

"Neng, punten tiasa turun heula sakeudap? (Maaf, Neng, boleh turun dulu sebentar?" kata Pak supir. Kebetulan Flo duduk di kursi paling dekat pintu. Maka saat akan ada yang masuk, maka Flo harus turun memberi jalan.

"Muhun mangga, ka lebeut, Bu." Flo turun sembari mempersilakan seorang ibu bertubuh tambun dengan barang belanjaan di kedua tangannya.

"Nuhun, Geulis." Ibu tadi menyahut kemudian duduk.

Flo kembali masuk, pikirannya mulai berkelana pada memori tiga hari yang lalu. Kebetulan jarak tempuh menuju pemakaman menggunakan angkutan umum masih perlu waktu lima belas menit lagi. Jadi Flo masih mempunyai waktu untuk mengingat kejadian-kejadian aneh yang menimpanya akhir-akhir ini.

Dengan semangat empat-lima setelah bel pulang berbunyi, Flo segera berlari keluar kelas. Hari ini Flo baru saja menjalani ulangan dadakan, kepalanya hampir pecah karena rumus matematika. Oleh sebab itu, Flo butuh tidur untuk kembali membenarkan otaknya.

Namun, saat langkahnya tepat di depan gerbang. Flo tercengang dengan kehadiran dua insan yang memakai pakaian serba hitam. Kaca mata hitam, bahkan rambut mereka hitam legam. Keduanya menyender pada sisi pintu mobil Ferari.

Flo meneguk ludah, saat dua orang yang ia perhatikan lamat-lamat sudah beradu pandang dengannya.

"Cornflower!" Sang wanita tiba-tiba memanggil Flo sembari melambaikan tangan.

"Mampus, jangan-jangan mereka satu kelompok sama penculik kemarin. Ah, sial, apa sih mau mereka? Aku 'kan nggak cantik!" Flo menutup wajahnya dengan satu buku, ia mengambil langkah seribu berharap tidak tertangkap oleh mereka.

My Five Brother'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang