2. Cerita Para Pangeran

3.6K 194 147
                                    

Beberapa hari sebelumnya ....
————————

Gegap gempita SMA Bina Bangsa mengudara. Para siswi yang berada di lantai dua gedung sekolah melongokkan kepala mereka ke bawah. Apalagi yang berada di lantai satu, mereka langsung berpacu mendekati kerumunan yang mulai padat di sekitar pinggir lapangan.

Bukan, tentu saja bukan karena kedatangan para cogan yang selalu menjadi trending topic dunia sekolah, atau yang selalu menjadi perbincangan di sosial media. Apalagi seperti dunia drama tentang para pemuda tampan sedang berjalan dengan gerakan slow motion di lorong sekolah, cahaya berpendar mengikuti setiap langkah mereka. Menuai pesona tidak main-main, buat siapapun yang melihat langsung jatuh cinta tak keruan.

Melainkan ini tentang dua orang, si cowok bad boy tapi ganteng bak pangeran negeri dongeng yang saat ini sedang di hukum oleh kakaknya sendiri di tengah-tengah lapangan, di bawah terik matahari. Dan sang kakak berwajah dingin yang sarat kepemimpinan itu sedang mengibarkan bendera perang.

Sedang yang ditatap intimidasi sedari tadi hanya berwajah santai. Matanya menengok kanan dan kiri, sembari menggerakkan bibirnya karena ngilu habis kena pukul.

"Gue nggak suka jadi perhatian orang." Si ketua OSIS, yang paling disegani se-antero sekolah mulai membuka suara. "Jadi kita mulai keintinya aja."

"Lo nggak suka jadi perhatian, tapi kenapa lo masih posisi-in diri lo sendiri di dunia yang sama sekali nggak lo suka? Lo tahu, 'kan? Gelar lo ini, udah jelas ambil perhatian semua orang." Jenggala Dirgantara, namanya terukir di name tag yang terapit di saku kanan seragamnya. Ia melipat tangan di dada, menantang si lawan bicara yang mulai mengeraskan wajah.

"Gue nggak ada waktu buat debat sama lo. Jadi kita tentuin hukumannya aja sekarang," ujar si ketua OSIS tak ingin terpengaruh.

"Apa adanya apa susahnya?" tapi Jenggala tidak ingin menyerah begitu saja. Laki-laki itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, ia mengangkat dagunya tinggi. Menantang sikap si lawan bicara yang  tidak merespons maksud perkataannya.

"Jangan sok pengen jadi pahlawan dengan berusaha benerin sikap beberapa warga sekolah yang selalu lo anggap biang masalah, toh, kehadiran lo sama sekali nggak ngaruh apa-apa," lanjut Jenggala, tidak tanggung-tanggung dengan ucapannya. "Karena gue sendiri masih sama."

Si ketua OSIS berdecih sinis. "Lo udah pernah denger ungkapan kalau nggak tahu apa-apa mending diem, 'kan? Gue males debat sama suara gong-gongan anjing." Ia menepuk bahu Jenggala, tersenyum sinis meremehkan. Menahan emosi yang sudah menggunung, sehingga tangan yang hendak terkepal itu ia sembunyikan dalam sikap biasa saja.

Tiba-tiba Jenggala tertawa, dalam satu detik tatapan membunuhnya langsung berubah drastis. Drama saling baku hantam yang ditunggu para penonton sepertinya tidak akan pernah terjadi. Sebab saudara sepupu itu malah saling melempar tawa. Entah pembicaraan apa yang terjadi di antara mereka tetapi, hal itu berhasil membuat kerumunan perlahan bubar, satu per satu para siswa dan siswi di lantai satu maupun dua langsung pergi memasuki kelas, ditambah bel pelajaran pertama sudah berbunyi.

Bugh!

Satu pukulan menimpa tepat di rahang si ketua OSIS. Dan ulahnya tentu saja adalah Jenggala. Lapangan kosong sebab para murid sudah berhambur memasuki kelas, disusul para guru setelahnya. Sekolah pun kini sepi, menyisakan mereka berdua di tengah-tengah lapangan megah SMA Bina Bangsa.

"Mau sampe kapan lo ngebuktiin diri lo sendiri kalau lo bisa tanpa kita, hah?!" Jenggala menarik kerah si ketua OSIS yang terjatuh. "Lo pikir dengan ngelakuin semuanya sendiri lo bakal menangin tujuan kita gitu? Satu orang lemah lawan manusia batu nggak akan pernah menang!"

My Five Brother'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang