48. Rahasia Masa Lalu

479 42 5
                                    

Hai, aku datang lagi. 👋
Selamat membaca dan semoga suka. 🍀💙

Usai bel sekolah berbunyi, para murid kelas XII IPS 1 segera membereskan peralatan belajar mereka. Bu Nia yang sudah selesai menjelaskan pun langsung menginterupsi kegiatan untuk presentasi kelompok minggu depan. Sebagian mengeluh dan sebagian lagi sudah siap dengan beberapa bahasan materi.

"Hari ini gimana?" Salah seorang siswi yang duduk di samping Sahna mulai berdiskusi dengan anggota kelompoknya. Gadis berkaca mata itu pun turut nimbrung mengikuti rencana kerja kelompok yang terdiri dari lima orang tersebut.

"Boleh, hari ini gue bisa kok." Cantika kembali membuka buku paket akuntansi yang menjadi bahan materi presentasi mereka.

Sahna juga sama, membuka tiap lembar buku tersebut meskipun hari ini ia tampak pendiam sampai Cantika pun sedikit penasaran. Karena gadis yang biasa cukup banyak bicara itu hari ini terlihat murung. Apalagi ketika salah seorang cowok yang duduk di kursi belakang itu berhasil menginterupsi pergerakan Sahna. Fokusnya langsung teralih pada cowok yang rambutnya sudah acak-acakan sebab baru bangun setelah tidur di sepanjang pelajaran Bu Nia. Keduanya tidak saling menyapa, bahkan Sahna membuang wajah ketika cowok tersebut menoleh ke arahnya.

"Lo sama Jenggala lagi ada masalah?" tanya Cantika kemudian, membuat atensi ketiga temannya yang lain teralihkan. Mungkin sama-sama memerhatikan dan penasaran sebab kedua sahabat yang biasa terlihat dekat itu tampak saling berjauhan.

"Apa ini ada hubungannya sama Rian? Dia larang lo deket sama Jenggala karena masalah berantem waktu itu?"

Sahna meringis pelan, terusik dengan pertanyaan Cantika yang sangat benar. Semenjak ia berpacaran dengan Rian, ia tak lagi mempunyai waktu sekedar bercengkrama singkat dengan Jenggala. Dan pembicaraan panjang terakhir mereka, ketika menyelesaikan hukuman di gudang sekolah.

"Gue ...." Napas Sahna tiba-tiba saja tercekat, tenggorokannya sakit sebab membicarakan perihal Jenggala adalah perkara yang sensitif. Hatinya berdenyut nyeri karena jarak sudah menjadi dinding tertinggi yang menghalangi sedikit kebahagiaannya. Iya, Jenggala adalah bagian dari bahagianya ketika cerita dalam hidupnya hanya terisi oleh luka. Yang sudah terbenam lama setelah sang ibu tak lagi sehat seperti sedia kala.

"Haha, kalian kenapa jadi kepo gini, sih?" Sahna mengibaskan tangan sambil tertawa kecil. Bahkan sudut matanya tak menyipit karena suara tawa itu terasa hambar.

"Nggak ada kok, kita baik-baik aja." Sahna memeriksa ponsel yang bergetar, terdapat pesan dari seseorang yang menyuruhnya segara datang ke parkiran. "Gue duluan ya, maaf banget gue gak bisa hari ini. Kalau besok gimana?" tanyanya sambil menutup buku paket lalu memeluknya. Menunggu jawaban teman satu kelompoknya.

"Oke, deh, hari ini gue juga baru inget mau ke rumah Nenek. Besok kan sodara gue mau tunangan," ujar salah seorang dari mereka.

Akhirnya kerja kelompok pun ditunda, apalagi mengingat waktunya pun masih satu minggu lagi.

***

"Kalian kenapa gak kasih tahu gue mau pergi sama Flo?" tanya Jenggala kesal, pada seseorang di sebrang panggilan. Ia baru diberitahu oleh adik laki-laki bungsunya kalau hari ini mereka sedang pergi ke pasar swalayan bersama Flo dan Arun.

"Sorry, Bang, kita lupa. Ini juga udah mau balik lagi kok. Disuruh sama Bang Fandra padahal tadinya kita mau ke Ancol," jawab Biru. Terdengar jelas cowok penyuka game itu sedang jengkel.

"Ngapain ke Ancol siang terik begini, kasian kali adik gue tar kepanasan. Bener tuh yang dibilang Fandra, cepet balik sana. Bilang sama Arun sekalian."

"Resek banget punya abang, gak suka apa adiknya seneng-seneng bentar. Itu tuh kalau udah ketularan kakek, terlalu posesif hidupnya!"

My Five Brother'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang