27. Kakek Itu Ayah Bunda

807 76 96
                                    

Vote, komen, dan bantu share, ya.
😘

Kalau feelnya sampai ke kalian. Silakan siapkan tisu, ya. Siapa tahu nanti tiba-tiba embun kristal di mata kalian terjatuh.

Selamat membaca ❤

——————

Setelah berhasil menghindari pertanyaan Rafandra, dan itu pun juga karena bantuan Om Ginanjar, Flo merasa lega sekali. Hal yang paling tidak bisa Flo jawab, tentu tidak ada jalan keluar selain harus mengakui bukan?

Flo paling tidak bisa berbohong. Pikirannya selalu blank ketika berada di situasi paling membingungkan.

Tapi bagaimana? Apa alasan yang harus Flo berikan atas sulitnya ia berusaha menerima keluarga, serta lima kehadiran laki-laki yang selalu ingin dekat dengannya. Layaknya kakak dan adik, tanpa ada dinding yang menjadi pembatas antara takut dan rasa percaya.

Dan itu semua terjadi, karena hari paling menakutkan dalam hidupnya.

"Cici!"

Gadis dengan dua rambut cepol di kepala itu berlari, mengejar teman se-bangkunya yang tak lantas berhenti melangkah. Padahal katanya hari ini mau mengerjakan kerja kelompok, tetapi Cici malah meninggalkanya di kelas tadi. Biasanya pun tidak begitu.

Bel pulang sekolah sudah berhenti berbunyi. Koridor sisi kanan dan kiri sekolah dekat parkir mulai penuh saat para murid SMP Anugrah berhamburan ke luar kelas. Flo berada di antara gerombolan murid itu, sahut menyahut saling berbicara di antara mereka. Hanya Flo saja yang sibuk memerhatikan sekitar mencari Cici.

"Itu dia, 'kan?"

"Kamu, beneran? Dia teh masih kelas delapan, lah kamu udah kelas sembilan. Masa atuh mau dirundung. Nanti kalau dia kenapa-kenapa gimana?"

"Udah, deh mending diem. Dia denger bisa kacau semua. Lagian siapa suruh bikin masalah."

Sebenarnya mungkin mereka tidak sadar, tetapi sungguh demi apapun Flo mendengarnya. Namun, Flo berusaha menepis pikiran buruknya. Bahkan ia yakin yang dimaksud Angelista si murid pindahan dari kota itu bukanlah dirinya. Meski pernah terlibat saling menjambak rambut karena insiden merebutkan Juna.

Padahal bukan Flo yang mulai, tapi dia yang duluan. Siapa suruh minta Flo jauhin Juna, memangnya dia siapa?

Bahkan Juna bilang, ia tidak suka dan merasa terganggu. Sebagai teman, bukankah Flo harus menolong?

Bruk!

Seseorang menabrak tubuhnya dari depan tepat setelah sampai di depan gerbang sekolah, otomatis tubuh Flo terdorong ke belakang. "Punten, A, jalannya bisa hati-hati, atuh," ujar Flo, sambil meraba bokongnya karena sakit mencium aspal.

"Aduh, punten pisan, gak sengaja. Ayo ku abdi dibantos." Siswa bongsor di usia SMP itu mengulurkan tangan.

Namun, Flo menolaknya. Ia tidak meraih tangan itu. Kemudian pergi lagi karena buru-buru. Melewati gang kecil yang merupakan jalan pintas ke rumah Cici.

"Sombong banget."

Langkah kaki Flo terhenti. Ada Angelista menghadang dari depan. Bahkan anehnya, Cici pun ada bersamanya. Wajah gadis itu tampak ketakutan, bahkan embun di matanya terlihat.

"Cici, kamu kok di situ?"

"Kenapa? Cici temen gue sekarang." Angelista menyeringai sambil merangkul bahu Cici.

"Apa? Kok gitu, Ci?" Flo tidak habis pikir, ia berharap Cici menyangkal. "Dia kan degil, Ci. Suka galak sama kita, ngapain temenan sama dia? Kata Bunda kita harus temenan sama orang yang bisa bawa pengaruh baik."

My Five Brother'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang