Hawa

1K 234 10
                                    

Wajah sembab. Mata merah dan bengkak. Hidung beler. Tak lupa rambut awul-awulan macem gembel adalah penampakan pertama yang ditangkap mata Obeng ketika sang empu apartemen membuka pintu di hadapannya.

"Gue nggak setuju sama keputusan lo," ujar Obeng langsung dengan mata menyorot tajam.

Rose mendengus, "Emang lo siapa? Ini hidup gue. Gue yang wajib nentuin apapun keputusan gue."

Obeng mengusap wajahnya dengan kedua tangan, kepalanya terasa mau pecah. Sehabis pulang ngampus, tak sempat cipika-cipiki dengan mamanya, Obeng langsung memutuskan pergi ke apartemen Rose yang kemungkinan lagi mewek-mewek berat.

Gitu aja nangis. Pisah pas nikah pingsan Bu?

Ya makanya cari pacar. Biar tau rasanya diselingkuhin.

"Goblok."

"Hmm. Bener. Gue goblok. Goblok karena masih betah sama sohib lo!"

Obeng terdiam. Mendesah lelah mendengar jawaban Rose. Padahal ucapan kotor itu ia lontarkan untuk ayam yang hampir saja tertabrak mobilnya karena menyeberang sembarang.

"Gue nggak ngatain lo."

"Katain aja nggak apa."

Obeng meliriknya sekilas, kemudian kembali menghela nafas.

"Yaudah. Lo goblok."

"Kok lo ngatain gue sih?? Lo nggak tau ya, rasanya tuh gimana! Rasa pas liat pacar lo bareng sama cew—"

"Ya katanya nggak papa kalo lo gue anggep gob—"

"Berhenti Beng. Gue lagi nggak bercanda."

Obeng mencibir dalam diam. Ia melirik ke arah Rose yang kini menatap ke luar jendela. Tak lupa gejala-gejala orang galau pun turut hadir di wajahnya, sampai membuat Obeng yang belum pernah pacaran pun meringis geli. Tapi setidaknya hati nuraninya masih berfungsi dengan baik sehingga saat melihat Rose sedih, hati nuraninya beralih dalam mode on.

"Ce, gue jabanin deh kalo lo minta mie sekardus! Tapiii, itu pun kalo praduga lo tentang Tian yang beneran selingkuh! Kalo nggak ya ... lo cuma dapet kardusnya aja, mie-nya nggak ada!" cetus Obeng dengan sedikit candaan.

" ... "

Obeng menghela nafas keras. Memutar stirnya ke kiri, menuju jalan yang biasanya ia lewati bersama Tian jika mereka berdua pergi ke Lembang.

"Kayaknya ada setan yang numpang di jok samping. Kok dari tadi diajak ngomong nggak nyahut-nyahut ya?? Rambutnya semrawut lagi! Bisa dong yang indigo kasih tau kuntilanak jenis apa ini??" Obeng kembali melempar guyonannya yang memang terdengar kriuk di telinga orang lain. Hanya saja ... lelaki itu hanya sulit untuk sadar diri.

"Apakah Om Bowo versi cewek?? Apakah tebakan Anda sekalian benar?? Survey! Membuktikan!!"

" ... "

"Ce, ngomong napa?? Tian belum tentu jalan sama cewek lain!" Obeng mulai mengerutkan alisnya kesal melihat Rose yang sedari tadi diam.

"Eh nggak deng! Tian jalan sama cewek! Tapi belum tentu mereka ada hubungan!" ralatnya dengan wajah bersalah.

Benar. Obeng selalu membawa hawa ke setiap orang yang berada dalam radius satu meter di dekatnya. Bukan hawa sedih maupun gembira. Melainkan hawa emosi tak terkira!

"Nah ... Ini rumahnya. Kalo ke sini gue jadi nostalgia ke jaman Belanda. Kereeen abiss! Gue yakin kalo lo nikah sama Tian bakalan—"

Obeng segera menutup mulutnya. Wajahnya berbuah panik melihat dua sejoli yang terlihat dari belakang tubuh Rose, sedangkan gadis itu menatap ke arahnya meminta penjelasan.

[✔] LongtempsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang