Suara desis daging terdengar, bersamaan dengan aroma yang begitu menggugah selera. Kegiatan pagi mereka terlaksana dengan lancar, sama seperti biasanya.
"Mah, nanti aku perginya sama Kak Ken? Tapi kok belum turun? Aerin lihat tadi Kakak masih teleponan sama perempuan loh Ma."
Rose melirik putrinya, kemudian tersenyum kecil.
"Panggil aja. Kakak sering lupa waktu."
Aerin mengangguk dengan semangat. Seolah-olah bahagia karena memiliki kesempatan untuk menganggu kakaknya.
"Pa, hati-hati kalo minum tehnya. Aku bangun kesiangan soalnya, jadi airnya baru masak." Rose menyerahkan segelas teh panas.
Tian langsung menerimanya saat dirasa gelas tersebut memiliki suhu tinggi. Seperti pagi biasanya, Tian akan duduk di meja makan paling ujung dan Rose akan duduk di sebelahnya. Berbincang sejenak sebelum sang kepala keluarga berangkat bekerja.
"Kemarin aku ke sekolah Aeri."
"Ada masalah?"
"Nggak sih. Cuman Aeri nunjukkin ketertarikannya di bidang atletik. Ada ekskul tambahan, gurunya minta pendapat kamu, kamu bolehin Aeri masuk apa enggak. Soalnya Aeri pengen banget masuk ke sana. Apa lagi akhir-akhir ini dia sering bawa topik itu. Aku nggak tega kalo nolak," jelas Rose.
Tian mengangguk singkat, "Biarin aja. Nanti aku urus."
"Okey."
"Aiken mana?" tanya Tian.
"Aeri baru manggil. Eh Pa, Aiken akhir-akhir ini deket sama cewek loh. Coba kamu tanya, aku tanya dia nggak jawab. Masih malu-malu anaknya," cerita Rose dengan wajah gemas.
"Beda banget dia tuh sama kamu kalo lagi kasmaran."
"Aikeen! Aeeri! Ayo sarapan! Mau jam setengah tujuh loh! Aiken juga! Nanti pacarannnya bisa dilanjut pas pulang sekolah!" Rose sedikit berteriak di bawah tangga.
"Iyaa Mama Bungaa!! Aechi mau tuyun kok!! Kak Ken yang nggak maaau!" Aeri turun dari tangga sembari tertawa. Di belakangnya Aiken turun dengan kaos kaki yang baru terpasang sebelah dan dasi yang masih longgar di lehernya.
"Ma. Aku nanti pulangnya agak telat. Mama bisa 'kan, jemput Aeri?" tanya Aiken sembari memakan roti isi daging.
"Mau ke mana emang?" tanya Rose sembari membuatkan bekal untuk suaminya.
"Ma, makan dulu."
Rose tertawa kecil, menepuk pelan bahu Tian saat suaminya berkata seperti itu. Selama beberapa tahun terakhir, Tian begitu memberi protect lebih untuk dirinya.
"Ken, kamu mau ke mana?"
Aiken menunjukkan wajah kaku. Jika Tian mulai unjuk tangan, itu berarti waktu untuk dirinya bungkam. Apapun ucapan papanya, adalah hal yang terbaik untuk keluarga mereka. Atau tidak, merujuk ke sesuatu yang positif.
"Anterin pulang Aeri ke rumah, setelah itu kamu bebas keluar," perintah Tian mutlak.
"Iya Pa," jawab Aiken pasrah. Sepertinya kali ini dirinya harus memundurkan jadwal waktu yang sudah ditentukan.
"Emang Kakak mau ke mana? Kasian tauk, Mama suruh jemput Aeri. Mama 'kan udah tua," celetuknya yang otomatis membuat Rose melotot.
"Mama udah punya anak dua! Nyatanya Mama nggak punya kerutan tuh! Aeri nggak boleh panggil Mama tua kalo Mama belum punya kerutan!"
"Mama galak deh. Tapi Aeri tetep sayang kok. Kalo bukan karena Mama, Aeri nggak bakalan lahir."
Rose menggerucutkan bibirnya gemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Longtemps
FanficHanya saja ... Rose merasa Bastian selalu tau di mana dirinya berada.