Hujan sepertinya akan turun. Tak lupa Rose segera menggunakan mantol di parkiran kampusnya. Motor matic siap membawanya ke tempat tujuan, yaitu rumah Lisa. Ena juga telah berjanji akan datang ke sana setelah pulang ngampus. Sayangnya ia dan Ena berbeda jadwal, sahabatnya itu akan pulang satu jam dari sekarang.
Cepat-cepat Rose kembali memakai helm-nya dan menguncinya. Tidak ingin dibuat risau saat di jalan ketika tiba-tiba helm-nya terasa mau terbang, kejadian serupa pernah terjadi, sehingga Rose tidak mau mengulanginya.
Matanya menyipit, menatap ke arah parkiran mobil yang tak jauh dari tempatnya. Kerutan di alisnya sedikit mereda dan ada rasa lega di dalam hatinya. Setidaknya ia bisa melihat Tian masuk kelas sama seperti biasanya.
Sejujurnya Rose tidak merasa biasa dengan penampilan lelaki itu. Biasanya Tian datang ke kampus dengan penampilan rapi. Tapi kini kemeja yang selalu halus kini telah tiada. Lelaki itu selalu datang dengan kemeja kusut dan rambut berantakan. Tak lupa kantung mata yang semakin menebal.
Namun sekarang dia bisa apa? Menegur pun sudah bukan menjadi aktivitas wajibnya. Rose benar-benar lepas dari lelaki itu dan memilih untuk menjauhinya agar pikirannya tidak tambah stres. Melihat Tian terkadang membuatnya ingat dengan permasalahannya.
Motor matic itu segera melaju dengan kecepatan sedang dan berhasil melewati gerbang kampus. Tak lupa kebiasaan Pak Satpam yang selalu menyapanya dengan sebutan yang kerap kali membuat Rose ingat arti namanya.
"Eh Neng Mawar. Pulangnya ati-ati ya Neng. Banyak buaya di jalan soalnya."
Rangkaian kata yang sama, yang dilayangkan di jam yang sama pula. Satpam itu terlalu aktif dan ramah. Orang yang benar-benar bekerja harus diapresiasi.
"Loh? Bapak sekarang ada temennya toh? Kukira monyet itu cuma mau nyolong gorengan Bapak. Ternyata sudah kenal lama."
Satpam itu terlihat gelagapan dan menoleh ke belakang. Sesaat kemudian baru berlari terbirit-birit menuju kursi kayu tempat di mana sepiring gorengan yang tengah dijadikan pusat perhatian oleh seekor monyet.
"Dasar ketheeeek!! Ganggu urip gua aje lu!!"
Rose tertawa pelan. Namun tawanya langsung luntur saat mobil Tian melesat melewatinya begitu saja. Entah kenapa body belakang mobil itu terlihat menarik di matanya hingga menjadi objek untuk Rose melamun.
"Neng! Neng geuliss!!"
"Eh iya Pak?" Rose tersentak saat satpam tersebut menepuk bahunya.
"Mau hujan atuh. Neng buru-buru pulang aja. Mumpung masih gerimis. Bapak cek di ramalan cuaca bakalan deres ini hujan."
Rose tersenyum. Ia mengangguk dan berterimakasih karena bapak satpam itu telah mengingatkannya. Benar, harusnya ia tidak memikirkan hal-hal yang mungkin sudah sewajarnya mulai ia lupakan.
.
.
.
.
.
Rose mematikan mesin motornya di pelataran depan rumah Lisa. Kerutan di antara kedua alisnya tercipta saat melihat sahabatnya yang sedang berjongkok di samping dinding dan terlihat menggambar sesuatu di dinding tersebut.
"Ngapain Lis?"
Lisa tersentak. Gadis itu mengusap dadanya dan melotot kesal. Hal itu mampu membuatnya heran, padahal suara mesin motornya tidak alus-alus amat. Masih bisa terdengar jelas oleh telinga. Tapi sahabatnya ini bahkan tidak mendengar suaranya?
"Semut di rumah lagi demo. Mama nggak mau dindingnya bau minyak tanah atau bensin. Jadi gue buletin aja semutnya pake kapur trus gue bunuh berjamaah pake alkohol." Lisa masih setia membuat lingkaran-lingkaran di dinding menggunakan kapur putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Longtemps
FanficHanya saja ... Rose merasa Bastian selalu tau di mana dirinya berada.