(3)The Place Character's

302 60 15
                                    

Matanya terbuka perlahan. Hal pertama yang Danin lihat setelah pandangannya jelas adalah jam dinding yang terletak di langit-langit kamar.

10.42 pagi.

"MAMPUS! GUE TELAT SEKOLAH!!"

Danin segera bangun, tapi kepalanya berdenyut sakit. Ingatan tentang tiga cowok itu tiba-tiba berputar di kepalanya. Berwisata seolah meneriaki telinga Danin hingga membuatnya tuli.

Tapi Danin baru saja bangun tidur, mungkin saja tiga cowok itu hanya mimpi. Iya, semua itu pasti hanya mimpi buruk. Bibir Danin melengkung lega, pandangannya berotasi pada benda-benda di sekitarnya. Tidak ada yang aneh, tempat ini benar adalah kamarnya. Tapi pintu itu.. kemana perginya?

"Udah bangun?"

Pergerakan Danin tercekat, napasnya berhenti sesaat. Suara itu.. terdengar familiar. Saking familiar nya Danin jadi takut untuk menolehkan kepala.

"Nyenyak gak tidurnya? Tadi malem lo tiba-tiba pingsan." Ael menyeruput mie terakhirnya kemudian bersendawa.

"Ah, mantap! Gue baru tau, ada mie yang rasanya seenak ini." cowok itu menaruh mangkuknya yang kosong di atas nakas, "besok-besok sediain stok yang banyak ya, dapur lo isinya cuma ada dua bungkus mie instan."

Danin bergidik, mencoba mengubur ingatannya. Mengingat semenyeramkan apa Ael kemarin, Danin jadi takut mengeluarkan suara.

Ngomong-ngomong, apa cowok itu tidak ingat kejadian tadi malam? Tentang seberapa gila nya dia sampai membuat pintu kamar Danin copot?

Jika benar seperti itu, tidak salah lagi sepertinya Ael memang benar adalah tokoh fiksi dari novel-nya. Kehilangan rasa bersalah, seolah yang dia lakukan sebelumnya tak pernah terjadi. Seperti memiliki kepribadian ganda. Itu yang Danin gambarkan di novel-nya.

Memecah keheningan, perut Danin berbunyi. Gadis itu mengerjap, dia menoleh sana-sini memastikan kalau itu bukan suara perutnya yang kelaparan.

"Momi lapar?" Ael kembali bertanya, tatapan cowok itu lembut tidak seperti sebelumnya. "Momi mau makan apa?" lanjutnya.

Danin membuang muka, dia malas membuka suara. Lebih tepatnya, masih tidak bisa menerima kenyataan kalau kejadian malam itu bukanlah mimpi. Sial. Tapi tunggu sebentar, tadi Ael memanggilnya apa? Momi? MOMI? MO-MI?

"Capek juga ya, ngomong sendiri." Ael duduk di tepi ranjang. Dia memiringkan kepalanya hingga bertatapan dengan Danin, "kenapa?" Ael menyeringai kecil.

Danin tersadar, kemudian spontan meneguk ludah, wajahnya kaku.

Ael tidak suka diabaikan. Tidak suka diabaikan. TIDAK SUKA DIABAIKAN.

"M-maaf, gue tadi ngelamun."

Ael tertawa, memundurkan wajahnya seperti semula. Cowok itu menunduk lalu menghela napas.

"Lo takut sama gue?"

Danin membeku. Jelas sekali dia takut.

Ael berdiri di depan Danin, tersenyum manis. Sangat manis. Sejenak membuat Danin lupa tentang seberapa menyeramkannya cowok ini.

"A-Ael?" Danin membuka suara, memainkan jarinya gugup.

Tentang Ael dan alur Novel tempatnya hidup, entah kenapa Danin sedikit merasa bersalah. Terlebih lagi pada Voza-sang protagonis yang mati dengan kocak di akhir cerita. Danin akui sejak awal dia memang tidak pernah memberikan kebahagian pada gadis itu, di mulai dari kondisinya yang berpenyakitan, keluarga angkatnya yang kejam, dan berbagai penderitaan lainnya.

"Kenapa?" Ael memandang Danin tanpa ekspresi.

"I'm sorry." Danin menunduk, tidak berani menatap Ael.

Ael terdiam, kemudian terkekeh samar. Dia menyentil dahi Danin. "Gue tiba-tiba pengen permen."

Jika diingat-ingat, Ael itu pencandu permen. Danin membuatnya terobsesi pada hal-hal manis.

"Lagsa sama Teo lagi keluar beli makanan." Ael menatap Danin lagi, "Momi mau makan apa? Biar gue telpon, suruh beliin. Sekalian gue mau nyuruh mereka borong semua jenis permen."

Danin menggeleng meski nyatanya lapar. "Gak usah."

Tapi tunggu, rasanya ada yang mengganjal.

"Teo sama Lagsa, keluar naik apa?"

"Motor." balas Ael cepat.

"Dapet dari mana? Perasaan gue gak ada motor? Dan mereka dapet uang dari mana? Lo bertiga bawa uang?"

Ael terbahak. "Kita gak bawa apa-apa kecuali seperangkat tubuh yang masih lengkap, so..."

Danin mengerutkan dahi. "Apa? Lo dapet motor dari mana? Uang dari mana? Setau gue, gue ini penulis termiskin di dunia. Kok bisa, sih?"

Ael terbahak sembari melangkah keluar.

"Oh iya, tadi ada cowok sok misterius dateng ke sini. Katanya, mau jemput Momi ke sekolah, tapi gue usir. Akhirnya, dia pergi dengan tangan kosong."

Gadis itu mengernyit bingung. Hanya ada satu orang yang selalu menjemputnya ke sekolah.

"M-maksudnya, Nath?" Danin membulatkan mata, "LO BERTIGA RAMPOK DIA?!"

***

Nath. Namanya hanya itu. Empat hurup, dan tidak lebih. Cowok super simple, yang tidak suka banyak omong.

Nath adalah teman sebangku, sekelas, sekaligus tetangga Danin. Mempunyai kewajiban mengantar dan menjemput gadis itu ke sekolah.

Wajahnya biasa saja, tapi yang namanya cowok pasti selalu terlampau percaya diri pada wajahnya yang disama-samakan dengan Aliando padahal nyatanya lebih pas dibilang mirip kera.

Nath itu tidak tampan, tidak jelek juga. Cowok yang tidak suka basi-basi dan membenci semua cewek yang selalu membuatnya susah.

Hobinya tidur di kelas, namun selalu menjadi sang rangking paralel di sekolah.

Disinisi oleh Danin, meski dirinya adalah satu-satunya manusia yang mau berteman dan berbaik hati pada gadis itu.

Nath sempat berpikir, seharusnya Danin membalas semua kebaikannya, bukan malah membenci dan selalu marah-marah padanya.

Yah, kejadian hari ini sudah cukup membuat cowok itu berhak memutuskan kehendaknya. Tepat pada saat dia berniat menjemput gadis itu untuk pergi ke sekolah dan yang muncul malah tiga cowok yang sepertinya cosplay jadi malaikat maut.

Bukan. Itu lebih cocok disebut preman.

Mereka... ketiga cowok asing itu merampas semua harta dan benda Nath.

Karena kejadian itu, Nath bersumpah. Mulai hari ini dia tidak akan mau lagi berurusan dengan gadis bernama Danin itu.

Iya.

Tidak peduli meski sang atasan kecewa padanya.

"Nath? Si Danin gak masuk hari ini?" tanya Lintang, teman sekelasnya.

Nath menggeleng.

"Kenapa?" Sambung Dea, sang sekertaris.

Nath diam sebentar, kemudian menjawab ketus. "Lagi nge-harem mungkin."

***

Nb : Harem dalam bahasa Jepang, adalah sebuah pengisahan dari hubungan seorang protagonis yang dikelilingi oleh tiga orang atau lebih dari gender yang berlawanan.

Sumber : https://id.m.wikipedia.org

By Mimrosa

Revisi, 02 juni 2022

My Fictional CharactersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang