(5)Oddity from Characters

253 55 22
                                    

Danin membuka matanya perlahan, hal pertama yang dia lihat adalah cicak yang menempel di langit-langit ruangan.

Tunggu. Kenapa ruangan ini terasa begitu asing? Danin menoleh ke sekitar, ada benda-benda medis di sekelilingnya. Tapi sepertinya bukan rumah sakit, lalu di mana?

"Sadar lo?" Nath tiba-tiba muncul di balik pintu, di samping cowok itu ada dua siswa-siswi berseragam sekolah persis dengannya.

Dahi Danin berkerut bingung, mungkinkah dia berada di UKS? Iya, Danin ingat kejadian sebelum ini. Saat si Ael sialan itu, menceburkan wajahnya ke wastafel yang ada di toilet sekolah. Kejam.

Bisa-bisanya Danin menciptakan karakter psikopat seperti itu? Tadi itu, Danin nyaris kehabisan napas karena wajahnya di tekan ke dalam air. Ael tiba-tiba datang dan mendorong wajahnya saat dia mencuci muka sebelum memutuskan pulang.

"Danin lo gak pa-pa?" seorang gadis yang membalut seragamnya dengan hem kotak-kotak, bertanya. Dia duduk di bibir kasur, menatap Danin khawatir. Siapa dia?

Danin tersenyum lalu menggeleng kaku. "Aku gak pa-pa." balasnya sopan.

Danin menatap Nath yang masih berdiri di ambang pintu. Danin baru sadar, Nath kan sedang pergi Olimpiade ke luar kota. Sejak kapan cowok itu berada di sini?

Sesosok pria paruh baya yang terlihat muda, masuk ke dalam ruangan. Pria itu berbisik pada cowok yang berdiri tak jauh di samping Nath. Kalau tidak salah, cowok itu adalah Savas. Iya, kakak kelasnya yang mempunyai phobia terhadap perempuan. Savas cukup terkenal di sekolah Victoria, tak heran kalau Danin mengenalnya.

"Nama kamu Danin, ya?" tanya pria itu, yang Danin yakini adalah Ayahnya Savas.

"Iya Om, namanya Danin Akasi." sahut cewek yang duduk di samping Danin.

Danin menoleh, dilihat dari cara berpakaian cewek ini.. Danin tebak dia adalah Anelina. Tidak salah lagi, dia adalah pacar Savas?

Anelina Dan Savas memang cukup terkenal di sekolah Victoria, tapi Danin tidak begitu peduli dengan orang-orang most wanted itu. Mungkin sekedar tau nama nya saja, membuktikan kalau orang itu memang cukup populer.

"Danin mungkin masih terkejut jadi dia masih agak canggung buat ngomong, jadi gue bantu jawab." Anelina kembali membuka suara.

Danin tersenyum. "Aku.. di mana ya?"

"Di rumah gue." Savas menyahut ketus.

"Savas, jangan ketus-ketus dong." Ayah Savas berjalan mendekat kearah Danin, dia berpakaian khas Dokter psikolog.

"Tapi Danin, kenapa lo nyeburin kepala lo ke wastafel yang penuh air sampek pingsan gitu?" Anelina bertanya terkait kejadian yang dia lihat paska pulang sekolah tadi.

"Aku gak nyeburin kepala aku," Danin menatap Nath yang masih bersandar diambang pintu, kenapa cowok itu hanya diam?

Anel, Savas dan Ayahnya serentak mengernyit bingung.

"Oh, ada yang dorong kah?"

Danin mengangguk antusias. "Iya. Tapi maaf, aku juga lupa siapa yang dorong kepala aku." bohongnya.

"Oh gitu." Anel menggaruk tengkuknya. "Tadi gue liat lo tengkurep di wastafel, karena khawatir gue coba hubungi orang terdekat lo, yaitu Nath. Kebetulan Nath baru balik dari luar kota dan mampir ke sekolah bentar, jadi gue coba paksa dia buat periksa keadaan lo." jelas Anelina.

Danin terdiam sebentar, bibir pucatnya bergetar sesaat. Danin tidak berani menatap Nath.

"Makasih ya kak, udah nolongin aku." Danin tersenyum.

My Fictional CharactersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang