Part 3

155 8 0
                                    

Raisa POV

     Masih kekal dalam ingatan saya bagaimana airmata itu tertumpah tepat diatas wajah Bhian. Saya saksi hidup cinta mereka berdua, sayalah yang dengan sengaja menyatukan mereka berdua hingga sekarang. Waktu itu saya tidak pernah berfikir bahwa hari itu suatu saat akan datang. Saya juga yang menyaksikan kebisuan Bhian juga tangis Maudy sahabat saya. Saya juga yang harus berpura - pura menjadi biasa, saya harus pandai memainkan drama ini dengan baik. Saya, tante Irene, Om Frederic, juga Pak Somad. Kamilah tokoh dalam drama tiba - tiba ini, awalnya kami tak berniat seperti ini. Setelah kecelakaan yang menimpa gadis itu saya dan yang lain harus berpura - pura. Dia tahu, dia menyaksikan. Tapi dia sedang lupa, dia lupa kenapa kekasihnya tak juga menemuinya sampai saat ini. Bukan karena cinta itu sudah tak ada lagi, tapi takdir yang memaksa Bhian pergi. Empat bulan yang lalu, tepatnya di minggu sore yang kelabu. Langit pekat, rintikan hujan, bahkan gemuruh. Langkah getir Maudy melangkah lemah disamping saya, saya menuntunnya sampai ketempat itu. Saya saja bisa menangis bila mengenang hal itu. Apalagi Maudy, enam tahun bukan waktu yang singkat. Rencana pernikahan itu telah ada sejak kepulangannya ke Indonesia. Dan...
Semuanya hilang bersama senja itu.

                                ***

     Hari ini aku akan menemani Maudy ke Jakarta sesuai janjiku minggu lalu. Aku sengaja mengambil cuti dua hari demi kebahagiaan Maudy. Dia ingin menemui Bhian, Ya Tuhan kuatkan aku untuk Maudy. Perasaan ini blm juga hilang, rasa sedih setiap kali mengingat Maudy yang begitu bersemangat karena hari ini kami akan ke Jakarta.
     Atas restu tante Irene dan Om Frederic kami diberi izin untuk ke Jakarta. Aku sendiri yang akan mengantar Maudy dengan mobilku. Aku berjalan menuju garasi rumahku dan masuk kedalam Jazzyku. Mobil Honda Jazz kesayanganku kuberi nama Jazzy, yang memberikan nama ini sebenarnya adalah Maudy.  Dan aku mengiyakan saja waktu itu, sejak saat itu mobil bercat Merah ini resmi memiliki panggilan Jazzy. Persahabatan kami sudah terjalin cukup lama, bahkan aku cenderung lebih dekat dengan Maudy dibandingkan Kakakku sendiri, Ralyn. Kami adalah teman sejak aku duduk dibangku SMP, Maudy adalah seorang perempuan yang baik juga cantik.  Aku masih ingat dulu banyak laki - laki yang mengejarnya meskipun saat itu kami masih SMP, kebayang dong gimana cantiknya dia saat itu? Dia cantik sekali. Mata coklat terangnya adalah warisan dari Om Frederic, aku dan Maudy sama - sama keturunan Indo. Kalau Maudy adalah seorang France - Indonesia, aku adalah seorang Holland - Indonesia.  Tapi, Maudy lebih cantik dariku. Terkadang aku iri dengannya, banyak orang menyukainya.  Sebelum aku bertemu dengan kekasihku sekarang, aku banyak belajar dari Maudy bagaimana menjadi seorang wanita yang disukai banyak orang.
     Deru mobilku terhenti pada sebuah pagar besar, aku meraih sebuah iphone dari hand bagku. Aku akan mengabari Maudy kalau aku sudah sampai didepan rumahnya. Lima menit kemudian dia muncul dihadapanku, bersama tante Irene.
     "Raisa, tante titip Maudy yah"
     "Oke sip tante. Aku pasti akan jagain Maudy"
      "Oke. Makasih yah sayang. Kamu hati - hati ya. Nyetirnya jangan ngebut - ngebut."
       "Iya mami. Kita pergi dulu yah mami. I love you.  Nanti aku kabari kalau udah di Jakarta"
       "Mami kuatir sayang. Nanti takut ada apa - apa sama kamu"
       "Mami. Aku pergi ke Australia mami kayanya gak sampai segininya deh. Aku cuma ke Jakarta mami"
       "Iya tetep aja kan. Jantung mami cenat cenut. Anak semata wayangnya mau pergi. Yaudah sok keburu siang. Hati - hati neng"
       Tante Irene memeluk kami satu persatu dan mencium pipi kanan kiri Maudy. Terlihat kekhawatiran yang amat sangat diwajah tante Irene, aku paham kenapa tante Irene begitu khawatir terhadap Maudy. Maudy belum dalam kondisi yang benar - benar baik, kecelakaan yang menimpanya membuat dia kehilangan memorinya. Butuh waktu sebulan lebih untuk mengenal kembali orang - orang yang ada di sekitarnya. Tapi dia tidak lupa akan Bhian, dia tidak lupa akan kebiasaan mereka bertemu setiap minggu. Dia tidak lupa akan semua tempat yang pernah mereka singgahi, dia juga tidak lupa bahwa dia mencintai pria itu dengan sangat.
     Sepanjang perjalanan ke Jakarta Maudy seperti dia tidak mengenal kata lelah karena berjam - jam didalam mobil sesekali dia berkaca dan memperbaiki lipsticknya, atau bernyanyi mengikuti lagu yang diputar melalui radio. Terkadang kami terlibat dalam sebuah perbincangan seputar Bhian atau penampilannya. 
      "Sa, gimana? Gue udah cantik belum?"
      "Cantik Mody. Lu tenang aja. Kaya baru fisrt date aja"
      "Yaa... kan gue udah lama gak ketemu cowok gue Raisa. Elu gimana sama Dirga? Dia udah tau kan kita mau ke Jekardah? Kapan yah kita bisa double date kaya dulu?"
      "Kapan - kapan deh Mody. Cowok gue sibuk banget, anak buahnya pada gak bener tu kerjanya. Dirga udah tau kok. Sekarang pentingin aja kebahagiaan lu ya. Gue ikut bahagia bersama lu"
      "Thank you Sa, danke. Lu emang sahabat terbaik sepanjang abad romawi kuno Sa"
     "Hahahaha. Ternyata sense of humor lu belum hilang yah..."
     "Iyalah. Mau hilang kemana? Ya ini masih nempel di gue Sa, hahahaa"
     "Iya sih Dy. Hahahaa"

                                ***

Kemang, Jakarta Selatan.

      "Elu yakin kan rumahnya dideket sini Dy?"
      "Iya Sa. Gue gak mungkin lupa. Kan dulu gue lumayan sering ke rumahnya"
      "Oke. Coba liat GPS deh Dy"
      "Oke. Belok kanan Sa"
      "Sip."

Bhian's house

       Maudy memencet bel rumah Bhian dengan sangat antusias.  Dia tak sabar ingin melihat sosok Bhian, tak lama kemudian seorang assistant rumah tangga keluar dari kediaman Bhian, dengan susah payah dia membuka pagar besar yang lebarnya tiga kali lipat dari tubuhnya. Mobilku terparkir apik dihalaman rumah Bhian, Bi Inem mempersilakan kami masuk kedalam rumah.
      "Hi. Maudy. Apa kabar???"
      "Baik tante. Tante gimana kabarnya?"
      "Baik sayang. Tante rindu deh sama kamu. Nanti tante suruh si bibi siapin brownies buat kamu yah. Oohh iya kenapa gak ngabarin dulu kalau mau kesini??? Kan tante bisa siapin makan siang"
      "Biar surprise tante. Biar Bhian kaget pas dia tau aku datang ke Jakarta"
      "Buat Bhian ya sayang. Bukan buat tante yah kamu dateng kesini. Mulai sekarang bisa gak sayang kamu dateng kesini buat tante aja???"
      "Kenapa gitu tante? Bhiannya gak mau ketemu aku lagi ya tante?"
      "Bukan gitu sayang. Bhian ingin sekali ketemu kamu sayang. Cuma..."
      "Cuma apa tante?"
      "Cuma takdir memaksa kalian buat gak bisa ketemu lagi sayang"
      "Tante. Ada apaa??????? Ada apa tante?????"
      Maudy menitikkan airmatanya.  Tante Vyna terpaksa berkata demikian karena dia tidak tahu lagi bagaimana cara menutupi semua ini dari Maudy. Maudy datang ke rumahnya tanpa mengabari terlebih dahulu, kalau Maudy mengabarinya sebelum sampai mungkin bukan ini yang akan diucapkan tante Vyna. Aku menyeka airmatanya dengan sehelai tissue, aku mencoba menenangkan Maudy tapi aku tak berhasil. Dia semakin histeris dan terus bertanya sebenarnya ada apa. Kenapa semua orang menutupi ini darinya? Kami tak pernah sekalipun menutupi semua ini dari Maudy. Maudy sudah tahu sejak awal, hanya saja memori itu hilang bersama kecelakaan yang sudah menimpanya.
       
     "Cetakan yang sebenarnya tante!!! Please..."
     "Tante.... tante..... tante gak tau harus mulai darimana sayang."
      "Aku mohon tante"
      "Tante takut sayang. Nanti ini semua akan berefek buruk buat kamu"
      "Tenang Mody. Tenang.... kasih tante Vyna waktu untuk bercerita"
      "Gimana gue bisa tenang Sa. Ini semua berkaitan dengan kenapa Bhian gak pernah nemui gue. Padahal dia sering nelfon gue Sa!!!!"
      "Iyaa.. minum dulu green teanya Mody supaya lu tenang oke? Nanti tante Vyna pasti cerita kok"
       Bujukanku kali ini berhasil. Aku mengeluarkan beberapa obat yang biasa di konsumsi Maudy sejak empat bulan terakhir, aku meraihnya dari dalam tas Maudy. Obat ini harus terus dikonsumsinya, jika tidak dia akan terus histeris seperti tadi.
    Maudyku yang malang. Dia harus menderita selama ini, dia harus hidup dengan bergantung pada obat - obat penenang ini. Tante Vyna berlari ke kamarnya, kejadian ini sudah kubayangkab sebelum aku sampai di rumah Bhian.
    

                               ***

Bagaimana readers?
Apa ceritaku membosankan?
Mohon votingnya yah readers.
Aku juga butuh masukan dari kalian nih readersku yang setia.
Terima kasih telah memilih ceritaku sebagai bahan bacaan kalian readers.
Tunggu part 4nya.
I love you readers.

Saturday (with Bhian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang