Part 7

110 2 0
                                    

Cinta adalah ketika kau tidak bisa membayangkan pria lain yang menjadi pengantinmu.
Cinta adalah ketika kau hampir tak pernah membayangkan hidupmu tanpa dia.
Meskipun dalam kemarahan kau masih peduli akan dia.
Meskipun dia menyebalkan kau masih memikirkannya.
Meskipun seringkali terfikir bagaimana jika ku tinggalkan saja? Tapi pada kenyataannya kau tak pernah melakukanya.
Cinta itu membuat kau selalu bergantung padanya.
Cinta adalah saat kau merelakan semua waktumu untuk bersamanya.

-Audrey-

      "Oooh jadi dia perempuan yang bernama Maudy?"
      Audrey sontak menarik Reyno dari kamar Maudy sesaat setelah mereka berkenalan. Audrey tidak memikirkan bahwa dimata Maudy Rey adalah seorang Bhian. Audrey merasa begitu kesal saat menyaksikan Maudy merengek manja pada kekasihnya. Sungguh memuakkan! Fikirnya saat itu.
     "Kamu tahu kan Maudy hanya menganggapku sebagai Bhian!!! Apanya yang harus dipermasalahkan?"
     "Apanya yang harus dipermasalahkan kata kamu? Jadi kalau dia nanti sembuh lalu jatuh cinta sama kamu, kamu masih bisa bilang ini bukan masalah??"
     "Dia tidak akan pernah mencintaiku"
     "Kamu bukanlah penentu takdir!"
     Audrey meninggalkan Rey yang berdiri terdiam didepan kamar Maudy. Dia menuruni anak tangga dengan langkah cepat. Semua ini tak masuk akal baginya. Bagaimana bisa dia harus berpura - pura bahagia saat kekasihnya bersama perempuan lain apapun alasannya. Dia juga tidak bisa menerima keadaan dimana Maudy menelfon Rey saat mereka sedang berdua.
      Rey menyusulnya beberapa saat kemudian. Dia mencoba menenangkan kekasihnya, bukan Rey namanya jika dia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Audrey adalah seorang perempuan yang sangat sulit untuk ditenangkan ketika dia marah, dan Rey harus pintar menjaga emosinya agar mereka tidak terlibat dalam sebuah pertengkaran disaat yang tidak tepat seperti saat ini.
     "Please kamu jangan bertingkah seperti anak - anak please"
     "Terus kamu sekarang bertingkah dewasa?? Aku mau balik ke London besok"
     "Audrey, kamu baru seminggu disini. Bagaimana bisa...."
    "Bagaimana bisa apaa? Jangankan seminggu dalam waktu sejampun aku bisa meninggalkan kamu"
    "Audrey. I do apologize. Maafin aku."
    "GAK!!!!"
    "Kamu jangan pergi ya sayang. Aku cinta sama kamu. Please don't leave me. Please."
     "Jangan pernah kembali kesini!"
     "Tapi sayang. Bagaimana dengan Maudy?"
     "See!! Lihat! Bagaimana pedulinya kamu sama dia!"
     "Beri aku beberapa waktu untuk bisa meyakinkan Maudy bahwa aku bukan Bhian."
      "Aku gak bisa membiarkan kamu bersama dia. Aku pergi!"
      Audrey meninggalkan Rey. Bujukannya sama sekali tak membuahlan hasil yang baik. Rey sangat mencintai Audreynya, mana mungkin dia meninggalkan Audrey. Meskipun pernah terfikir untuk meninggalkannya, tapi dia sama sekali tak pernah melakukan hal itu. Sama yang seperti Audrey pernah bilang padanya,  "Jika kau mencintai seseorang dengan tulus dan sungguh kau takkan pernah berani meninggalkannya meskipun itu pernah terlintas difikiranmu"
     Rey kembali ke rumah Maudy untuk mengambil ponselnya yang tertinggal. Dia berniat menyusul Audrey. Dia berpamitan pada Maudy dan tante Irene, namun langkahnya terhenti saat suara lembut itu berkata,
     "Kok wallpaper handphone kamu foto perempuan tadi?? Dulu kan selalu foto kita berdua. Jadi dia alasan kamu gak pernah nemuin aku selama ini?"
    "Nanti aku jelasin yah. Aku harus pergi. Kamu baik - baik yah. See you later"
     Rey meninggalkan Maudy dan bergegas menuju mobilnya. Dia terus mencoba menelfon Audrey tapi selalu di reject. Audrey juga tak ingin menemuinya. Dia menolak bertemu dengan Rey saat Rey tiba di rumahnya.

                             ***
      "Daddy kan sudah peringatkan kamu waktu itu kan? Apa kamu sudah yakin mau terlibat dalam hidup Maudy yang sangat rumit. Kamu bilang sudah. Sekarang Audrey jadi marah sama kamu. Kamu rela kehilangan Audrey demi Maudy. Kamu mencintai Maudy?"
      "Tidak daddy. Uno masih sayang sama Audrey. Memang sih Uno pernah kefikiran kenapa Uno mau berkorban buat Maudy. Belakangan Uno yakin bahwa rasa itu tak lebih dari rasa iba dan Uno ingin menolongnya"
      "Bagaimana kalau suatu saat nanti dia benar - benar cinta sama kamu?"
      "Uno.... Akan...."
      "Tu kan kamu tidak bisa menjawabnya. Fikirkan baik - baik, temukan cara yang baik untuk menjauhi Maudy agar kamu tidak menyakitinya."
      "Baik daddy"
     Rey sedang berada dalam dilema yang dia buat sendiri. Dia tahu persis bagaimana Audrey takkan pernah bisa menerima keadaan ini, dan dia juga tau bagaimana kesembuhan Maudy sangat bergantung pada kehadirannya.
     Dua wanita itu hampir membuatnya gila dan tak bisa berfikir jernih. Audrey sampai saat ini enggan menerima telfon darinya. Sedangkan Maudy terus menerornya dengan pertanyaan "Kamu dimana?" sejak tadi sore.
      "Aku lagi dirumah...."
    A massage sent to Maudy.
Sms sejak beberapa jam yang lalu baru di balas Rey beberapa menit setelah makan malam bersama dr. Fritz. Dan kini Rey hanya bisa diam dan merenungkan bagaimana caranya semua ini berjalan sempurna seperti yang telah dia rencanakan sejak awal.
     Panggilan keluar Maudy....
     "Kamu dimana? Aku jemput yaah?"
   Rey segera mematikan telfonnya dan meraih kunci mobil yang tergeletak di atas meja kerjanya. Dia akan menjemput Maudy dan membawanya ke suatu tempat.
     Maudy's home

     "Mami. Aku pergi dulu ya...."
   Setelah berpamitan Rey dan Maudy meninggalkan rumah. Tak ada kejanggalan yang Maudy rasakan saat Rey berniat membawanya pergi. Ini pertama kalinya mereka keluar berdua. Rey menyetir dalam diam, sejuta kata sudah dia siapkan untuk dibicarakan dengan Maudy.
     "Kita mau kemana sayang?"
   Rey sedikit kaget dengan pertanyaan Maudy yang tetiba membuyarkan lamunannya.
   "Kita ke Skyline yah."
  "Ide yang bagus sayang. Kita kan biasanya minum coklat disana"
  "Hari ini aku lagi gak pengen coklat"
  "Loh kenapa sayang??"
  "Ga pa-pa. Maafin aku yaah"
   Rey meraih tangan Maudy dan mengenggamnya. Seperti ada kesedihan yang terlihat disana. Rey tak pernah ingin menjauh dari Maudy, tapi inilah yang harus dia lakukan demi Audrey.
   "Kenapa harus minta maaf? Kamu ga salah kok"
   Maudy mengenggam erat tangan kiri Rey. Dia menepuk pelan lengannya, lalu menyandarkan kepalanya dengan manja di pundak Rey.
   "Kamu harum. Aku suka harum tubuh kamu."
   "Iyaa. Thank you."
   Rey membiarkan Maudy merasakan kehadiran Bhian pada dirinya. Mereka sudah sampai di Skyline Cafe, Rey memarkirkan mini coopernya.
   "Turun yuk. Kamu pake deh sweaternya. Bandung lagi dingun banget malem ini"
   "Iya sayang"
   Maudy segera mengenakan sweater sixsencenya. Dia menggandeng tangan Rey. Seperti biasa Maudy memesan coklat panas dan Rey memesan hot latte. Mereka juga memesan cake in jar.
     "Maudy. Aku perlu bicara"
     "Bicara apa sayang bilang aja"
     "Aku Rey bukan Bhian yang selama ini kamu anggap"
    "Maksudnya?"
    "Perempuan ini. Ini Audrey pacar aku. Awalnya aku ga berniat buat jadi Bhian. Kamu yang menganggapku begitu. Maafkan aku Maudy"
   Bulir airmata Maudy spontan jatuh saat mendengar kalimat - kalimat yang di lontarkan Rey. Berulang kali dia menyeka airmatanya dan berulang kali pula airmata itu jatuh terus menerus. Dia kembali histeris, Maudy belum bisa mengontrol emosinya dengan baik seperti yang sudah di peringatkan dr. Fritz. Rey tahu hal ini kan terjadi, Rey memeluk tubuh gadis itu erat dan mencoba menenangkannya.
     "Maafin aku Maudy"
     "Biarkan aku bersamamu"
     "Maafin aku"
     "Aku tahu kamu bukan Bhianku. Sejak aku sadar kalau kamu berbeda dengan Bhian. Tapi aku sudah terlanjur membutuhkanmu"
     "Maafin aku Maudy.."

      Cuma kata maaf yang mampu di utarakan Rey pada gadis yang sedang duduk anggun di hadapannya. Coklat panas itu sudah menjadi dingin tidak ada lagi asap yang membubuh di udara, untuk meminumnya juga tak perlu meniupnya terlebih dahulu. Coklat panas itu sudah tak menarik lagi, sama seperti namanya coklat panas. Jika sudah menjadi dingin namanya bukan lagi hot chocolate. Seharusnya cafe ini menggantinya dengan nama chocolate saja. Tak perlu memakai tambahan panas atau dingin, semuanya bisa berubah karena keadaan. Sama seperti Rey dan Maudy. Beberapa waktu yang lalu Maudy merasakan semangat yang luar biasa, dan saat ini dia harus menerima kenyataan bahwa Rey akan menjauhinya. Semua tidak ada yang pasti sama halnya seperti segelas hot chocolate. Lama kelamaan akan berubah menjadi hangat bahkan dingin.
     Mereka diam dalam kebisuan yang mereka bangun sendiri menikmati gelasnya sendiri - sendiri. Maudy mulai tampak tenang meski raut wajahnya tak bisa menutupi bahwa dia tak ingin Rey pergi dari hidupnya. Jauh didalam hatinya dia berharap bahwa cokelatnya akan panas terus, tapi itu takkan pernah mungkin. Sad saturdate with a glass of cold chocolate in the middle of loneliness.
      "Maafin aku Rey...."
     "Kamu gak perlu meminta maaf Maudy"
     "Aku sudah menganggapmu Bhian. Maafkan aku karna aku kamu jadi harus makan ice cream coklat, dan melakukan hal lain yang tidak kamu sukai"
    "Aku menyukai semua hal bersamamu"
    "Tapi kamu lebih menyukai semua hal bersama Audrey"
    "Kamu tak salah Maudy. Kita hanya terlambat di pertemukan"
    "Aku tak merasa begitu. Aku bahagia bertemu Bhian terlebih dahulu sebelum bertemu denganmu..."
   "Andai saja Bhian...."
   "Andai saja Bhian masih ada. Mungkin kita takkan pernah bertemu"
   "Maafkan aku Maudy"
   "Tak perlu meminta maaf dan sekarang aku ingin pulang...."

                             ***

Votings and coments are needed guys.
I love you. :*
  

Saturday (with Bhian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang