Part 14

149 4 1
                                    

"Maudy sayang...
Setiap hari kamu harus cerita yah sama aku hal - hal yang buat kamu bahagia. Setiap hari kamu harus bagi cerita kamu sama aku. Aku siap jadi pundak kamu. Aku punya pundak yang kuat buat kamu bersandar. Aku punya dua telinga yang selalu siap mendengarkan cerita kamu. Aku punya pelukan hangat yang selalu ada buat kamu saat kamu butuh empati. Aku punya mata yang akan selalu melihatmu, aku punya tangan yang akan selalu mengenggammu selamanya. Dan bila semuanya menghilang di suatu saat, dan bilang saat yang tak kita inginkan itu tiba aku akan tetap ada untukmu. Aku akan meminta Tuhan untuk memberikan takdir - takdir menyenangkan sebagai penggantiku. Tersenyumlah Maudy, karena itu yang selalu membuatku jatuh cinta padamu setiap harinya."

          -Bhian-

Maudy POV - A new life at Jakarta
  
    Ini minggu pertamaku di Jakarta. Sekarang aku bisa sedikit bebas dari keriweuhan Bandung dan masalah - masalahnya. Meskipun pindah ke Jakarta bukan berarti bebas dari masalah setidaknya aku punya alasan untuk menghindari Abi. Dan aku dekat dengan Bhian, aku bisa kapan saja mengunjunginya. Rencana kepindahanku kususun mendadak, aku tak ingin Abi berharap padaku. Aku tak ingin memusnahkan impiannya yang bukan impianku. Sepasang kekasih harus memiliki impian yang sama, langkah yang beriringan, tujuannya sama, seperti tulus bilang sepasang sepatu. Sepasang sepatu tak pernah berbeda bentuknya. Sepasang sepatu tak pernah terpisah langkahnya, sepasang sepatu juga tak pernah sampai ditempat yang berbeda. Tak seperti aku dan Abi. Kami mempunyai selera yang sama soal musik bukan berarti hatiku dan hatinya berkata hal yang sama. Bukan berarti cintanya juga menjadi kecintaanku. Cinta tak sesederhana itu, hanya karena satu hal sama tak bisa menjadi jaminan bisa bersama dalam cinta.
     Aku berdiri didepan jendela ruang kerjaku menikmati secangkir green tea sembari melihat keruwetan kota Jakarta pada sore hari seperti ini, jalanan seperti deretan semut kecil yang sedang beriringan jika dilihat dari lantai 34.
Seminggu di kantor yang baru aku harus beradaptasi lagi dengan rekan - rekan kerjaku yang baru sekaligus Agatha, sekretarisku yang baru. Mungkin dia tak sebaik Clarissa, tapi aku berharap dia tetap bisa menjadi temanku disini.

     "Selamat sore ibu, besok kita ada meeting dengan client jam 9 pagi. Saya cuma ingin mengingatkan saja ibu..."
     "Oke. Terimakasih Agatha. Kamu siapkan file - filenya yah. Jangan lupa agenda meeting saya. Kamu boleh pulang. Kan udah jam 5."
      "Terimakasih ibu. Tapi ibu belum pulang. Saya gak enak kalau harus pulang lebih dahulu"
      "Oh tidak apa - apa sebentar lagi setelah habis green tea saya, saya juga balik kok"
      "Baik ibu, terimakasih. Permisi"
      "Yes, please"
    
     Aku tersenyum ke arahnya dan melanjutkan lamunanku. The day will be nicer, jika Bhian masih ada disini. Dan mungkin aku punya alasan kenapa aku harus cepat - ceoat pulang ke rumah setiap harinya. Tidak seperti sekarang aku bahkan tak punya satu alasanpun kenapa aku harus pulang ke rumah. Tidak ada siapa - siapa disana. Yang ada hanya seorang perempuan yang patah hatinya dan belum sembuh sampai sekarang. Akhirnya aku pulang pukul enam sore, aku memencet tombol lift untuk ke lobby. Didalam lift aku tak sendiri, ada seorang pria disebelahku. Usianya mungkin sekitar 27 tahun, seorang pria yang sedari tadi sibuk dengan gadgetnya. Mungkin dia sedang ada janji dengan seseorang, atau mungkin.... ah sudahlah. Aku selalu menebak - nebak apa yang orang lain lakukan.

                           ***

Residence 8 Apartment, South Jakarta.

      Inilah tempat tinggalku sampai beberapa tahun kedepan. Aku memilih tinggal di apartemen karena satu alasan, aku sendiri. Tak perlu rumah luas dengan beberapa kamar, taman, kolam renang, wood floor dan garasi yang besar berkapasitas tiga mobil seperti yang dulu aku impikan bersama Bhian. Apartemen saja sudah cukup untuk seorang perempuan yang hidupnya selalu dirundung kesedihan sepertiku. Rasanya sudah tak guna bermimpi jika yang apa yang aku impikan tak mungkin jadi nyata, karena semua impianku bertumpu pada satu titik, Bhian. Aku melepaskan sepatuku dan menyandarkan tubuhku pada sebuah sofa panjang didepan ruang TV sebelum membereskan piring bekas sarapanku tadi pagi. Aku memejamkan mataku sejenak, melepaskan semua lelahku setelah seharian bekerja. Berendam dalam air hangat di kelilingi lilin aromatherapi adalah ide yang bagus sekarang. Aku mengisi air hangat dalam bath tub. Menghidupkan lilin - lilin kecil. Aku merendamkan diriku sambil membaca majalah fashion langgananku. Hidup terasa lebih sempurna jika kegiatanku setiap hari seperti ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 18, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Saturday (with Bhian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang