Part 6

232 5 0
                                    

Uno Pov

     "Hi"
     Hanya kata itu yang bisa kuucapkan dengan nada canggung saat dia mulai membuka matanya. Dia tertidur sejak dua jam yang lalu, raganya sedang tidak sakit. Hatinya yang sakit, jiwanyapun perlahan - lahan hancur bersama takdir yang sekarang ia jalani. Kasihan sekali gadis ini, dia kehilangan kekasihnya.  Aku mengerti rasanya bagaimana, dan dia sedang menjalani masanya sekarang dengan tabah.
     Mata sendu itu masih memandangku dengan tatapan aneh, mungkin hatinya bertanya tentang siapa aku, kenapa aku disini dan.....
      "Bhian....."
      "Maudy"
      "Sayang kamu kemana aja. Aku cari kamu kemana - mana gak ketemu. Kita jadi nikah kan?" Suaranya begitu parau hampir tenggelam bersama suara tangis yang semakin jadi ketika dia meraih tubuhku dan memelukku, menganggapku kekasihnya.
      "Maudy tenang yah. Aku disini buat kamu... Aku akan menjadi teman kamu"
      Kalimatku dibalas dengan anggukan cepat darinya. Aku menyeka bulir - bulir kristal bening yang jatuh dari mata coklat terangnya, sekarang dia sudah tersenyum melihatku. Rindu itu kini terbalaskan, bahkan dia tidak tau siapa yang ada dihadapannya sekarang. Aku belum sempat mengenalkan diriku padanya. Saat aku mau bilang Uno, dia memanggilku Bhian. Saat aku mau bilang kalau aku ingin menjadi temannya dia malah mengajakku menikah.
     "Sayang kita turun yuk. Tau gak sayang sejak kita jarang bertemu setiap hari aku membeli es krim cokelat dan cuma aku taruh di lemari es. Aku gak menyentuhnya. Aku tahu kamu pasti datang"
     "Ohhh es krim cokelat yah?"
     "Kenapa? Kamu udah gak suka lagi?"
     "Ssss... su... ka kok. Aku suka es krim cokelat Maudy. Apalagi kamu udah belikan buat aku. Makasih ya"
     Apaaaa???? Dia bilang es krim? Aku alergi susu. Kenapa harus ada acara makan es krim segala sih? Maudy, I'm not your Bhian. Tapi, that's okay. Aku akan berkorban buat dia, anggap aja ini demi kesembuhan Maudy.
      Ini adalah pertama kalinya setelah sekian lama aku gak nyentuh es krim. Aku benci hal ini, terakhir 20 tahun yang lalu. Dan akhirnya aku harus rela masuk rumah sakit karena alergiku kambuh beberapa saat setelah makan es krim. Papi dulu selalu ngingetin kalau di sekolah aku tak boleh membeli makanan atau minuman apapun yang mengandung susu sapi, dan hari ini aku melanggar aturan papi.
     "Enak kan sayang?"
     "Iya enak banget Maudy"
     Dan benar saja beberapa saat kemudian kulitku ruam - ruam dan aku merasakan gatal dikulitku. Aku mencoba menahannya demi Maudy, padahal kami baru bertemu dan entah kenapa aku sudah mau mengorbankan diriku untuknya.
     "Kamu makan es krim Rey???"
     "Iya tante."
     "Ya ampuuunnn Rey. Pasti karena Maudy yah"
     "Ga papa tante. Ntar Rey tinggal minum obat aja sembuh deh tante"
     "Maafin tante yah Rey. Tante gak tau harus ngapa....."
     "Hi mami. Udah ketemu Bhian?"
     "Bhian? Maksud kamu...."
     "Ssttt......" aku meletakkan jari telunjukku dibibir. Aku memberi kode pada tante Irene.
     "Oohh.  Iii... iya sayang. Mami sedang berbincang - bincang dengan Rrr.. eh Bhian."
     "Kamu kenapa sayang? Kok garuk - garuk???"
     "Alergi aku kambuh Maudy"
     "Alergi? Alergi apaa???"
     "Es krim sayang. Kamu pasti lupa sayang kalau Bhian itu alergi Es krim"
    "Masa sih mami? Seinget aku gak gitu deh. Tapi yaudah deh. Maafin aku ya sayang. Aku janji gak akan paksa kamu makan es krim lagi"
    "Iya Maudy. Aku balik dulu yah. Aku harus mengambil obatku."
     "Ke Jakarta? Sekarang? Yah... ntar aja deh sayang. Aku masih rindu kamu"
     "Aku janji aku akan sering datang buat kamu"
     "Janji?"
     "Janji Maudy"
   
                                ***

     Aku mempercepat laju mobilku menuju ke rumah. Meskipun aku harus berkorban segininya, tapi aku bahagia bisa membuat Maudy tersenyum. Yang dia butuhkan saat ini adalah harapannya yang pernah hilang. Aku janji, aku akan menghidupkan kembali harapan itu meskipun aku harus menjadi orang lain untuknya.
      Mungkin aku sudah tersihir oleh kecantikannya. Jujur saja, matanya begitu indah. Dia begitu cantik, ah hatiku mulai gusar saat aku membayangkan kembali wajahnya juga sikap manjanya kepadaku tadi. Beruntung sekali Bhian menjadi kekasihnya, siapapun yang menjadi cintanya pasti dia tak akan rela melepaskan perempuan seperti Maudy.
      "Ya ampun... Uno kamu kenapa? Kok bisa jadi begini???"
      "Tadi aku makan es krim mi"
      "Kamu kan udah tau kalau kamu...."
      "Alergi susu? Iya mami. I Knew it. Stop treating me as a boy mami. Let me be a man mami. Tadi Maudy nawarin aku es krim"
      "Terus kamu mau?"
      "Iya. Ini kali yah yang namanya berkorban mi"
      "Wah... jadi anak mami lagi jatuh cinta ni ceritanya???"
      "Mungkin iya mi. Tapi dia menganggap  aku Bhian mi"
       "Siapa itu?"
       "Pacarnya. Tapi Bhian sudah meninggal mi."
       "Kasihan ya dia sayang. Mami jadi takut kalau suatu saat kamu akan ngalami hal yang sama seperti Maudy"
       "Mami. Setiap orang kan cerita hidupnya beda - beda mi"
       "Iya juga sih sayang. Yaudah ni minum obatnya dulu. Supaya alerginya cepat hilang."
        Aku menyandarkan kepalaku pada sisi tempat tidur. Aku mengotak atik handphoneku, aku memandang sebuah foto seorang gadis yang ku simpan di galeriku. Aku memandang kosong pada layar handphoneku, mungkin sekaranglah waktunya aku beranjak dari masa laluku. Mungkin Maudy adalah jawaban yang tepat untukku bisa move on dari kenangan tentang dia.

Saturday (with Bhian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang