"Waktunya 30 menit, di mulai dari sekarang." Intrupsi Abi, hal itu jelas saja membuat kedua anaknya tegang. Akhir semester adalah hal yang paling tidak di harapkan oleh Aidan ataupun Sean.
Suara detik jam dinding mulai terdengar tanda bahwa waktu telah di mulai. Dengan rasa gugupnya Aidan dan Sean mulai menjawab pertanyaan pertanyaan yang di ajukan oleh Abi dalam kertas yang mereka pegang masing masing. Menurut mereka ayahnya itu gila, setiap akhir semester pasti mereka berdua di uji seperti ini, pasalnya Abi khawatir akan ujian akhir semester mereka. Ini salah satu sifat buruk Abi, selalu ingin anak anaknya menjadi yang terhebat padahal di balik itu mereka sama sama merasakan stres.
"Aidan fokus, jangan lihat ke arah jam terus." Tegur Abi saat melihat mata Aidan bergerak kesana kemari.
Aidan menghela nafas, seperti dugaannya soal soal yang Abi buat pasti selalu lebih pusing dari soal soalnya di sekolah. Aidan mengakui bahwa dirinya tidak sepintar Sean, bahkan kakaknya itu selalu lebih unggul dari Aidan dalam hal apapun tapi Abi selalu menyamaratakan kepintaran mereka berdua.
Lima belas menit berlalu, Aidan ataupun Sean sama sama panik karena masih banyak soal yang belum terpecahkan sama sekali. Apalagi saat Abi berkeliling mengontrol mereka berdua, rasanya rasa panik semakin membludak.
Abi memperhatikan cara Sean mengerjakan soal, Abi tahu kemampuan Sean itu sangat luar biasa. Sekalipun Sean bilang dia tidak bisa, namun anehnya jawaban Sean selalu tepat. Kecerdasan Sean di dapatkan dari Abi tentu saja. Abi akui anak sulungnya itu selalu menjawab soal dengan tepat. Di banding hafalan, Sean lebih menonjol dalam perhitungan. Agaknya Abi ingin kalau Sean bisa mengikuti jejaknya menjadi seorang dokter, makanya Abi berusaha membuat Sean terlihat menonjol juga di bidang sains. Saat olimpiade sains tahun lalu Sean belajar mati matian agar bisa menjadi juara satu, bahkan saat itu Sean hampir jatuh sakit karena terlalu ekstra belajar.
"Waktu habis." Ujar Abi saat jam berdengung tanda waktu sudah selesai.
Aidan sudah pasrah, soalnya tidak selesai. Menurutnya ini terlalu sulit, sangat sulit.
"Kamu kenapa gak selesai?" Tanya Abi lantas memakai kacamata minusnya. Masih banyak jawaban yang kosong di kertas jawaban Aidan.
"Susah, yah. Aku nyerah." Ujar anak itu.
"Ini yang kamu dapetin selama les? Perlu ayah ganti guru les privat kamu jadi yang lebih baik?"
Aidan menghela nafasnya. "Cuman ini kemampuan aku, seharusnya ayah tau."
"Dan seharusnya kamu belajar lebih giat lagi. Ayah sama bunda itu sama sama anak akselerasi dulunya, emang gak bisa ya kamu belajar dari pengalaman ayah sama bunda." Ujar Abi yang membuat Aidan tersenyum tipis.
"Iya yah, aku gak sepintar ayah dan bunda. Aku bodoh." Ujarnya dengan nada lirih.
Sean yang merasa kasihan pada Aidan hanya bisa diam, Sean tahu Abi itu bukan lawannya. Sekeras apapun Sean membela pada akhirnya Abi yang akan selalu menang.
"Seenggaknya jadiin kami contoh. Kalau kamu gak bisa mencontoh ayah dan bunda setidaknya contoh kakak kamu. Lihat, berapa banyak jawaban yang harus kamu koreksi disini. Semua ini rumusnya salah." Ujar Abi sambil sedikit membanting kertas jawaban milik Aidan.
Abi kini mengambil kertas jawaban Sean, semuanya sempurna dan jawabannya pun tepat seperti yang Abi harapkan. "Bagus, tapi usahakan kamu harus lebih cepat. Kamu masih punya cita cita kuliah di universitas favorit kan."
Sean hanya mengangguk. "Iya yah."
Mereka berada di ruang kerja Abi sebenarnya makanya suasana lebih mencekam mengingat ruang kerja Abi tidak memiliki begitu banyak cahaya masuk ke dalamnya. Padahal Abi itu sibuk tapi dia masih sempat untuk menguji kemampuan anak anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INEFFABLE [Completed]
Fanfiction[Bagian kedua dari Ideal Husband] Ternyata semesta hanya menitipkan, bukan menjadikannya yang abadi. "Dia adalah sosok yang tidak akan pernah saya temukan lagi di dalam diri orang lain." [Cerita ini hanya fiksi yang tidak ada hubungannya dengan...