"Beneran mau pergi ya?"
Perempuan cantik yang kini kian beranjak dewasa itu menekuk wajahnya sedari tadi. Sementara oknum yang berdiri di hadapannya hanya bisa tersenyum tipis sambil mendekap tubuh sang adik.
"Gak lama, gue cuman 4 tahun di sana." Aidan merasakan tangan Nala yang mulai meremat erat kaosnya.
"Itu lama!" Nala menepuk pundak Aidan, namun ia belum kunjung mau melepaskan pelukan itu.
"Nanti kan bisa vidio call, jangan lebay."
Meskipun keduanya tampak sering bertengkar, namun hubungan darah itu melekat kuat. Nyatanya sekesal apapun Nala pada Aidan, ia tidak pernah rela jika kakak keduanya itu pergi jauh darinya.
"Belajar yang bener di sana, jangan bandel." Ujar Sean yang sedari tadi hanya menyaksikan keduanya yang masih berpelukan.
Aidan mengangguk mantap. "Lu juga, jagain ni bocah. Diana juga, ajakin dia main sekali sekali."
Sean hanya meresponnya dengan anggukan kecil. Hari ini si kecil Diana tidak di ajak pergi ke Airport karena saat ini ia sedang ada acara piknik bersama teman teman sekolahnya mengingat tahun ini Diana sudah akan naik kelas.
"Ini kamu gak ada niatan buat lepasin pelukannya?" Tanya Aidan ketika Nala masih dengan posisi meremat kuat kaos Aidan. Helaan nafas panjang pun terdengar, tanda kalau Nala sedang merasa keberatan sekarang.
"Ish nyebelin." Nala menjauhkan tubuhnya dari tubuh Aidan. "Abis ini pokoknya harus sering telepon. Kalau ada apa apa langsung kabarin ayah, jangan sampe enggak."
"Iya."
"Jangan lama lama di sana, harus sering pulang." Mata gadis itu berkaca kaca, seolah siap mengeluarkan air matanya sekarang juga.
"Iya bawel."
Tepat saat itu, Aidan memeluk Nala sekali lagi. Saat ini Aidan biarkan bahunya basah oleh air mata Nala yang keluar deras, bahkan sesekali terdengar isakan kecil. Sebagai anak perempuan, Nala jelas selalu menumpahkan segala rasa lelah letihnya pada sang kakak. Dan saat ini rasanya Nala sedikit merasa kehilangan.
"Maaf kalau Nala sering bikin kakak kesel, bikin kakak capek." Nala menarik nafas dalam. "Tapi kakak harus tau, kalau Nala sayang banget sama kakak."
"Kakak juga sayang banget sama Nala."
cup
cup
cupKecupan itu mendarat di kedua pipi dan kening Nala. Aidan lakukan itu sebagai tanda perpisahan.
"Gue bentar lagi take off." Kata Aidan setelah melepas pelukannya.
"Hati hati kak." Walaupun dengan suara yang sedikit bergetar, Nala tetap mencoba untuk tersenyum.
"Kak, gue harus pergi sekarang." Aidan menatap ke arah Sean.
"Hati hati." Ujar Sean lantas menepuk pundak Aidan.
Setelah itu Aidan langkahkan kaki dan berbalik ke belakang tanpa sepatah kata apapun lagi. Walaupun ia merasa tidak seharusnya ia pergi meninggalkan saudaranya disini, tapi ia harus.
Aidan lakukan ini bukan tanpa alasan. Banyak hal yang Aidan pertimbangan sebelum pergi ke negeri orang, sampai akhirnya ia memutuskan untuk benar benar pergi. Karena selain ingin mencari pengalaman, ia juga ingin menyembuhkan luka hatinya yang belum kunjung pulih.
-----
Usai mengantar Aidan ke Airport, Sean dan Nala tidak memutuskan untuk pulang. Nala bilang, ia saat ini sedang ingin menyaksikan sunset di pantai. Mau tak mau Sean hanya bisa menuruti permintaan adiknya yang satu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
INEFFABLE [Completed]
Fiksi Penggemar[Bagian kedua dari Ideal Husband] Ternyata semesta hanya menitipkan, bukan menjadikannya yang abadi. "Dia adalah sosok yang tidak akan pernah saya temukan lagi di dalam diri orang lain." [Cerita ini hanya fiksi yang tidak ada hubungannya dengan...