Part 8

1K 56 1
                                    

 Hallo! OMG so SORRY SORRY and SORRY! I've been missing for ages, right? Sorry banget yaa... ini langsung 3 parts >_< Enjoy.. <3

~~~~~ 

            Aku tersenyum manis melihat Violet yang sudah tidur lelap. Seperti biasa, meja kerjanya hanya dirapikan seadanya. Aku menyimpan map yang berisi rancangan pesta ulang tahun Violet lalu duduk didekatnya.

            “Emm...,” dia membuka matanya sedikit lalu tersenyum. “Aku senang kau sampai dengan selamat,” katanya senang lalu menggenggam tanganku.

            “Ya,” aku tersenyum kecil.

            “Selamat datang,” dia memejamkan matanya lagi.

            “Terimakasih,” aku mencium kepalanya lalu meninggalkan dia tidur, sepertinya dia terlalu lelah.

~~~

            Aku membuka mataku dan badanku terasa segar. Harusnya aku masih kelelahan tapi... aku rasa, ini dorongan ingin bertemu dengan Vi. Ini sudah hari Minggu dan aku rasa Minggu ini, dia tidak akan bertanya macam-macam denganku karena kami akan membahas pesta ulang tahunnya.

            Aku turun ke dapur memutuskan untuk membawa sarapan Violet ke kamar. Perlahan aku membawa sarapannya dan membuka pintu kamarnya.

            “Selamat pagi! Ayo bangun!” kataku dan tersenyum ketika Vi baru keluar dari kamar mandi, sudah cuci muka dan sikat gigi. “Ini terjadi setahun sekali!” kataku menggodanya.

            Violet tersenyum kecil lalu menyambut nampan itu dan meletakkannya diatas meja. Dia berjalan lagi kearahku dan tiba-tiba mencium bibirku.

            “Violet,” aku menahannya.

            “Ya?” tanya Violet pelan.

            “Kenapa?” tanyaku pelan.

            “Kau tidak suka? Aku pencium yang payah?” tanyanya.

            “Aku tidak bilang begitu,” kataku.

            “Bukankah laki-laki lebih mudah terangsang dipagi hari?” tanya Violet lalu menjilat bibirnya. “Aku suka wangi nafasmu, itu adiktif,” dia tersenyum manis lalu aku menciumnya lagi.

            “Tidakkah kau diajarkan untuk tidak menggoda lelaki?” tanyaku lalu mendorongnya ke atas tempat tidur dan menindihnya.

            “Aku belajar menggodamu, hanya itu,” dia menyambut ciumanku dan kami berdua berciuman dengan liarnya.

            Tangannya memegang dadaku tapi tidak mendorongnya. Nafasnya tidak teratur, berusaha mencari udara ketika dia ada waktu bernafas.

            “Kau payah,” aku tersenyum manis.

            “Aku tidak hebat dalam segala hal. Kita punya dua kemungkinan,” dia tersenyum nakal. “Aku payah, atau kau terlalu bernafsu,” kata Violet, tidak mau kalah seperti biasa.

            “Aku suka paduan, mari memadukan warna. Kau makan dan kita akan memilih rancangan untuk pestamu,” aku menarik diriku lagi ke bumi.

            Aku mengeluarkan map itu dan membukanya. Aku menatap Violet yang sedang tersenyum manis sambil menyuap rotinya.

            “Kau mau aku suapi?” tanyanya, menggoda.

            “Tidak, aku tidak lapar. Aku sudah cukup sarapan,” aku berkedip dan dia tertawa geli.

            “Apa yang harus aku pilih, Tuan?” tanya Violet, cukup tertarik dengan hal ini.

            “Taplak meja,” aku membuka sebuah halaman berisikan beberapa model taplak yang indah. “Pilih yang kau suka,” kataku.

            “Aku suka warna pastel ini. Putih yang terbaik, tapi pasti cepat kotor. Bagaimana kalau kita pakai warna jingga... dengan... campuran cokelat pucat?” tanya Violet.

            “Untuk semua dekorasinya? Itu akan mudah,” aku mengangguk-angguk.

            “Aku akan berumur 21 tahun, ini bukan pesta anak-anak,” Violet mendekat ke arahku dan bergumam seraya memilih model taplak lagi. “Ya, aku yakin, warna ini tepat,” telunjuknya menunjuk ke sebuah model dan aku menandainya.

            “Bunga?” tanyaku.

            “Aku mau bunga mawar segar dari kebun. Potong, kumpulkan sesuai warna. Aku ingin semua warna ada,” katanya cepat.

            “Pita?” tanyaku.

            “Aku ingin pita putih keriting, diseluruh bagian rumah,” dia menjawab dengan cepat lagi.

            “Kue?” tanyaku, bersemangat untuk kali ini.

            “Kau bisa memberiku kejutan? Kau tau apa yang kusukai, kan?” dia tersenyum licik.

            “Apa ini hadiah ulang tahunmu?” tanyaku.

            “Oh tidak. Kejutkan aku. Ini bukan permintaan ulangtahunku, terlalu mudah untukmu,” dia menepuk pipiku pelan.

            “Baikah, bagaimana dengan makanannya?” tanyaku.

            “Kau bisa tanya Ayah. Dia akan mengundang banyak temannya dan aku tidak mau pilihanku berbeda selera dengan orang-orang itu,” kata Violet. Dia benar juga.

            “Baiklah, aku akan menelpon Tuan Anderson nanti,” kataku lalu menutup mapnya. “Selesaikan makananmu dan...,” kata-kataku terhenti ketika Violet memegang lenganku, menahanku pergi. “Ada apa?”

            “Bersiaplah,” dia tersenyum simpul.

            “Untuk?” tanyaku.

            “Hal-hal baru dalam hidupmu, Tuan,” dia berkedip.

            Aku bisa merasakan aura misterius yang kuat dari senyumannya, tatapannya, tingkah lakunya. Hingga saat ini, dia belum selesai memberikan kejutan-kejutan tentang bagian-bagian dari hidupnya. Entah apa yang selanjutnya, aku tidak tau.

            Aku melangkah pergi dan berhenti didepan pintu. “Hadiah apa yang kau mau, Violet?” tanyaku.

            “Ini baru pertengahan Juli, santailah Justin. Itu tidak akan sulit,” kata Violet.

            Aku mengangguk lalu berjalan keluar kamarnya. Wangi melati itu meninggalkan hidungku, lagi. Ada perasaan kecewa setiap aku meninggalkannya.

~~~~~

   Stay tuned! Love ya!! <3

The Butler : Lady VioletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang