Part 6

1.1K 64 0
                                    

 Hai! Maaf agak telat. I've been busy hehe :D Enjoy :3

~~~~~

            Senyumku merekah melihat Vi yang menyembur keluar dari mobilnya lalu memelukku erat. “Violet!” kataku kaget lalu memeluknya erat.

            “Kau tidak tau betapa aku merindukanmu! Tidak ada yang mengomel!” kata Violet serius.

            “Aku senang tidak harus mengomeli siapapun, tapi tidak berarti aku tidak merindukanmu,” kataku. “Dimana ayahmu?”

            “Dia langsung bertemu dengan teman-teman lamanya. Dia dalam situasi ingin bersenang-senang. Aku suka ketika Ayah tidak selalu bekerja,” kata Vi senang.

            Aku membawakan tasnya dan kami berjalan masuk beriringan. “Swiss tidak terlalu buruk kan?” tanyaku.

            “Sapinya baik, padang rumputnya baik, pohonnya baik. Aku senang dan, aahh!!” dia berteriak senang lalu mengeluarkan sebuah syal berwarna putih. “Bagaimana tenunanku? Aku hanya menggunakan satu warna, maaf pemula,” dia tersenyum senang.

            “Aku terkesan, ini rapi,” kataku lalu memakainya.

            “Sayang sekali ini bukan winter,” kata Violet lalu kami tertawa. “Kapan ulang tahunmu? Aku akan membuatkan yang lebih baik,” kata Violet.

            “Sudah lewat, 1 Maret,” kataku.

            Langkah Violet terhenti. “Kenapa kau tidak memberitahuku?” tanyanya. Aku menatap matanya yang memancarkan aura marah, kecewa, dan sedih. Hal-hal yang tidak ingin aku lihat, tapi disinilah aku, aku yang membuatnya seperti itu.

            “Maaf, aku,”

            “Aku tanya kenapa kau tidak memberitahuku?” tanya Violet, matanya dipenuhi kemarahan kali ini.

            “Nona Anderson, makan siang,”

            “Pergi!” kata Violet tegas lalu pelayan itu pergi. “Haruskah aku mengulangi pertanyaanku? Apa kau tuli?” tanyanya.

            “Violet,” aku bicara selembut mungkin.

            “Kau tidak menganggapku penting ya?” tanyanya, membuatku terenyak.

            “Aku.. tidak begitu, bisakah kau dengarkan aku?” aku memegang bahunya lembut dan meremasnya pelan.

            “Kau... itu tidak apa-apa. Aku tidak punya hak untuk memaksamu,”

            “Dengarkan aku,” aku memegang dagunya dan menatap langsung ke matanya. “Aku minta maaf. Tahun depan, aku akan sangat senang kalau kau mau merayakannya denganku,” kataku lembut.

            Dia tersenyum manis lalu aku balas tersenyum. Ini surga. Wajahku hanya berjarak beberapa centi dari wajahnya dan aku bisa mencium wanginya jauh lebih jelas. Mataku membesar, dia tiba-tiba mendekat dan mencium bibirku. Spontan, aku menahan nafasku tapi ketika bibirnya mulai bergerak, semua pertahananku runtuh.

            Tangannya merayap di kepala belakangku dan meremas rambutku pelan. Dia mendesah pelan ketika aku balas menciumnya. Aku bisa merasakan dia tersenyum lalu dia melepas ciumannya.

            “Selamat ulang tahun, Justin. Maaf terlambat,” katanya lalu tersenyum. Jahatnya, senyumnya normal, seperti tidak terjadi apa-apa. Tuhan, aku ingin ulang tahun setiap hari, kumohon.

The Butler : Lady VioletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang