Part 9

1.1K 53 2
                                    

As I promised before <3 Enjoooyy

~~~~~

            Ulang tahun Nona Anderson sudah semakin dekat. Bodyguard tersebar dimana-mana. Mood Violet semakin sering berubah-rubah karena pergerakannya semakin terbatas. Sebagai gantinya, aku diseretnya kemana-mana untuk menemaninya. Bodyguard itu memang tidak ‘diprogram’ untuk melucu, tertawa dan sebagainya, wajar saja Violet bosan.

            “Ya ampun, hari ini akan besar,” aku menghela nafas panjang.

            Ini salah satu event terbesarku. Biasanya, aku paling hanya bertemu dengan rekan-rekan kerja Tuan Anderson. Tapi kali ini, semua keluarga Anderson akan datang dan... aku sangat gugup. Entah kenapa, aku ingin mereka semua menilaiku baik.

            “Kau sibuk?” suara Violet menyadarkanku. Aku langsung berbalik dan menatapnya. “Kenapa? Wajahmu pucat. Kau sakit?” matanya membulat.

            “Ini jam 1 siang, ada apa?” tanyaku lalu menghampirinya. “Bukannya kau seharusnya dikantor?”

            “Membosankan. Kau mau jalan-jalan, Justin?” tanya Violet.

            “Ya, tentu,” aku berjalan kearahnya dan dia mengaitkan tangannya ke sela-sela lenganku. Aku mengapitnya dan kita berjalan bersama.

            Kami berdua berjalan ke taman. Bunga-bunga bermukaran dengan sempurnanya dan ini akan indah di pesta Violet nanti. Senyumnya merekah sambil tangan-tangannya membelai bunga-bunga itu. Nona Jasmine membelai mawar, ini indah.

            “Ada sesuatu yang mengganggumu di kantor?” tanyaku.

            “Kau peduli?” tanya Violet.

            “Apa itu pertanyaan?” aku mengerutkan keningku.

            “Cium aku, aku akan beritahu,” katanya lalu mendekat. Aku menghela nafas lalu melihat ke kiri dan ke kanan. “Kau takut terlihat?” tanya Violet.

            “Ya,” jawabku jujur.

            “Kau milikku, Justin. Kurasa itu jelas. Aku bisa melakukan apapun, sungguh-sungguh apapun padamu, Tuan Bieber,” dia mengelus pipiku.

            “Diam,” aku menciumnya dan dia merangkul leher belakangku seraya mendekat ke arahku. Angin musim panas menerpa kami dan aku melepaskan ciuman itu. “Apa kau minum?” tanyaku.

            “Sedikit, hanya sedikit,” dia tersenyum manis. Dia berbalik, berjalan ke arah rumpun bunga itu lagi. “Ibuku menelpon tadi,” katanya lalu kami berdua terdiam.

            “Apa ini tentang pestamu?” tanyaku.

            “Ya, dia ingin datang tapi... ayahku tidak menginginkannya. Jadi aku bilang padanya, untuk... menelpon Ayah,” kata Violet.

            “Apa dia akan melakukannya?” tanyaku.

            “Tentu, tapi Ayah pasti akan menolaknya,” dia menatapku sambil tersenyum manis. Ditangannya sudah ada setangkai mawar merah. “Tidakkah dia indah?” tanya Violet.

            “Dia indah,” aku berjalan menghampirinya lalu mengambil bunga itu. Aku memotong pendek batangnya, membuang durinya dan menyelipkannya ditelinga kirinya. “Sekarang lebih indah,” aku tersenyum sambil mengelus pipinya.

            “Susah untuk menjadi profesional denganmu, Justin. Jujur, aku tak mau,” dia tertawa kecil. “Bolehkah aku minta sesuatu?” tanya Violet.

The Butler : Lady VioletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang