Part 1 •|

24.3K 2.3K 72
                                    

Asya yang kini sedang berada di dalam raga Sesil, mengedarkan pandangannya. Dilihatnya darah yang mengering serta seragam yang ketat.

"Jadi lonte nih gue ceritanya?" gumam Asya menatap penampilannya.

Kuku yang di cat berwarna merah serta baju yang berada didepan perut dan ketat. Seperti baju anak sd.

Merasa sesuatu menancap di pelipisnya, gadis itu merabanya. Mencabutnya tanpa merasakan rasa sakitnya.

"Oalah, nancep besi toh." ujar gadis itu.

Mengambil ponsel yang sedari tadi berada di sakunya, lalu membuka kamera. "Yah, jadi lonte." ucapnya dengan lirih saat melihat bibirnya berwarna merah.

Sekarang jam sudah menunjukkan pukul 10 pm. Sesil yang berjiwa Asya, bangkit dan ingin mencari sebuah klinik terdekat.

****

Kini waktu sudah menunjukkan pukul 00.00 am. Namun, tidak ada seorang pun yang menelfon di ponselnya.

Sesil yang berjiwa Asya, berdecih pelan. "Moga-moga di kehidupan selanjutnya, gue gak punya keluarga seperti mereka." ujarnya.

Gadis itu menaiki taksi, dengan uang saku yang pas-pasan. Itu karena Sesil yang hanya di beri sedikit uang jajan.

Bahkan uang jajannya selama sebulan ke depan habis akibat membeli seragam sekolah baru.

Setelah sampai di sebuah mansion dengan pagar utama yang menjulang tinggi, Sesil menatapnya lama.

Membayar biaya taksi, lalu melangkahkan kakinya masuk.

Satpam penjaga yang melihatnya masuk, menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan.

Sesil hanya mengangkat bahu acuh.

Tanpa mengetuk dan memberi salam, Sesil masuk. Ternyata, di ruang keluarga masih ada beberapa manusia tak kasat mata yang berada di sana.

"Dari mana?" tanya salah satu dari mereka.

Dari suaranya, Asya yakin bahwa yang menegurnya barusan ialah Ayah dari raga yang sedang di tempatinya.

Gadis itu menoleh dengan senyum tipis, melangkah mendekati mereka yang sedang menatapnya. "Dari surga." jawab Sesil.

"Kalau di tanya itu jawab yang bener!" bentak Reynand Anggara Atmajaya, abang ke tiga Sesil.

"Kalau di mintai tolong itu, tolongin!" balas Sesil, pun membentak.

Rey menegang, membuat salah satu sudut bibir Sesil terangkat naik. Berjalan mendekati pria yang notabenenya adalah Abangnya itu. "Gue terlalu baik kalau mati tanpa balas dendam sama kalian dulu." bisik Sesil tepat di telinga Rey.

Tentu, tidak dapat di dengar oleh semua orang.

Setelahnya, ia melangkah menjauh dari mereka dan berlalu menuju kamarnya.

****

Malam telah berganti dengan pagi, dan Sesil masih asik bergelung di balik selimutnya.

Bahkan menutup kepalanya menggunakan selimut saat matahari masuk ke cela cela jendelanya, membuat gadis itu terusik.

Drtt drtt

CHANGE SOUL [TERBIT E-BOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang