Part 18 |•

11.8K 1.2K 25
                                    

Seorang gadis, meneliti bangunan tua di hadapannya ini. Bangunan yang sepertinya sudah ingin roboh itu.

"Shit! kalau bangunannya roboh gimana anjing?!" umpat gadis itu.

Sesil meneliti pekarangan gedung itu. "Mata gue ternyata masih bagus."

Ia menembak salah satu perangkap yang terpasang di dekat pohon.

Jalanan yang gelap dan hanya di terangi dengan cahaya bulan, membuat dirinya harus ekstra hati-hati.

"Asya?!"

Sesil terjengkit kaget ketika mendengar suara dari earpiece nya. "Anji-- gak boleh ngomong kasar."

"Jangan teriak goblok!"

Terdengar suara cengegesan di earpiece nya. "Gue cuman mau bilang, lo salah bangunan, Sya. Soalnya gue liat di maps, ada dua bangunan di daerah situ." jelas Zy.

"Ngapa gak ngomong dari tadi waktu di jalan goblok! kan earpiece nya terpasang terus!" gerutu gadis itu.

Sebelum menaiki motornya, ia kembali menatap bangunan tua itu. "Tapi, kenapa disini ada perangkap?"

"Iya, soalnya disana pernah di pakai anak mafia sebelah."

Sesil mengangguk lalu menaiki motornya. "Gue takut banget anjir! tiba-tiba ada kunti gitu kan, cekikikan." ucap Sesil berbicara pada Zy di seberang sana.

"Takut sama kunti tapi suka bunuh orang! Gak waras lo, Sya." sahut Bayu.

Sesil tak lagi menjawab saat sampai di gedung tua yang di maksud penelfon itu.

Dengan langkah pelan dan penuh kehati-hatian ia berjalan masuk. "Permisi!" teriak gadis itu.

"Lo ngapain teriak jingan?!" kesal Tasya.

Sesil cengegesan. "Kan biar sopan."

"Sopan pale lu!"

"Ya ampun, kenapa harus ketemuan di tempat gini sih! kalau ada kuntinya gimana?!" gumam Sesil, melangkah sambil mengedarkan pandangannya, meneliti setiap sudut ruangan.

Hingga, beberapa pria bertubuh tinggi, tegap dan kekar menghadang langkah Sesil. "Ini bukan taman main untuk anak kecil, cantik." ujar salah satu pria itu.

Sesil terkekeh sinis. "Gue Asya."

Mereka semua menatap Sesil tak percaya. Bahkan salah satu dari mereka, meneliti Sesil dari setiap sudut.

"Lama, gak di kasih kopi dulu ini?" tanya Sesil yang merasa pegal berdiri disini.

Sebenarnya, pegal karna takut jika saja kunti datang menyerangnya. Kan gak bisa mati dua kali.

"Ikut kami!" titah mereka.

Sesil mengikuti dari belakang. Meneliti setiap sudut ruangan, tiba-tiba saja bulu kuduknya meremang. "Bro, gue di tengah dong." pintanya.

Tanpa menunggu waktu lama, gadis itu berpindah tempat, berada di tengah-tengah pria berbadan besar itu.

"Gue baru tau ternyata Asya yang mereka bilang kuat itu, sekecil ini." ujar pria di belakang Sesil, mengecilkan suaranya saat mengatakan 'sekecil'.

Namun, Sesil yang memiliki pendengaran tajam, melirik ke belakang. "Gue kecil aja kuat, apalagi besar!" ketusnya.

Sesampainya mereka di sebuah ruangan dengan pintu yang penuh lumut itu, pria yang mengantar Sesil mempersilahkan gadis itu masuk.

Sesil mengernyit kala hanya ada dirinya dan seseorang di balik tempat duduk itu. "Mana teman gue?" tanya Sesil to the point.

"Saya beri kamu dua pilihan, kamu yang pergi dari sini atau teman kamu? silahkan di pilih." ujar seseorang itu.

CHANGE SOUL [TERBIT E-BOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang