"Taruh saja di situ, bu. Terima kasih. Kak Renjun kalau mau, boleh langsung ambil saja, ya."
"Hamba permisi, Tuan Putri, Tuan Pangeran."
Klek.
Pintu kamar itu akhirnya tertutup, meninggalkan Nancy dan Renjun berdua.
"Nah, ayo lanjutkan cerita tadi!" pinta Renjun menggebu-gebu.
"Baik!" Nancy menyesuaikan duduknya agar lebih nyaman, berhadapan dengan Renjun di atas kasurnya. "Tadi sampai mana?"
"Hm, ancaman di istana ini mencapai nilai sepuluh menurutmu dan tentang Jiwa Api yang akan membunuh pengkhianat, seingatku?" jawab Renjun sambil memeluk bantal di sana.
"Ah ya!"
Nancy menyeruput tehnya terlebih dahulu. "Aku selalu merasakan bahwa ada beberapa orang di dalam istana yang hendak menyingkirkan ayah kemudian kedua kakak tiriku, Kak Jeno dan Kak Yoongi. Aku tidak bisa dan tidak mau langsung memberi label pada orang-orang ini, namun aku merasakan niat buruk dari mereka sejak dua tahun lalu."
"Karena?"
"Hm ... sulit dijelaskan, namun tatapan mereka pada Kak Yoongi dulu sangat tidak menyenangkan. Kemudian mereka menunjukkan bahwa mereka tidak suka saat Kak Jeno pulang," jelas Nancy. "Saat itu aku tidak sengaja menguping ada yang bilang bahwa mereka kira Kak Jeno sudah mati di laut dan berharap kalau yang datang saat itu adalah hantu Kak Jeno."
"Karena Jeno yang akan naik takhta?"
"Kurasa juga begitu." Nancy menuangkan teh untuk Renjun. "Kak Jeno orang yang keras dan berdarah dingin. Untuk orang-orang yang senang mencuri kesempatan dan harta, raja seperti Kak Jeno adalah momok."
Renjun membisu. Pikirnya kini melanglang buana. Diseruputnya teh merah yang asapnya masih mengepul itu.
'Apa aku bisa melindungi Jeno selayaknya bidak ratu?'
"Makanya, aku berharap agar Jiwa Api bisa segera membakar habis mereka sebelum mereka yang akan menghancurkan kerajaan ini," sambung Nancy.
"Bagaimana caranya?"
"Sulit," Nancy mendesah, "mereka memang bisa merasakan niat jahat, namun tidak akan berbuat apa-apa sebelum ada keadaan darurat."
"Apa ... di sini tidak ada penyihir kerajaan untuk memanggil Jiwa Api itu?"
Nancy menggeleng. "Ada penyihir, namun kerajaan tidak memilikinya. Satu lagi, mereka tidak bisa dipaksa untuk muncul dan hanya akan muncul sendirinya ketika keadaan darurat."
"Keadaan darurat ...."
Nancy mengangguk, "kita hanya perlu memancing oknum-oknum itu untuk melakukan sesuatu yang mengancam kerajaan ini."
"Itu sangat berisiko."
"Memang. Kecuali kalau kita percaya pada sistem peradilan di sini, kita tidak perlu memaksa kerajaan dalam krisis untuk menyingkirkan oknum-oknum ini."
"Nancy," Renjun menjeda sejenak, "kita coba cara bersih terlebih dahulu sebelum mengharapkan bantuan makhluk spiritual seperti mereka. Bayaran untuk bantuan seperti itu biasanya sangat tinggi."
"Aku setuju." Nancy mengangguk. "Aku tahu Kak Renjun bisa diharapkan."
"Dari mana kau meyakini itu?"
"Entahlah," Nancy mengedikkan bahunya. "Aku tahu dari pandangan pertama dan kurasa alam semesta berbisik padaku bahwa Kak Renjun bisa kuharapkan, bisa membawa terang untuk Kerajaan Foinix bersama Kak Jeno."
Renjun tertegun, lagi.
••••
Deg!

YOU ARE READING
Black Blood
Fiksi PenggemarAkhirnya bertahun-tahun sesudah lenyapnya Mutiara Hitam, kebahagiaan pun datang. Hidup seorang Lee Jeno semakin sempurna bersama sang pendamping, Lee Renjun, dan buah cinta mereka. Kerajaan Foinix menjadi aman dan tentram setelah Raja Donghae menyer...