Delapan

605 114 21
                                    

Matanya terpejam menikmati angin yang membelai wajahnya. Wewangian asin mengingatkannya akan kehidupan di bawah laut yang dahulu ia miliki. Sedikit memori masa lalunya terputar, membawa rindu dalam hatinya. Tangannya bertumpu pada sisi kapal.

"Heya!"

"Oh!" Renjun menoleh pada orang di sampingnya.

"Masih mengingatku?"

"Hoshi, 'kan?" Renjun tersenyum lebar. Ah, tentu saja ia masih ingat awak kapal Jeno yang satu ini. Hoshi tertawa renyah, "aku tahu aku tak terlupakan."

"Apa, sih?" Renjun tertawa lalu memukul bahu Hoshi pelan.

"Tidak terasa, ya?" Hoshi turut memandang langit yang biru cerah. "Dulu kau merengek-rengek karena air di bakmu habis atau ikanmu tidak sengaja terlempar ke luar embernya, sekarang kau sudah akan menjadi ratu Foinix." Mendengar itu, Renjun hanya terkekeh sambil mengusap tengkuknya. "Ah, rasanya seperti yang melihat anak sendiri bertumbuh, padahal aku tidak jauh lebih tua darimu."

"Nostalgia."

"Ya. Jadi, apa rencanamu sesudah menjadi ratu?"

"Eh?"

"Kok 'eh'?" Pelaut itu menatap Renjun bingung. "Ratu itu punya posisi paling fleksibel dan menguntungkan di kerajaan. Masa kau tidak punya rencana apa pun? Meminta Jeno menaklukkan Kerajaan Simhain di seberang Foinix mungkin? Katanya emas di sana bagus. Potensial untuk memperkaya kerajaan, bukan?"

Renjun tidak menyembunyikan keterkejutannya. Ia tergagap menanggapi "ide-ide" kegiatan yang ditawarkan Hoshi. Selama ia tinggal di Neptunia dan di Arktik bersama Yuta, ia tidak pernah sampai memikirkan seperti itu.

Kekuasaan, keserakahan, bumi-hangus.

Semengerikan itu kah 'manusia' yang selalu diceritakan bangsa duyung padanya dahulu?

"A-a-aku hanya ingin menikahi Jeno, bukan menjadi ratu atau apalah itu yang kamu ceritakan," sela Renjun, yang berhasil menghentikan ocehan Hoshi.

"Lah. Kau tahu kalau Jeno akan menjadi raja, 'kan?" sebuah tanya terlontar dari bibir Hoshi, "lagipula, seingatku, kau ini pangeran dari Neptunia 'kan?"

"Y-ya, tapi ayah tidak pernah melakukan itu," jawab Renjun, "atau setidaknya sejauh pengetahuanku dan tidak sekejam yang kau ceritakan."

Hoshi terkekeh dan menggelengkan kepalanya, namun tidak jelas bagi Renjun maksudnya. "Sepertinya kita perlu sedikit 'pengasahan' untukmu. Ayo ikut aku!"

"M-mau apa?"

"Belajar sedikit." Hoshi menarik tangan Renjun. "Kamu bisa menemukan apapun di atas kapal ini, bahkan penggosok kamar mandi pun tahu tentang rahasia orang-orang hilang dari dua puluh tahun lalu."

••••

"Kasarnya seperti itu, ya."

Renjun merengut melihat bidak rajanya terjatuh. Orang di depannya tersenyum tipis dengan bidak kuda di genggamannya.

"Sekalipun raja adalah seseorang yang sangat hebat dan berkuasa, pada akhirnya ia bisa terjatuh kalau tidak dijagai ratunya."

"Tapi kenapa?"

"Kau lihat, bidak ratu adalah bidak yang paling bebas untuk bergerak dibandingkan bidak lainnya. Maka dari itu, posisimu sebagai ratu di sebuah kerajaan adalah posisi yang menguntungkan sekaligus berbahaya."

"Seungcheol, tapi itu 'kan di permainan."

"Permainan itu bisa menggambarkan dunia nyata," jawab Seungcheol lembut. "Kurasa di tempatmu dulu tidak ada yang seperti ini?"

Black BloodWhere stories live. Discover now