Angin berembus kencang, membangkitkan roma di sekujur tubuh sang kapten kapal. Dua malam sudah berlalu, namun ia belum juga terlelap. Pulas gelap mewarnai kantung matanya. Sebuah helaan napas berat ia lepaskan sebelum melangkah keluar dari ruangannya. Jemarinya bergerak tak tenang. Pedih menyapa pandangannya saat disambut sinar mentari dan angin dingin.
"Kapten!" seru Seungcheol, "kau terlihat ... berantakan."
"Aku tahu," Jeno merotasikan matanya. "Aku ingin tidur tapi tidak bisa."
"Mengapa tidak?"
"Dua burung itu tidak kembali, bagaimana aku bisa tidur? Bagaimana kalau kita tersesat di padang laut?"
Seungcheol terkekeh, "kapten tidak pernah takut tersesat. Kapten hanya takut tidak bisa bertemu Renjun. Dasar budak cinta. Beristirahatlah barang setengah jam, tidak akan berpengaruh apa-apa."
Jeno mendecih sebal, "kalau aku tidur, bisa saja burung itu kembali."
"Sudahlah, tidur saja, kapten!" Seungcheol mendorong Jeno agar segera kembali ke ruangannya. "Nanti kubangunkan kalau ada--
"WAAH! Merpatinya kembali!!!"
Mereka berdua menoleh ke arah crow's nest tempat Chan berjaga dengan teropongnya. Jeno segera berlari ke ujung dek menunggu kedua merpatinya.
Benar saja, kedua burung putih menyapa penglihatannya. Senyum lebar tertarik di wajah Jeno. Ia langsung menyambut merpati-merpati itu ke dalam dekapannya.
"'kan sudah kubilang lebih baik aku tidak tidur!" ia tertawa lebar saat melihat wajah masam Seungcheol.
Seungcheol menghela napasnya dan menggelengkan kepalanya, "ya sudah, urusi dulu merpati itu. Setelah itu pergilah beristirahat."
Jeno hanya mendengung sembari memberi air untuk kedua burung itu. Kedua matanya melebar melihat salah satu burung itu membawa gulungan kertas. Kertas itu diambilnya lalu kembali membawa burung itu ke ujung dek.
"Kita kembali berlayar, anak-anak!" serunya.
"Siap, kapten!!!"
Layar kembali dikembangkan dan jangkar diangkat. Angin mendorong kapal itu bergerak.
Wuss!
Kedua burung itu kembali melesat ke angkasa, menuntun kapal itu menuju tujuan mereka.
Grep.
"A-ah, Seungcheol?" Jeno tersenyum canggung saat bahunya diremat kuat Seungcheol.
"Pergilah. Tidur. Kapten."
Jeno tersenyum masam lalu menarik kakinya menuju ruangannya. Sepertinya memang harus tidur. Tubuhnya seperti yang remuk. Tak butuh waktu lama baginya untuk kembali merebahkan tubuhnya di atas hammock tempatnya beristirahat.
Ah, surat yang tadi!
Jeno merogoh saku celananya dan mengambil surat dari merpati itu. Dengan sedikit tergesa, ia membukanya.
'Aku menunggu dalam harap hanya untuk saat bagi kita kembali bertemu. Semoga momen itu segera terjadi sebelum aku mati karena rindu ini perlahan membunuhku, Kapten. Tertanda, Renjun.'
Suasana dek kapal terasa damai, sayup terdengar beberapa awak kapal yang berceloteh, sesekali tertawa. Seungcheol sedang mengepel dek sambil sesekali bersiul.
"Aku tiba-tiba teringat saat kita melawan monster itu," ucap Jimin pada Seungcheol sambil mengunyah roti sarapannya. "Itu saat yang mengerikan."
Seungcheol mengangguk, "benar. Aku tidak ingin hal itu terulang lagi."

YOU ARE READING
Black Blood
FanfictionAkhirnya bertahun-tahun sesudah lenyapnya Mutiara Hitam, kebahagiaan pun datang. Hidup seorang Lee Jeno semakin sempurna bersama sang pendamping, Lee Renjun, dan buah cinta mereka. Kerajaan Foinix menjadi aman dan tentram setelah Raja Donghae menyer...