⌗🍁; "高嶺の花."

696 67 11
                                    

Takane no Hana (高嶺の花) : " Bunga yang berada di puncak tertinggi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Takane no Hana (高嶺の花) :
" Bunga yang berada di puncak tertinggi. "; suatu keinginan, tetapi sukar tercapai karena sangat jauh dari jangkauan.

🍁🍁🍁

A/N : Ini kelanjutan dari chapter " kyoka suigetsu" yak. Disarankan membaca chapter itu terlebih dahulu woske? ;)

🍁🍁🍁

[ Name ]

[Name] : Kazuha?

[Name] : Hei, sudah hampir dua minggu Kafemu tutup, apa terjadi sesuatu?

[Name] : kamu baik-baik saja, kan?

[ Name] : Astaga, ayo balas pesanku!

[ Name ] : bahkan kau juga tidak kunjung menjawab telponku, apa kamu marah? Apa aku melakukan kesalahan? :((

- 2 missed call from [Name]-

[ Name] : Kazu, kau menyebalkan sekali -_- angkat teleponku dong!! Kenapa sih??

[ Name ] : Aku akan berkunjung ke Apartemenmu sore ini. Akan kubawakan Sakura Mochi kesukaanmu. Ayo kita menyantapnya sambil nonton film seperti yang kita lakukan sewaktu SMA hahaha

[Name] : tunggu aku ya! Kini aku harus meeting dulu bersama klien, tak akan lama kok! (≧∇≦)/

🍁🍁🍁

Sejak kapan semua menjadi seperti ini?

Entah sudah berapa kalinya ia bertanya kepada sunyi, kepada suara desir angin, dan kepada kegelapan yang meredam ruang itu.

Kedua sorot kosongnya terpaku kepada kembang-kembang Marigold yang berserakan dimana-mana, nyaris memenuhi ruangan. Tercampur oleh cairan kental merah pekat berbau besi, yang sebagian diantaranya telah mengering.

Dalam batin, ia terus memaki tubuh lemasnya untuk bangkit dan membereskan semua kekacauan ini, apalagi Gadis itu akan datang. Apa reaksi yang pertama kali mucul di paras si Gadis melihat semua ini? Sudah pasti sangat menyedihkan.

Namun, apa daya? Bunga-bunga itu telah merampas seluruh energinya. Jangankan beberes, bangkit untuk menyalakan lampu saja ia tidak mampu, sehingga lelaki itu pun membiarkan rona jingga milik senja, yang merambat masuk melewati jendela, untuk mengguyur ladang bunga kecil di dalam ruangannya tersebut. Walaupun pada akhirnya yang tercipta hanyalah sebuah Temaram yang malah makin mencerminkan betapa mengenaskannya situasi saat ini.

Sejak kapan semua ini terjadi?

Lelaki itu sama sekali tidak ingat, bahkan ia tidak tahu sudah berapa lama hari terlewat. Tubuhnya tergolek lemas di sudut gelap ruangan, tak bergeming.

Yang ia ingat, pada sewaktu pagi hari yang mendung itu, dadanya terasa sesak luar biasa, tenggorokannya seperti terbakar, serta paru-parunya bagai tercekik sebuah akar yang sama sekali tidak membiarkannya untuk bernapas. Apa yang terjadi? Padahal ia tidak memiliki riwayat penyakit pernapasan sebelumnya.

Seling fase menyakitkan itu terjadi, tak lama kemudian kembang-kembang kuning pun secara paksa keluar dari mulutnya bersamaan dengan batuk yang teramat membuat dadanya tersebut sakit. Darah juga bercucuran, melukis estetika kembang-kembang dalam wastafel itu menjadi lebih abstrak.

Pada saat itu, pemuda tersebut langsung paham, bahwa inilah awal mula ia mendengar senandung elegi atas kehidupannya sendiri, dan tak menutup rasa menyedihkan pula jika lembaran akhir hidupnya itu harus tertuliskan seperti ini.

Ini bukan salah gadis itu, berkali-kali ia meyakinkan dirinya dalam hati.

Ini adalah salahku yang terlalu menjadi pengecut dalam mencintainya.

Kecewa memang ia rasakan, sesal datang menghujam dirinya tiada henti. Kalau saja ia memiliki keberanian, akankah semua berakhir seperti ini?

Atau, kalau saja rasa itu tidak pernah tumbuh dalam hati kecilnya tersebut, mungkinkah hari ini dia masih dapat hidup?

Bukan, bukan berarti ia menyesal karena telah mencintai gadis itu.

Sejak awal ia paham, mencintai adalah ibarat pedang bermata dua. Segala konsekuensi juga telah terpikirkan matang-matang.
Dia tahu suatu saat hal ini akan terjadi dan dia paham betul untuk menghilangkan semua ini.

Bodohnya, ia malah membiarkan perasaan yang mencekik dirinya tersebut terus mengalir. Didasari pemikiran tidak ingin menghapus memori indah yang terlukis di sebelah pahit yang melandasi.

Ya, silahkan sebut Kaedehara Kazuha bodoh karena telah mencintai [Name] begitu dalam, padahal logikanya tahu semua akan berakhir sia-sia.

Tetapi apa boleh buat juga, kan? Namanya juga sudah buta, dan menghapus perasaan itu tidak mudah seperti menguninstall program dari sebuah perangkat.

Jadi di akhir hidupnya itu, ia memilih untuk terus membiarkan semua kenangan tersebut hidup, daripada memusnahkannya begitu saja. Setidaknya ia akan meninggalkan jejak di dunia, bahwa ia telah merasakan apa itu Cinta dalam arti manis maupun pahit.

Kini pandangannya makin mengabur, rasa sesaknya juga masih tak kunjung semu. Mungkin dia akan tidur sejenak terlebih dahulu sebelum gadis itu datang. Ia terlalu lelah setelah tiada henti mengeluarkan kelopak sejak pagi.

Atau alangkah baiknya jika ia mati saja diantara hamparan kembang-kembang emas ini, dibawah sinar redup milik lembayung senja, dan ditemani oleh kesenyapan petang.

Bukankah kedamaian seperti ini yang ia dambakan?

🍁🍁🍁

" Apa aku pernah menyesal mencintaimu? "

Belakangan ini aku selalu berpikir seperti itu.

Tapi setelahnya aku yakin, bahwa aku tidak akan menyesalinya sama sekali.

Harapanku untuk kau membalas perasaanku memang tidak terwujud.

Tetapi kenangan yang kita sudah lalui selama ini telah memberi bayaran yang setimpal atas semua itu.

Kini, kuharap kau selalu bahagia, 'kembangku.'

Terima kasih dan sampai jumpa lagi.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

⌗❏❜⋮ 𝙏𝙒𝙄𝙏𝙏𝙀𝙍𝙋𝘼𝙏𝙀𝘿; к.кαzυнα ﹆〻°Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang