14. in The End of The Day

532 48 3
                                    

"Toji dan Megumi?"

Gadis berkacamata itu lantas menaikan satu alisnya, menatap selidik teman sekelasnya. Okkotsu Yuta---teman sekelasnya itu terlihat lebih serius dibandingkan biasanya. Padahal setahunya pemuda tersebut selalu tersenyum kalem setiap harinya, sampai-sampai tidak ada orang diluar sana yang menganggapnya serius. Lebih tepatnya. Biasanya, siapapun tak akan segan padanya sebelum mereka mengetahui Okkotsu Yuta adalah penyihir Jujutsu tingkat khusus.

Maki pun mengelengkan kepalanya lalu berkacak pinggang di depan pemuda tersebut. "Yah. Apa sekarang kau sudah sadar siapa rivalmu yang asli? Huh?" tanyanya dengan gelagat semacam hakim di ruang sidang. Ini Fushiguro Megumi yang sedang mereka bicarakan. Walaupun mereka beda marga tetap saja Zen'in Maki adalah orang terbaik yang bisa ditanyai Yuta sekarang.

Yuta lantas sedikit merona karenanya. Pemuda itu pun membuang mukanya dan bersedekap dada, mencoba melindungi dirinya dari tatapan tajam gadis tersebut. "A-aku cuma penasaran," jawabnya menunjukan kegugupan sekaligus kegelisahannya.

"Kau tahu Naoya kan? Si sialan Zen'in Naoya. Kau pernah bertemu dengannya kan?"

Entah mengapa tiba-tiba Maki menyangkut pautkan nama orang lain kedalam pembicaraan. Tumben sekali. Karena gadis itu biasanya tak berbicara berputar-putar, apalagi yang disebutkan adalah nama saudaranya yang paling dibencinya.

Gelagat Maki malah menambahkan kegelisahan Yuta, lebih dari yang diperlukan pemuda tersebut. Namun ini bisa berarti masalah penting yang kemungkinan besar harus dihadapi Yuta. Lantas tanpa banyak bertanya ia pun langsuang menjawab singkat, "Iya."

"Hmph!!" Itu adalah satu dengusan kasar yang sangat kentara, gadis tersebut selalu demikian setiap kali membahas keluarganya. Bukan hal aneh lagi dimata Yuta. Hanya saja, dalamnya tekukan bibir gadis tersebut selalu mengintimidasinya. Padahal sudah tahu kalau bukan dirinya yang merupakan target kekesalannya.

"Megumi dan Naoya. Mereka berdua sama-sama mengagumi Toji sampai dalam tahap menjijikan," terang Maki kemudian. Kata terakhir sepertinya sengaja diberikan penekanan, gadis itu sampai mengerus giginya.

Yuta tidak berani menyelanya. Lebih baik dia diam dan memasang senyuman kakunya.

"Kau pasti sudah mengetahuinya. Bagaimana Zen'in memperlakukan anak-anak yang lahir tanpa energi kutukan. Tsk! Aku dan Toji adalah contoh nyatanya, Tapi Toji berbeda dimata Naoya," Maki lalu melanjutkan penjelasannya. Perempuan yang biasanya nampak tenang namun penuh percaya diri itu, rupanya juga gampang tersulut amarahnya.

"Apanya yang berbeda?" Ingin Yuta memukakan pertanyaan di kepalanya. Namun benar apa yang dikatakakan sebagian lelaki kebanyakan. Kadang-kadang perempuan sangatlah menakutkan. Makanya sekali lagi. Yuta pun memilih untuk menunggu sambil tersenyum canggung.

"Alasan mengapa Naoya membenciku tidak lain lagi dikarenakan si brengsek itu mengira aku mencoba untuk mengikuti jejak Toji. Hah!! Seolah-olah aku pun ingin dilahirkan sebagai anak tanpa energi kutukan....."

Senyuman Yuta mulai luntur. Kalau seperti ini terus Maki akan terus mengoceh dan mengeluh tentang Naoya. Jujur saja Yuta tidak pernah begitu peduli bagaimana situasi di kediaman ketiga keluarga utama. Setiap penyihir Jujutsu pasti sudah menyadari kalau ketiga keluarga besar memperlakukan dan melihat kualitas seseorang dari besarnya energi kutukan mereka.

Lama kelamaan. Yuta akhirnya tidak bisa menahan helaan nafasnya. Tanpa sadar dia sudah menghela panjang seolah dia pun mengeluh di depan Maki yang sedang (asyik) kesal sendirian.

"Kalau itu menyangkut Megumi. Kau jadi tidak sabaran huh," komen Maki setelah memergokinya. Gadis itu tidak memberikan Yuta kesempatan untuk mengelak dengan kembali berbicara, "Mengenyampingkan kegilaan Naoya. Perasaan Megumi terhadap Toji jauh lebih tulus."

Yuta langsung terkesikap. Apa yang dikatakan Maki barusan terdengar terlalu ambigu untuknya, membuatnya semakin was-was. "Um. Jauh lebih tulus....ma-maksudnya?" tanyanya. Setelah dia tak mampu lagi menahan rasa kepenasarannya.

"Megumi menyukai Fushiguro-san?"

Memang dunia ini bukanlah tempatnya untuk menghakimi. Mau itu cinta terlarang atau cinta tulus. Namun selama itu menyangkut Fushiguro Megumi. Dia tidak akan membiarkannya begitu saja.

".....mau se-bajingan apapun bapaknya. Kurasa Megumi cukup baik sampai-sampai masih peduli dan menyukai ayahnya," jawab Maki dengan tatapan heran. "Bukannya itu cukup normal?" tanyanya baru nampak curiga setelah menyadari kegelisahan Yuta.

"Jangan bilang kau kira Megumi suka Toji dalam artian seperti itu? Yuta......kau datang dari planet mana sih?"

(Apalagi ini bukan book TojiMegu)

Di saat gadis itu bertanya. Kekesalan Maki sudah menguap dan menghilang di tengah udara lalu digantikan wajah prihatin terhadap jalan pikir teman sekelasnya.

"Hahaha......" Yuta pun harus tertawa canggung untuk menutupi kebenaran tersebut. Dia sendiri juga merasa gila karena telah berpikir demikian. Namun bagaimana lagi? Ini bermula karena Megumi menyamakan perasaannya terhadap dia dengan perasaannya terhadap ayahnya.

".......kurasa dia hanya melihatku sebagai kakak kelas huh," komentar Yuta yang tanpa sadar menyuarakan isi batinnya.

Kalimat tersebut terdengar jelas di telinga Maki. Lantas gadis itu menyeringai jenaka dan mendekati teman sekelasnya yang polos tersebut. "Hmm? Jadi apa yang dikatakan Megumi tentangmu?" tanyanya terdengar penasaran, sekaligus ada sedikit niat menggoda di nada bermainnya.

".....ti-tidak ada...." jawab Yuta enggan untuk mengakuinya. Apalagi mana mungkin dia bisa terus terang di depan Maki/ bibi Megumi sekaligus teman sekelasnya itu. Dengan mengatakan kalau dia dan Megumi hampir tidur bersama.

Sayangnya. Bukan Maki namanya kalau dia tidak pandai membujuk orang, memaksa lebih tepatnya. Pada akhirnya Yuta terpaksa menumpahkan informasi.













OXO


Sementara itu, di sisi lain tempat Yuta dan Maki. Anak-anak kelas-1 baru saja keluar dari ruang kelas. Kebetulan Megumi dan kedua teman sekelasnya sedang dalam perjalanan menuju ke kantin sekolah, setiap hari selalu Yuuji yang mengajak duluan.

Dilihatnya kedua kakak kelas mereka nampak akrab di depan mesin penjual minuman. Sebagaimana akurnya anak-anak kelas-1 tahun ini, kakak kelas mereka pun pasti juga sama akurnya.

Tanpa sadar Megumi berhenti berjalan, dia tidak bisa melepaskan pandangannya dari Maki dan Yuta. Yuuji dan Nobara lantas mendekatinya dan salah satunya dari mereka bertanya "Ada apa Fushiguro?" sambil mengikuti arah pandangnya.

Megumi sendiri tidak memahami kelakuannya. Seharusnya tidak ada yang aneh dari pemandangan di sana, seharusnya dia sudah terbiasa melihat bagaimana Maki dan Yuta berduaan dan saling tersenyum pada satu sama lain.

".....apa kau mau mengajak Okkotsu senpai?" tanya Yuuji terutama setelah melihat wajah girang Nobara yang sepertinya mau berteriak memanggil Maki.

"Tidak....." jawab Megumi tanpa pikir panjang, mungkin karena terlalu terburu-buru. Sampai-sampai dia binggung memiliki sebenarnya jawaban tersebut untuk pertanyaan yang mana. Antara pertanyaan: ingin mengajak makan atau ada apa dengan dirinya sekarang?

"....bukannya hari ini mereka anak kelas-3 punya pekerjaan lain?" sambung Megumi dengan nada dingin khasnya. Orang yang belum begitu mengenalnya pasti mengatainya cuek atau sombong, bahkan sampai sekarang pun Nobara suka mengoceh tentang kebiasaan anti sosialnya.

"Ukh!! Bagaimana bisa kau tahu? Kau bahkan tidak bertanya!?" keluh Nobara sambil bersedekap dada. Berkat Megumi moodnya untuk menyapa Maki sirna begitu saja.

"Aku tidak tahu," jawab Megumi ber-kontradiksi dengan apa yang dikatakannya sebelumnya. "Aku cuma tidak ingin mengganggu," sambungnya diikuti helaan nafas dan tangannya yang menggosok belakang leher. Disana lah baru Yuuji dan Nobara menyadari ada gerangan apa yang membuat Megumi hari ini bertingkah janggal.

TO BE CONTINUE

Rain And PetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang