02 - White Stone & Nurul Yaqin

101 56 137
                                    

Kemana pun kaki melangkah, di mana pun diri berpijak. Di akhir hayat, hanya ada satu tempat untuk kembali. Dan itu adalah tempat di mana kita bermula dan berproses. Percayalah!

White Stone Lautan Gunung, bukan Bandung Lautan Api. Batu putih yang tenang dan lengang, bukan Makassar yang ramai dan panas. Itulah White Stone, sebuah Desa yang masuk dalam daerah otonomi Kabupaten Bone, yang hingga saat ini belum menemui masa kejayaannya. Belum menemui masa keemasannya. Walaupun sekarang sudah digolongkan cukup baik dari beberapa tahun silam.

Secara geografis, letak White Stone berada di -4,6 L - 119,8 B dan berada di antara lautan gunung yang menjulang dan membentang di setiap sisinya. White Stone adalah desa terpencil yang terletak di sebelah barat Desa Gaya Baru, dan sebelah Utara-Barat Desa Tellangkere, serta di terletak di timur Desa Tapong.

White Stone adalah kesayangan, bukan kecintaan. Karena, sesungguhnya cinta dunia adalah kekufuran. Cukup, menyayanginya dan merasakan senang berada di dalam dekapannya.

Mungkin di sini, aku ingin mengucapkan terima kasih kepada White Stone yang telah mengizinkan aku untuk hidup di atasnya, untuk menjadi bagiannya dan menjadi sejarahnya. Aku juga berterima kasih, karena White Stone telah mengizinkan Nurul Yaqin untuk berdiri di atasnya. Tanpa White Stone, aku tak tahu apakah Nurul Yaqin akan ada dan kisah kami di sana.

--oOo--

White Stone memiliki keunikannya sendiri. White Stone memiliki kelebihannya sendiri. White Stone itu kompak. Memiliki orang-orang yang begitu baik dan hidup aman dan damai. Hidup dalam kekeluargaan, walaupun perselisihan itu ada. Namanya juga hidup. Tanpa cobaan, bakalan hambar semacam ... air minum mungkin? Tidak. Air minum yang tawar dan hambar, masih bisa dinikamti. Tetapi hidup tanpa cobaan seperti tak pernah merasakan apa itu hidup. Itu pemikiranku.

Meskipun memiliki beberapa kelebihan. Namun, disayangkan White Stone masih jauh dari kata sempurna. Maaf, aku tidak bermaksud mengkritik. Aku hanya menyampaikan apa yang menjadi pengamatan dan pengalamanku selama ini.

White Stone itu ceria, banyak orang-orang yang sosialis. Namun, masih ada yang monoton, menganut sikap egoisme yang tinggi, tidak patuh aturan dan sewenang-wenang. Itulah satu bagian keburukan yang kutangkap selama ini.

Di sisi lain, White Stone saat ini masih jauh dari kata maju dan terpelajar, walaupun di tahun pandemi, bidang komunikasinya sudah cukup berkembang. Kebudayaan yang berkembang di daerah ini masih alami, karena ditutup rapat oleh kepala suku. Masih terisolasi dari dunia luar. Tidak akan diberikan celah untuk berkembang karena itulah warisan. Aku tidak menyalahkan, tetapi cukup menikmati.

White Stone, dari segi pembangunan mungkin aku bisa mengatakan, bahwa dia adalah pemegang peringkat level terbawah di antara desa-desa lainnya. Segi infrastruktur yang bisa dikata memiliki kriteria cukup, bukan cukup baik tapi bisa disebut cukup parah. Sedangkan dari sisi teknologi informasi dan komunikasi, aku rasa sudah cukup berkembang seperti yang aku katakan sebelumnya. Aku bersyukur, karena sebagian besar masyarakatnya mulai berkecimpung di jejaring sosial-komunikasi semenjak Kepala desa kami meluncurkan jaringan Wirelles Fidetily (WiFi). Masyarakatnya mulai bangkit, dan mulai mengikuti kebiasaan baru di masa pandemi ini.

--oOo--

Dalam bidang keagamaan. Aku akui White Stone sudah cukup andil dan memiliki pemuka-pemuka yang bisa dibilang pro dalam ilmu-ilmu agama. Buktinya, dapat dilihat dari banyaknya lulusan-lulusan sarjana agama dan lulusan pesantren di sana. Dan aku juga termasuk sebagian kecil di dalamnya (meskipun bukan lulusan pesantren).

Di White Stone ini juga berdiri sebuah masjid yang bernama "Nurul Yaqin." Masjid ini adalah masjid terbesar yang ada di White Stone yang terletak di Dusun Tone. Masjid yang berdiri di atas tanah yang luasnya kira-kira sekitar 30 x 15 meter persegi panjang. Itu sih pemikiranku, karena aku belum pernah mengukurnya. Masjid ini bisa dibilang cukup tua, namun aku gak tahu setua apa. Intinya lebih tua daripada aku.

Santri Nurul Yaqin [END] - Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang