10 - Aku Ingin Satu Lagi

91 44 72
                                    

Di dunia ini tidak ada yang namanya kebetulan. Yang ada hanyalah kepastian, karena apa yang terjadi pada diri kita hari ini adalah satu hal yang pasti, dan sudah tertulis dalam kitab kehidupan sebelum raga berpijak di bumi.

Jika kalian bertanya adakah orang yang lebih suka tinggal di masjid dibandingkan berada di rumahnya? Aku jawab ada, karena akulah orang itu. ketika aku benar-benar dekat dengan Tri dalam maya dan nyata, aku lebih suka berada di masjid daripada di rumah.

Terkadang, ketika aku ada tugas sekolah, lebih banyak mengerjakannya di masjid, karena di Nurul Yaqin aku menemukan kebahagiaanku di sana. Di Nurul Yaqin aku bisa bertemu dengan adik-adik santri yang menghibur, dan satu yang pasti, di Nurul Yaqin juga ada satu orang yang menjadi penyemangatku dalam menjalani hari, dan kalian tahu siapa dia. Dia adalah Tri.

Sekarang aku benar-benar merasa bahagia. Duniaku kembali berwarna setelah sempat direnggut oleh korona yang menghilangkan semua warna itu tanpa tersisa. Keheningan, sunyi dan pilu yang pernah menemani suramnya duniaku, kini telah terang karena santri di Nurul Yaqin yang telah menyinari diriku. Walaupun mereka sebenarnya tidak tahu bagaimana kondisi hatiku saat itu. karena dengan senyuman, mereka menganggapku baik-baik saja.

Cuma satu yang tahu kondisi hatiku, yaitu Tri. Orang pendiam dan tidak mudah bicara inilah yang menjadi sarang rahasia seorang San.

--ooo--

Siang itu ketika aku baru pulang dari Batu, karena di sanalah aku mengakses internet.

Meskipun di kampung sebelah sudah ada WiFi, tetapi aku tetap mengirit uang karena masa-masa sekarang uang sangat sukar didapat. Apalagi, sekarang adalah masa pandemi. Untungnya aku mendapatkan kuota gratis dari pemerintah, jadi aku masih bisa mengakses pelajaran tanpa harus mengeluarkan uang sepeser pun.

Aku yang baru saja mendaratkan punggungku pada kasur, tiba-tiba terdengar suara Ayahku memanggil dan mengatakan kalau anak santriku datang mencariku.

Buru-buru aku bangkit, memperbaiki posisi baju biar terlihat tidak kusut, dan berjalan keluar lalu menuruni tangga, karena rumahku masih rumah panggung. Di tangga aku sedikit membungkuk dan seketika mataku menyipit dan senyumanku merekah ketika melihat orang yang biasanya datang kini sudah ada di depanku.

"Jam berapa mi kah?" Aku bertanya seakan berbasa-basi kepadanya.

"Sudah hampir jam dua," balasnya.

"Oh, naik rumah dulu!" ajakku dan dia hanya mengangguk pelan.

Meskipun dia mengangguk, Tri tidak naik rumah juga, dia hanya duduk di para-para yang ada di kolom rumah yang biasanya digunakan tempat istirahat. Aku bergegas mandi di WC sementara dia sedang menungguku seorang diri. Teman-temanya tidak hadir karena memang aku menyuruhnya menjemputku seorang diri.

Setelah mandi, berpakaian, dan tidak lupa wudhlu, aku mengambil beberapa buku yang biasa kugunakan dalam mengajar. Ada buku daftar hadir, Buku Kumpulan materi dan Al-Qur'an. Selanjutnya aku menuruni anak tangga dan mulai mengeluarkan motor warna biru milik kakakku, yang selalu kugunakan jika mau pergi kemana saja.

"Kenapa tidak naik rumah?" tanyaku kepada Tri ketika aku sudah mengeluarkan motor dan siap berangkat ke masjid bersama.

"Tidak ji!" balasnya, dan kuberikan beberapa bukuku tadi untuk dipegang oleh dia. Setelah dia naik ke atas motorku kami berdua pergi menuju Nurul Yaqin siang itu.

"Kak San," ujar Tri di belakangku.

"Iya?"

"Janganmi saya terus yang pergi jemputki lah," ujarnya yang seketika membuatku tidak suka dia mengatakan itu.

Santri Nurul Yaqin [END] - Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang