08 - Bagaimana Rasa Itu Bisa Muncul?

81 43 99
                                    

Setelah cukup lama mengajar di Nurul Yaqin, aku merasa ada yang aneh pada diriku. Aku merasa begitu betah berada di sana dibandingkan berada di rumah, mengingat di rumah tidak ada siapa-siapa selain sepi yang menyambut setiap pulang mengajar.

Perlahan tapi pasti, aku merasa perlahan dunia membawaku pada posisi di mana aku merasa sendiri. Sepi sekali, sunyi dan tidak ada teman untuk berbicara. Kedua orang tuaku jarang di rumah, mereka semua sibuk dengan pekerjaannya di sawah dan di kebun. Sementara, tahun itu sekolah juga mulai melakukan pembelajaran daring.

Aku merasa korona membawa hidupku pada dunia yang berbeda. Dulu, ketika kakakku tidak ada di rumah, aku merasa tidak terlalu sepi karena waktu itu aku masih sekolah secara offline dan setiap harinya aku masih bisa bersenda gurau dengan kawan-kawan di sekolah. Bercerita ini itu dan melihat tingkah anak laki-lakinya yang kemasukan jin bar-bar.

Itu dulu, sebelum korona merenggut semuanya. Kebersamaan, canda tawa, dan kebahagiaan terpancar indah kini perlahan sirna ditelan oleh awan kelabu dalam hidupku. Aku dirundung oleh sunyi dan keheningan. Saat itu aku juga sudah putus dengan Anda, jadi aku tidak punya siapa-siapa lagi untuk berbagi cerita.

Aku merasa terasingkan oleh dunia. Aku merasa dikucilkan dalam kesendirian tanpa teman yang bisa dijadikan tempat untuk berbagi. Meskipun di setiap paginya aku selalu berharap ada orang yang bisa menemaniku hari ini, tapi itu hanyalah harapan, karena pada faktanya menjelang pagi hingga pagi kembali, aku tetap sendiri. Tidak ada yang bisa menyapaku, karena aku orang yang tertutup dan lagi rumahku jauh dari keramaian anak muda seusiaku.

--ooo--

Awal-awal melakukan pembelajaran daring, aku selalu mengumpulkan tugas begitu cepat dan mengerjakan soal begitu cepat. Alasannya, biar aku bisa cepat ke masjid untuk mengajar, dan urusan sekolahku tidak mengganggu kegiatan mengajarku atau sebaliknya.

Hari-hari terus berlalu. Entah dari mana dan bagaiman rasa itu bisa muncul? Rasa nyaman yang langsung tertanam kokoh dalam lubuk hatiku. Rasa senang walaupun hanya duduk santai bersama adik-adik santri yang terkadang mengundang tawa bagiku.

Mereka adalah sumber kebahagiaanku. Aku bahagia bisa mengenal mereka. Aku merasa mereka adalah teman yang cocok untukku. walaupun, di mata orang, aku ini kurang normal. Jika teman seuasiaku mereka berteman dengan orang-orang dewasa yang seusianya, maka aku tidak. Aku lebih suka bergaul dengan adik-adikku yang masih berumur 8-11 tahun itu.

Aku tidak merasa malu, karena aku sangat nyaman bersama mereka. Meskipun terkadang aku hanya penonton mereka, karena aku juga tidak bisa membaur dengan mereka yang selalu membahas masa-masa bermainnya, tapi itu cukup menghibur bagiku. Setidaknya mereka adalah penghibur rasa kesepian untuk sementara waktu.

--ooo--

Di Nurul Yaqin selama pemantauanku, aku mulai kenal dekat dengan Tri atau nama panjangnya adalah Tri Rahmat Tahir. Di sini aku ingin berbicara tentangnya, dan mungkin sebagian besar isi buku ini banyak mengenai dia. Dia yang selalu kunomor satukan karena memang dia yang paling kusayang dalam hatiku. Meskipun kami tidak begitu respect dan dekat tetapi aku akui, bahwa dia yang paling aku pedulikan.

Tri memiliki dua sifat. Pertama, jika bersama dengan temannya itu dia orangnya terbuka dan extrovert. Namun, kalau sama aku ataukah dalam forum dia bersikap acuh, batu, dingin, dan tidak banyak bicara.

Dua sifat yang bertolak belakang ini menjadi alasan awal mengapa aku begitu penasaran dengan anak ini. Dulu, awal masuk di Nurul Yaqin dan bertemu denganku dia tidak begitu dingin dan pendiam. Namun, seiring berjalannya waktu, ternyata dia berubah. Apakah ulahku yang terlalu keras dalam mengajar? Maaf, aku memang keras dalam mengajar. Suaraku selalu menggelegar dan mungkin itulah sebabnya dia tidak mau berbuat hal konyol seperti dahulu.

Jika memang dia merasa takut karena aku terlalu keras dalam mengajar. Aku minta maaf dengan segala penyesalanku. Sebenarnya aku tidak pernah marah andai aku merasa dihargai. Aku tidak mengatakan dia tiak menghargaiku, tapi jujur, ketika dia tidak memperhatikanku, di situlah aku merasa tidak dihargai.

--ooo--

Aku terus mencoba mendekatinya. Aku jujur, aku selalu mencari tahu tentang dia, mulai dari kebiasaannya hingga apa yang disukainya. Namun, hingga hari ini anak itu benar-benar misterius dan aku belum menemukan apa yang dia sukai sebenarnya.

Di bulan Ramadhan, tepat tanggal 11 Mei 2020, aku berani meminta nomor whatsappnya di grup "ANAK ISLAM #The Power of Allah" yang dibuat oleh mantannya. Di situ aku Cuma ingin mengiriminya tilawah karena kalau grup messenger tidak bisa.

"Kita ada WA ta Tri?" tanyaku dalam percakapan grup itu.

"Ada." Singkat, padat dan jelas itulah dia.

"Bisa kirim nomorta dek?"

"Bagaimana caranya?" tanyanya dan beberapa saat kemudian dia langsung mengirimkan sebuah tangkapan layar dengan caption : "yang itu?"

"Iya," kujawab dengan singkat.

"Oh. Sudah mi pale pa lobet ki hp-ku."

Satu lagi yang perlu kuberitahu tentangnya. Tri juga orang yang penuh dengan alasan jika chat denganku. Mulai dari lobet ponselnya, mau makan, inilah, itulah. Namun, aku tidak pernah permasalahkan itu semua.

Hari-hari terus berlanjut. Aku mencoba chat dia secara pribadi di whatsapp karena dia memang kebanyakan aktifnya di sana, semenjak Bapaknya meluncurkan WiFi, dan mungkin dari hari itu dia tidak pernah tidak aktif setiap harinya. Aku mulai dekat, meskipun dalam chat. Mungkin gak ada yang chat dia kali, jadi dia selalu balas chat aku? Atau karena aku berstatus gurunya, jadi dia tidak enak kalau tidak membalasnya. Aku yakin sekali ada yang di antara kedua opsi itu, sesuai dengan feelingku.

--ooo--

Santri Nurul Yaqin [END] - Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang