.
.
.Satu minggu sudah berlalu begitu saja.
Tentang restoran, iya. Sekarang pengunjung naik dengan pesat, yang mulanya hampir tak pernah kini mereka bergantian datang meski tak terlalu ramai hingga kehabisan tempat pelanggan, namun ini perkembangan yang sangat pesat untuk restoran Soohyun.
Sajangnim itu tengah sibuk mengatur masalah keuangan restorannya. Menghitung keuntungan, sampai kerugian, dan membagi gaji untuk pelanggan yang jumlahnya bertambah menjadi 5 orang.
Pintu ruangan orang penting dalam restoran itu terketuk 3 kali.
"Masuk." Dia menimpali.
Kepala Yeaji muncul dengan senyumnya yang lebar saat melihat Soohyun begitu sibuk dengan lembaran-lembaran putih di hadapannya.
"Uwahh... sajangnim sedang sibuk kulihat." Yeaji menggoda ia duduk di sofa depan meja kerja Soohyun.
"Ehm, dan jika kau tidak ada urusan lebih baik kau keluar dari pada mengganggu." Jawab Soohyun yang masih fokus pada berlembar-lembar kertas di hadapannya. Mendengar jawaban Soohyun membuat Yeaji memanyunkan bibirnya.
"Yha, apa tidak ada kenaikan gaji?" Tanya Yeaji yang ragu sebenarnya bertanya.
"Apa?" Soohyun kini menatap Yeaji namun dengan tatapan yang tidak bersahabat.
"Tidak... tidak... tidak jadi." Yeaji sampai takut melihatnya.
"Katakan sekali lagi." Yeaji menelan ludahnya sebelum berucap.
"Hanya... aku fikir penghasilan restoran meningkat, jadi gaji karyawan juga meningkat. Bukan begitu?" Yeaji menggaruk tengkuknya yang tak gatal untuk menyembunyikan kegugupannya.
"Yha, bagaimana bisa gaji bertambah hanya dengan penghasilan karyawan meningkat padahal jumlah karyawan juga meningkat. Aku akan memberikan bonus tapi tidak sekarang. Jangan bersikap seenaknya Yeaji, kau masih karyawanku!" Omel Soohyun membuat Yeaji terdiam.
"Eoh, benar. Kau mempunyai janji padaku bukan? Jika ideku berhasil kau akan mengabulkan keinganku, jadi—"
"Pergilah."
"Apa?"
Soohyun beranjak dari kursinya, dan mendorong tubuh Yeaji untuk keluar dari ruangannya. "Bagaimana bisa yang kau minta adalah gaji yang dibayar setiap harinya."
"Tunggu... kita harus bicara." Yeaji mencoba menahan diri agar tak diusir, namun Soohyun bersikeras untuk mendorongnya hingga keluar ruangannya.
Setelahnya pintu tertutup sebelum mengenai wajah Yeaji yang kembali hendak masuk.
"Aauugghhh jincha!" Gerutu Yeaji kesal ke arah pintu yang tertutup itu.
"Kenapa?" Gyuyoung yang melihatnya bertanya.
"Aku hanya meminta gaji ditambah, apa itu salah?" Tanya Yeaji dengan lugu seolah yang ia katakan bukan hal besar.
"Yha, tentu saja salah. Sejak kapan ada karyawan yang meminta gaji ditambah dengan pribadi seperti ini? Walau dia mantanmu, atau temanmu, masih ada batas antara majikan dan karyawan. Kembali lah bekerja, jangan membuat mood sajangnim memburuk Yeaji-ah." Gyuyoung berlalu, namun Yeaji mengikutinya.
"Kau tahu, aku butuh penghasilan lebih. Memalukan jika aku terus menumpang pada Dohwan, ayahnya bahkan tidak menyukaiku bagaimana jika dia tahu apa yang anaknya lakukan untukku? Dia pasti akan mencaciku habis-habisan." Cibir Yeaji yang memanyun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello to My Ex
Fanfic"and i'm gonna stop crying, stop feeling, stop thinking about you my babe." Ketika sepasang mantan kekasih kembali dipertemukan, apakah itu artinya mereka memang berjodoh? Atau tanda bahwa saatnya memang mereka saling melupakan?