28. TANPA ASYA

68 10 12
                                    


"Dasar, gadis pembangkang!" geram Teguh.

Fina hanya diam seribu bahasa, dalam hati, ingin sekali ia membantu Alexsya. Tapi mungkin, Teguh akan semakin murka.

"Pa, seharusnya papa tidak seperti itu pada Asya." Lontar Fina.

Teguh menatap tajam kearah Fina, "ma, papa paling tidak suka jika mama lebih membela anak sialan itu!" Sarkas Teguh.

"Tapi pa, setidaknya Asya sudah mendapatkan nilai yang benar-benar bagus. Apalagi yang papa mau?"

Teguh tertawa hambar. "60 besar? Memalukan!"

"Mama bikinin papa kopi dulu, biar papa plong dan tenang." Ucap Fina, sambil melangkahkan kakinya keluar dari kamar.

Langkah Fina terhenti, saat ia mendapati Alexsya yang berjalan kearah kamarnya dengan bersusah payah. Hati nuraninya meminta agar Fina membantu Alexsya, tapi perkataan Teguh juga wajib ia dengarkan. Mengapa ini begitu sulit?

"Sayang!" Panggil Fina.

Alexsya menoleh, kemudian melanjutkan langkahnya dengan pelan.

Fina menghela napas berat. "Maafin mama sayang," gumamnya.

Lagi dan lagi, hanya permintaan maaf yang bisa ia lontarkan setelah perlakuannya terhadap putri bungsunya. Seorang ibu sangatlah wajib menjaga anak-anaknya dari berbagai macam bahaya, bukan malah membiarkan anaknya diancam bahaya. Tapi sudahlah, Fina sedang berada didalam posisi yang sulit saat ini.

"Bi, belum pulang?" Tanya Fina, kepada bi Irah.

Bi Irah menggeleng, "belum bu, saya mau membereskan bekas darah dan kekacauan didapur dulu." Jawabannya lirih.

Fina menatap sendu, kearah darah yang berceceran di lantai dapurnya. Setelah itu pandangannya beralih kearah kamar Alexsya.

Alexsya berjalan gontai kearah balkon kamarnya, meskipun tubuhnya lelah dan sakit. Tetapi yang ia butuhkan sekarang adalah ketenangan.

Alexsya mendudukkan tubuhnya di lantai, dengan mata yang tertutup sambil merasakan ngilu di seluruh tubuhnya, ditambah lagi dengan semilir angin malam. Kemudian, ia membuka kembali matanya sambil tersenyum pedih.

"Terimakasih diriku sendiri, karena telah bertahan sejauh ini, dengan luka hati dan luka batin yang entah kapan ini semua berakhir. Hiduplah dengan tenang, maka matipun akan tenang." Gumamnya.

Tangan Alexsya bergerak mengusap air matanya, "jangan lemah!" Lanjutnya.

                                - 𝐒𝐡𝐞'𝐬 𝐀𝐥𝐞𝐱𝐬𝐲𝐚 -

Berbelanja dan makan bersama teman, adalah hal yang paling menyenangkan. Apalagi di saat malam-malam seperti ini, rasanya sangatlah bahagia.

Sama halnya dengan Sofia dan Nadia, mereka berdua sedang berada di restoran. Tadinya hanya berbelanja saja, tapi Nadia mengajak Sofia ke restoran seafood.

"Fi, makan yang banyak! Gue yang bayar." Kata Nadia.

Sofia mengangguk pelan. "Tumben si," celetuk Sofia.

"Gue emang banyak duit, cuman gue sibuk. Makannya gue kurang waktu buat temen!" Balas Nadia, dengan nada sombong.

"Apalagi kalo ada Asya,"

Nadia menonyor kepala Sofia. "Dia mungkin lagi liburan, soalnya dia suka ke rumah tantenya. Apalagi kalo abis dapet nilai gini dari sekolah, kumpul keluarga paling enak si."

Sofia mengangguk-anggukan kepalanya, sambil mengunyah makanannya. "Eh, waktu itu gue gak suka udang lho, Nad." Tuturnya.

"Lah iya, waktu kita SMP, kalo gue ajak lo makan seafood lo suka nolak gitu. Kok sekarang makan si?"

She's Alexsya [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang