Special Part (Yakin nih, nggak mau adopsi?)

7.9K 324 28
                                    

Surakarta, 2012.

"Naekkeo haja, naega neol saranghae, eo?

naega neol geokjeonghae, eo?

Naega neol kkeut kkaji, chaekim jil ge.

Naekkeo haja, niga nal aljanha, eo? niga nal bwat janha, eo?

Naega neol kkeut kkaji, jikyeo julge."

Lantunan lagu milik Infinte, "Be Mine" terdengar jelas di penjuru kelas yang mulai sepi. Seorang gadis berseragam putih-biru muda-seragam khas milik SMK Farmasi Bumi Nasional Surakarta, nyaris berteriak begitu layar laptop-nya menampilkan wajah idolanya. Laporan praktikum kimia yang baru saja dia tulis, terabaikan begitu saja, sesekali kepalanya mengangguk mengikuti irama. Tidak memedulikan sekitarnya, gadis itu terus terpaku pada layar, senyum lebar sama sekali tidak luntur dari wajahnya.

"Ya ampun! Ara... bisa-bisanya ngedan di kelas. Kayak enggak ada kegiatan lain yang lebih berfaedah."

Ara-gadis itu melirik sinis pada pemuda yang menjadi lawan bicaranya. "Sirik aja."

"Ra, kamu nggak sadar ya?"

"Enggak sadar apa?" tanya gadis itu.

Ara memasang sikap waspada, Aryo teman sekelasnya ini kerap sekali mengganggunya jika sudah berkecimpung dengan dunia fangirling di sekitar sekolah. Namun, tak jarang juga bersikap baik, seolah-olah memberi perhatian. Bukan rahasia umum jika jumlah siswa laki-laki di sekolah menengah farmasi hanya mencapai lima persen dari jumlah populasi. Namun, alih-alih merasa tersanjung karena bisa disukai oleh mahluk minoritas di lingkungannya, Ara malah ilfeel. Berbeda dengan teman-teman seusianya yang sudah mengenal rasa terhadap lawan jenis, Ara sama sekali tidak berminat. Sekolah di bidang farmasi sudah membuatnya pusing dan kewalahan. Waktu free dalam sehari sangat jarang, sedangkan menikmati wajah idolanya, seolah menjadi obat penawar lelah, setelah melewati hari panjang di sekolah yang membuat banyak energinya terkuras.

"Kamu enggak sadar kalau aku suka sama kamu?"

Ara nyaris tersedak ludahnya sendiri, niat hati ingin bersenandung mengikuti irama lagu, mendadak buyar karena pernyataan teman sekelasnya.

"Hah? Gimana?" ia bertanya sekali lagi, memastikan pendengaraannya memang tidak bermasalah.

"Aku suka sama kamu." jelas pemuda itu lagi.

Alih-alih merasakan jantung berdebar seperti novel yang milik sahabatnya yang dia baca sekilas, Ara sama sekali tidak merasakan apapun seperti teman-teman perempuannya ketika jatuh cinta.

"Nanti, kalau kita pacaran, aku bakal buktikan ke kamu, kalau apa yang kamu senangi ini sama sekali enggak bermanfaat. Nggak ada untungnya. Cuma menghabiskan uang untuk barang-barang nggak penting. Padahal, dia aja enggak bakal ngerti kamu ada."

Ara mengerutkan kening, merasa pernyataan Aryo semakin mengada-ngada. Selain itu, apa tadi? Tidak bermanfaat? Menghabiskan uang? Wah-wah! Ternyata pemikiran teman sekelasnya ini terlalu dangkal. Kini pernyataan tentang rasa dari pemuda itu semakin terdengar mengada-ngada. Ara masih belum mengenal rasa cinta, suka, ataupun sejenisnya dengan baik, tetapi teman sekelasnya ini terlalu aneh, bagaimana mungkin dengan mudahnya mengatakan suka pada seseorang? Belum mendapat jawaban, tetapi sudah melarang sesuka hati?

"Sori, tapi aku nggak minat. Infinite lebih berharga dari pada menerima perasaan nggak jelas kamu. Lain kali, kalau nembak cewek yang benar. Belum apa-apa kok suka ngelarang."

Ara bisa melihat reaksi Aryo yang berubah cepat. Tak ada lagi wajah ramah seperti sebelumnya.

"Ternyata benar, kalau kamu itu freak. Jangan sampai menyesal kalau enggak ada cowok yang suka sama kamu." ucap Aryo sambil berlalu pergi begitu saja.

Acc Dok? (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang