Step By Step

46.6K 3.8K 59
                                    

Bab 20: Step By Step

"Tidak usah terburu-buru, cukup kamu diam, rasakan, dan nikmati. Langkah, demi langkah, Mas akan menyusul kamu, hingga nanti, kita berjalan bersama menatap masa depan kita."

-Erlangga Abiandra. (seonggok nyawa yang mulai membuat Ara terdugeun-dugeun)
***

"Habis ini kamu langsung pulang atau masih mampir?"

Aku mengerjap bingung. Sesungguhnya, setelah perlakuan tak terduga dari anak-anak tadi, aku masih saja ling-lung.

"Dokter ngomong sama saya?" aku bertanya, dan dibalas tawa ringan darinya. Memang aku sedang melawak ya?

"Ya sama kamu, sama siapa lagi?" katanya, sambil menggendong Adara yang mulai mengantuk.

Aku berpikir sejenak, radarku mencium hal yang tidak beres. "Saya dijemput Arian." ucapku, sambil kembali menatapnya yang terlihat sedikit kesal.

"Kalau gitu, Mas--maksud saya, saya ikut."

Aku mengerutkan kening, usahanya, boleh juga. Memang, setelah pernyataannya pada sisa senja berberapa waktu lalu, aku mencoba terbiasa dengan segala tingkah lakunya. Sejujurnya, sekarang aku ingin melihat reaksinya ketika aku bawa-bawa Arian, biasanya laki-laki yang mendekatiku langsung mundur. Karena Arian-pun, punya satu juta cara, untuk menyeleksi laki-laki yang ingin jadi pemenang dihatiku.

"Tapi saya sudah janji sama dia, mau makan bareng di Ayam Keprabon." aku masih mengelak. Seperti biasa.

Erlangga tersenyum masam, "Kalau sama Arian, kamu selalu punya waktu ya? Sedangkan untuk saya, kasih kabar aja jarang. Apa nggak sebegitu pentingnya saya bagi kamu?"

Aduh! Aku jadi merasa bersalah lihat raut masam dan kecewa dari Erlangga. Apa aku sudah keterlaluan ya? Tapi... Aku masih takut, karena aku... Masih belum tahu siapa Erlangga di masa lalu. Bukankah hal ini wajar untukku yang belum pernah mengikatkan diri pada satupun laki-laki di dunia yang tidak punya hubungan darah denganku?

Aku menghela napas. "Dokter boleh ikut, tapi jangan bosen, karena saya juga mau mampir di KFC beli float sambil download drama sama lagu kpop paling baru. Saya tetap bonceng Arian ya."

Sekarang, ganti Erlangga yang menautkan alis. "Ya mana bisa gitu! Yang sedang berusaha mendapatkan hatimu kan saya, bukan dia. Kalau kamu memang membiarkan saya berjuang, jangan menolak apa yang sedang saya lakukan untuk kamu."

Aku jadi menciut lagi, memutus tatapannya, memilih memainkan gantungan boneka Myungsoo Oppa yang berada di tas kecilku. "Ya kalau bareng dokter, nanti pegawai Nirwana Hospital ada yang lihat, nggak enak, bisa jadi gosip yang tidak sedap." cicitku.

"Nanti, kamu bisa tunggu saya di warung bakso, kayak waktu kamu coba kabur dari saya dulu."

Aku tersentak, refleks menghentikan langkah. Dia tahu?

"Tolong jangan menolak lagi, kamu tahu, waktu luang saya nggak banyak. Bagaimana saya bisa berjuang, kalau kamu bahkan belum benar-benar mengijinkan?"

Melirik Adara yang sudah pulas dalam gendongan Erlangga, aku jadi salah fokus, karena pria ini ternyata juga punya aura kebapakan yang aku pikir sudah musnah!

"Gimana?"

Aku kembali tersadar dan nyengir kaku. "Terserah dokter saja. Saya... Mau cek list barang-barang dulu."

Kabur dan segera mengirim chat pada Arian, aku kira itu akan menjadi solusi terbaik. Tetapi salah, tatapan Erlangga, masih memenjaraku, kemanapun aku melangkah.

Acc Dok? (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang