Hari Patah Hati Seantero Nirwana Hospital.

107K 10.8K 705
                                    

"Jadi, mau sampai kapan kamu menyangkal? Hati laki-laki nggak sesederhana itu membuatnya menunggu hatimu yang masih abu-abu."
-Eirene (calon bini pegawai PLN. Sahabat terdugeun versi Ara)

Acc dok?

Bab 16

***

"Ra! Kamu masih hutang penjelasan sama aku!"

Aku memutar bola mata bosan ketika Rere menghadang langkahku yang masih menimbang vaselin.

"Penjelasan apa sih Re? Kayaknya aku udah nggak punya rahasia sama kamu deh."

Rere meremas resep bpjs ditangannya, kayaknya dia gemas banget sama aku. Emang aku ngapain dia ya?

"Yang kemaren! Habis ketemu aku sama Mas Adri kemarin nggak langsung pulang 'kan?"

"Oh..." Aku mengangguk tanda paham. "Lihat sunset." lanjutku singkat.

Rere menepuk puncak kepalaku dengan resep bpjs yang dia bawa. "Pergi berdua sama Mas Dokter dan kamu biasa aja?"

Aku mengangkat bahu. "Ya memang aku harus bereaksi kayak gimana? Aku memang nggak ada apa-apa sama dia!"

Rere menghela napas, kayaknya dia sudah angkat tangan sama sikapku. "Oke, terserah kamu, nanti istirahat kita makan bareng, aku benar-benar butuh penjelasanmu Ra. Karena, sahabat Mas Adri kayaknya nggak bakal mundur, sekeras apapun kamu menyangkal."

Aku melanjutkan menimbang vaselin yang tertunda. Hari ini aku kena sial karena harus tiga kali menimbang asam salisilat dan vaselin. Resep ini seolah dihindari oleh teman-teman karena pembuatannya yang lumayan ribet dan lama. Belum lagi jika mencampurnya dengan desoximetasone.

"Ra! Sekalian dong, timbangin asam salisilat sama vaselinnya lagi, kan sekalian tangan kamu udah kena!" kata Tsania dengan cengiran tanpa dosa.

Aku mulai berpikir. Jika aku terus menimbang dan meracik salep, makin mundur waktu istirahatku, Rere itu meskipun kecil nggak tahan lapar, dan dengan itu aku pasti bisa menghindar darinya.

"Yaudah deh sini. Sama atau beda beratnya?" aku bertanya pada Tsania yang sedang double cek salep racikan yang lain. Setiap resep memang harus di double cek untuk menanggulangi kesalahan dan medication eror.

"Sama kok! Tadi di depan masih ada dua pasien lagi sih Ra, aku lihat. Mau kamu timbang sekalian atau enggak? Ada Oleum cosar juga."

Aku mendengus, kok pekerjaanku jadi banyak banget ya? Berarti masih ada lima salep racikan lagi yang harus aku buat dengan mortir salep.

"Kamu masak air dong buat oleum cosar! Semua aja kasih ke aku! Enak di kamu dong!" aku mulai nyinyir. Dan Tsania hanya membalasnya dengan cengiran tanpa dosa.

Pembuatan oleum cosar juga lumayan ribet, karena harus dicairkan dengan air panas supaya tidak beku. Karena itu, pembuatannya juga sering dihindari.

"Iya ndoro! Aku yang buat oleum cosar." sahut Tsania ketika aku mulai menimbang asam salisilat.

Aku menghela napas lega ketika semua bahan sudah berhasil aku timbang. Setelahnya, aku mulai memasukan asam salisilat ke dalam mortir dan menambahkan berberapa tetes ethanol sampai asam salisilat terlarut. Ya begini nih, aslinya farmasi itu juga ala-ala chef. Racik obat aja bisa, apalagi racik masakan untuk pasangan masa depan!

Kemudian, aku memasukan sedikit demi sedikit vaselin, agar asam salisilat dan vaselin menjadi homogen. Setelahnya baru aku tambahkan dexosimethasone cream lalu diaduk hingga homogen. Ribet kan? Makanya, jangan judge dulu farmasi sebelum kamu mendapat obatmu, siapa tahu memang racikan obatmu seribet ini pembuatannya, sehingga memerlukan waktu yang lumayan lama. Daripada kami kerja kilat tapi salah obat, berbahaya. Iya nggak?

Acc Dok? (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang